Suara daun-daun kering berjatuhan di selimuti suasana sunyi hutan, Lukas, Chandra dan Terian berlari bergegas menghindari kejaran penjaga. Bulan purnama menjadi penerang jalan di tengah gelap gulita.
"Mereka masih mengejar kita."
Terus berlari tanpa arah, para penjaga telah mengepung dari kedua sisi.
"BERHENTI!"
Mereka hanya bisa berlari, penjaga-penjaga bersenjata lengkap terus mengejar mereka.
"Aku akan mengalikan mereka, kalian berdua pergi lah sejauh mungkin ikut apa yang Rain katakan!" Lukas merupakan anak tertua dan memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi, mengorbankan dirinya untuk Terian dan Chandra yang sudah dianggap sebagai adiknya.
"TIDAK! Sebentar lagi mereka tidak akan mengejar kita!" Ucap Chandra menolak keras, dia tidak ingin di berpisah untuk kedua kalinya.
"Chandra benar! Jangan ada yang berpisah lagi!"
"Tenang saja kit-"
TRIIING DOR DOR DOR
Suara tembakan berdatangan, satu demi satu.
"Sial! Mereka ingin kita mati?!" Ucap Lukas menjadi lebih panik.
"HEY MENYERAH SAJA!" Teriak seorang penjaga.
Brukk
Salah satu tembakan mengenai lengan kanan atas Chandra, dia terjatuh untuk beberapa saat Lukas menarik lengan bajunya membantu Chandra berdiri. Mereka menembak dengan tanpa henti hingga banyak tembakan yang mengenai batang pohon dan menjalar ke tempat lain.
"CHANDRA! KAMU BAIK-BAIK SAJA!?"
"A-aku baik-baik saja, ki-kita harus segera pergi!" Dia mencoba sebisa mungkin untuk berdiri dan pergi dari kejaran penjaga, tentu saja dengan langkah kakinya menjadi lebih lamban. Darah dari luka tembakannya terus mengalir.
"Hey tembak yang benar, kita harus membawa mereka hidup-hidup!" Ucap penjaga itu "Cukup lumpuhkan mereka!"
TRINGG DOR DOR DOR
Tembakan itu kembali mengenai kaki kanan Chandra, dia terjatuh terguling beberapa meter.
"Ahh.. Sial KALIAN CEPAT PERGI! PERGI!" Ucapnya kesakitan, kaki kanannya sulit untuk kembali berdiri.
"CEPAT NAIK KE ATAS PUNGGUNGKU!"
"Lukas..."
"AKU TIDAK INGIN KEHILANGAN SESEORANG LAGI... CEPAT NAIK!"
Lukas dengan cepat menggendong Chandra di atas punggungnya. Kejaran penjaga itu semakin melambat mereka kembali beristirahat sejenak di balik bebatuan. Pernafasan mereka sudah tidak teratur. Lukas merobekan salah satu bajunya untuk menutupi luka Chandra.
"Terian, di ujung jalan sana ada 2 cabang, salah satunya pasti jalan keluar hutan ini."
"Apa maksudmu kita akan berpisah?!" Terian melihat Lukas dengan wajah sedihnya.
"Kita tidak ada jalan lain, semua akan baik-baik saja."
"A-aku hiks.... sudah lelah dengan ini... Rain, Chandra ak-aku tidak ingin pergi sendirian lagi." Ucapnya melihat Chandra pingsan bersandar ke batu, air matanya terus bertumpahan "Kalian sudah kuanggap keluarga bagi ku hiks... hiks..."
"Tenang lah semua akan baik-baik saja, kita akan kembali bermain, belajar, jalan-jalan semuanya."
"Berjanji lah!" Ucapnya mengarah kan kelingking pada Lukas yang menandakan perjanjian.
"Aku berjanji..." Lukas melakukan itu untuk Terian bisa tenang dan berpisah menghindari kejaran penjaga
"Aku akan menunggu mu, Lukas."
"Aku juga akan menunggu mu, PERGI SEKARANG!"
Suara penjaga samar-samar mulai mendekat.
"DISANA! BAWA MEREKA HIDUP-HIDUP PADA KU!"
Di balik rerumputan mereka pergi saling menjauh, Terian hanya bisa pasrah dan mengikuti perintah Lukas.
"CEPAT PERGI TERIAN!"
"Ak-aku, Berjanji lah..." Terian memejamkan mata dan pergi berlari sekuat tenaga, kesedihan yang terus menusuk.
2 Hari menuju festival tahun baru dan musim dingin, meja makan rumah dinas Marquess Felix Andreas wilayah Artur disibukkan oleh para pelayan sedang menyiapkan sarapan Duke Han kala itu, dia tidak menggunakan rumah dinas Duke karena hal ini dapat tercium dengan cepat oleh Earl. Namun pikiran maupun kondisi beliau sedang tidak lapar, Duke lebih sibuk dengan semua rencana yang mereka susun.
"Duke Han sarapan telah siap disajikan." Ucap Marquess Felix berdiri di depan meja kerja Duke Han.
Duke Han semakin kelihatan lelah dengan amarah yang terus mendatanginya setelah menyetujui permintaan Earl dalam peresmian undang-undangan pajak yang membuat hampir setiap surat dari parlemen datang terus menerus meminta pembatalan tertundanya UU Pajak.
"Aku sedang tidak lapar." Ucapnya menunduk kepalanya pada kedua tangan "Apakah sudah ada laporan mengenai kamp penjaga Earl?"
"Belum ada Duke Han, saya akan segera mengabarkan perkembangan. Saya izin dahulu keselamatan Zafia pada anda Duke Han." Ucapnya membungku dan pamit untuk mengecek perkembangan.
Dengan kaki mungilnya Terian hanya bisa terus berjalan, kini dia sudah berada di pusat kota mencari keberadaan kediaman pemimpin setempat. Para pejalan kaki melihat Terian dengan rasa khawatir beberapa kali para warga memberikan dia minum dan makanan namun semua itu dia tolak dengan mentah-mentah.
"Nak istirahat lah sebentar di kedai ku." Ucap salah satu Pemilik toko roti tersebut, dia melihat Terian dengan rasa ibanya.
"Tidak, aku-aku sedang tidak lapar, tolong antarkan saja pada Marquess." Ucapnya dengan mata lesu, muka pucat, baju kotor berantakan Terian terus berjalan hingga kakinya mulai terluka.
"Apa kamu mau sepotong roti? Istirahatlah sejenak kakimu terluka." Pemilik toko roti baik hati itu menunduk dan memberikan roti untuk Terian.
"Tidak, tolong antarkan saja aku pada Marquess."
"Kenapa kamu sangat bersikeras ingin menemui Tuan Marquess Felix?"
"Karena Rain menyuruh ku, kalo tidak semuanya akan terlambat." Suara Terian menjadi sangat serak.
"Kamu tidak akan bisa menemukannya hanya seperti ini."
"Tidak apa, tolong antarkan aku pada Marquess."
Dengan sangat prihatin pemilik toko roti itu memberikan tumpangan untuknya ke balai kota tempat kantor Marquess, dia memberikan sepotong roti dan susu untuk menjadi bekal.
"Disini Balai Kota, kamu bisa menemui Tuan Marquess di sini, tapi aku tidak menjamin jika kamu bisa bertemu dengannya." Ucap Pemilik Toko roti itu "Jika kamu memerlukan bantuan silahkan mampir ke toko ku nanti."
"Terimakasih, terimakasih banyak Tuan." Ucap Terian membungkuk memberi hormat pada pemilik toko roti tersebut.
"Ini bukan apa-apa, kamu hanya mengingatkan pada almarhum anak ku."
Kereta kayu itupun pergi dari pagar masuk balai kota. Gedung yang mewah dibanding sekeliling rumah kayu terlihat sangat mencolok, para penjaga berpakain lengkap menjaga pintu masuk.
"Tuan bolehkah saya bertemu dengan Marquis??" Tanya Terian pada kedua penjaga pintu.
"Hah? Ini bukan tempat panti asuhan cepat pergi dari sini." Penjaga itu menjadi acuh pada Terian.
"Tunggu lihat! Rain memintaku untuk memberikan pin baju ini padanya."
"Nak sebaiknya kamu pergi, kamu pikir Tuan Marquess punya waktu untuk bermain mainan anak-anak?" Penjaga itu mendorong Terian hingga terjatuh, meninggalkannya begitu saja "Pergi dari sini atau saya akan bersikap kasar."
Pin baju itu terjatuh dan Terian dengan cepat mengambil dan menyimpannya menjadi barang yang sangat berharga. Seorang laki-laki tua turun dari kereta yang sederhana, dia berjalan menghampiri Terian.
"Hei nak, kamu baik-baik saja?" Ucap laki-laki tua tersebut, dengan wibawanya tentu saja Count Diandra Wentz menjadi penolong kedua Terian, seakan dunia ini terus membantu Terian.
"Aku baik-baik saja." Ucap Terian mengegap erat pin baju Rain.
"Saya mendengar jika kamu bersikeras ingin bertemu dengan Tuan Marquess ada apa?" Ucapnya menunduk memberi perhatiannya.
Di balik kereta tua itu Duke Han sedang duduk melihat dari kaca kereta. Duke Han sendiri yang meminta Count turun dan bertanya pada Terian, dia menganggap jika wajah Terian sangat tidak asing baginya.
"Ak-aku hanya ingin menolong saudara-saudara ku hiks.... hiks..." Kejadian menyeramkan bahkan pembunuhan yang telah Terian lalui tentu sangat berat bagi anak umur 5 tahun.
"Kamu baik-baik saja?"
"P-pin ini..." Ucapnya memberikan pin baju Rain.
Pin baju dengan batu Zafia yang hanya digunakan pada calon pemimpin Zafia, karena itu semua baju yang dikenakan merupakan jahitan khusus.
"I-ini??!" Count itu terlihat sangat terkejut, bersamaan dengan Duke Han yang secara tiba-tiba keluar dari kereta.
"Dari mana kamu mendapatkannya?!" Ucap Duke Han dengan nada tingginya.
"Ra-Rain yang memberikannya pada ku, dia bilang jika ini akan membantuku untuk kedepannya."
"RA-RAIN?!"