Hai semuanya... Semoga kalian sehat-sehat dan baik-baik saja. Bab selanjutnya sudah up, terimakasih karena sudah mampir.
Selamat membaca...
Semoga kalian suka...
Keesokkan harinya Kardiman hendak pamitan pulang. Namun, Yati mencegahnya dengan berbagai cara, dan berbagai alasan.
"Saya mau pamitan pulang dulu bu" Ucap Kardiman pagi itu selepas mereka sarapan pagi.
"Apa?... Pamitan pulang!... Apa tidak salah dengar?..." Yati langsung berdiri dari tempat duduknya, serta menatap tajam ke arah Kardiman.
"Enggak ada pulang-pulangan!!! Enggak ada pamitan titik!!!" Gertaknya geram.
"Kenapa kamu segitu marahnya?... Kalau dia minta pulang ya wajarlah" Tegur bu Tini heran.
"Kamu tidak bisa memaksanya untuk tinggal di sini, dia punya keluarga. Pasti Keluarganya merasa khawatir dia tidak pulang dari kemarin" Susul pak Hamid.
Cempaka dan Seruni hanya saling pandang tak mengerti.
Keduanya tidak ada yang coment, sepertinya tak peduli.
Keduanya asyik menikmati makanan yang terhidang di meja makan dan telah di masak oleh ibunya.
Yati melirik dengan sudut matanya ke arah Cempaka yang nampak cuek itu.
Giginya terdengar gemeretak menahan geram di dada.
Maunya dia, Cempakapun ikut menahannya biar Kardiman tidak pulang.
"Cempaka, itu bagaimana tu Kardiman mau pulang katanya" Mencoba bermanis-manis.
"Kalau mau pulang ya enggak apa-apa. Pulang saja" Perkataan yang sungguh sangat tidak di inginkan oleh Yati juga oleh Kardiman.
"Kok!... Begitu jawabannya?" Sungut Yati.
"Emangnya aku harus berkata apa teh?"
Tanya Cempaka kesal.
"Yaa gimana lah cari kata-kata yang enak di dengar kuping" Sergahnya.
"Seperti apa tuh?" Seruni yang coment.
"Sudah ah!... Jadi tak selera" Yati bangkit dari tempat duduknya.
"Aku duluan, mas aku mau ngomong!" Ucapnya sebelum meninggalkan ruang makan.
"Saya permisi bu, pak, dek Cempaka dan dek Seruni" Pamitnya lumayan sopan juga.
"Silahkan..." Sahut kami.
Kardiman berlalu menuju ke ruang tamu
menyusul teh Yati yang merasa kesal akan tingkah adik-adiknya itu.
"Bagaimana ini teh, kok!... Dek Cempaka cuek begitu sama saya?" Keluh Kardiman.
"Tenang saja!... Pokoknya aku akan berusaha sekuat tenaga, supaya kalian bisa menikah apapun yang terjadi" Tegas Yati.
"Yang penting kamu diam, jangan dulu pamit-pamitan pulang! Semuanya aku yang atur" Lanjutnya lagi.
"Tenang, agar-agar nya tengah bereaksi" Yati mengedipkan matanya sambil tersenyum.
"Pokoknya saya gimana teteh saja. saya akan nurut" Kardiman patuh.
Tak terasa waktu pun berlalu dengan cepatnya.
Siang itu Yati berusaha mendekati Cempaka lagi.
"Lagi apa Cempaka, sendirian saja?"
Yati berbasa-basi.
"Lagi nyantai saja teh, mungpung enggak kerja" Cempaka menjawab dengan datar.
"Ngobrol dong sama tamunya, masa dibiarkan saja. Kasihan jauh-jauh dia datang nengokin kamu" Yati mulai memasang umpan. Dia ingin tahu reaksi adiknya itu.
"Kakak panggilkan suruh ke sini ya, nemenin kamu!" Ujar Yati sambil menatap Cempaka dengan tatapan anehnya.
Cempaka hanya mengangguk saja. Entah kenapa, bagaikan yang terhipnotis saja.
Kardiman segera mendekati Cempaka.. Dan diapun lalu duduk di sampingnya.
"Kalian sangat cocok dan serasi. Kalau menurut kakak, mau nunggu apa lagi sih?... Usia sudah lebih dari cukup untuk berumah tangga. Kalian sudah kerja pula. Sudahlah... Segera saja di resmikan jangan di nanti-nanti, enggak baik tahu" Yati beraksi.
Mungpung ibunya lagi tidur siang dan bapak lagi di kantor, Seruni lagi sekolah pula. Ini kesempatan baik dan langka. Itu yang ada di pikirannya Yati sa'at itu.
"Bagaimana teh Yati saja lah terserah!"
Cempaka menjawab dengan sedikit kesal.
"Benar ini? Terserah kakak?" Yati memastikan.
"Iya, mungkin Kardiman jodohku" Cempaka berujar dengan tatapan yang kosong.
"Syukurlah kalau kamu sudah punya pikiran seperti itu, teteh sangat senang dengarnya" Yati begitu sumringah.
Cempaka dan Kardiman hanya tersenyum saja.
"Kabar baik ini harus segera di bicarakan dengan ibu dan bapak" Yati belingsatan saking bahagianya. Rencananya berhasil. Dia bisa membawakan jodoh untuk adiknya yang putri jomblo itu.
Persiapan pun di mulai... Yati barunding dengan kedua Orangtuanya. Yang dengan anehnya langsung saja setuju dengan semua yang di usulkan oleh Yati, anak sulungnya itu.
"Kardiman tidak boleh pergi kemanapun. Tidak boleh pulang dulu. Nanti pulangnya setelah kalian resmi menikah!" Yati mengatur segalanya.
"Orangtuanya Kardiman bagaimana? Masa, tidak di beri tahu, kalau anaknya mau menikah?"Pak Hamid rupanya masih belum sepenuhnya kena pengaruh omongan Yati.
"Itu tidak perlu di risaukan. Lagipula pria itu menikah tidak seribet pihak perempuan kan? Harus memakai wali. Sudahlah semuanya tenang saja yang penting Sekarang Cempaka dan Kardiman bisa menikah!... Aku sudah menghubungi pihak kua nya dan, petugas kua pun sudah siap katanya" Yati nyerocos dengan ide-idenya.
Seorangpun tidak ada yang berkomentar tidak setuju dengan usulannya Yati.
Kardiman tidak jadi pulang, karena keesokkan paginya Kardiman dan Cempaka harus segera menikah!
Malamnya Cempaka sempat bertanya tentang kesiapan Kardiman tentang mas kawin untuk pernikahan nya.
"Tentang mas kawin itu sangat mudah. Jangan suka di bikin ribet!... Ibu kan punya cin-cin. Pinjam dulu cin-cin ibu untuk mas kawinnya. Betul kan bu?... Ibu enggak apa-apa kan cin-cin nya di pinjam sebentar?" Yati meyakinkan ibunya.
"Ya enggak apa-apa... Yang penting Cempaka bisa menikah" Sahut bu Tini.
Sungguh sangat mengherankan. Bu Tini langsung menyetujuinya.
"Kalau begitu besok berarti kalian jadi menikah. Nanti teteh yang dandaninnya"
Teh Yati begitu berantusias sekali.
"Rasanya teteh sudah tidak sabar lagi, ingin segera hari esok, ingin segera mendandani Cempaka sebagai seorang pengantin. Pasti kamu sangat cantik sekali! Aku bahagia sekali" Lanjut teh Yati lagi sambil memeluk Cempaka.
Cempaka tidak mengatakan apa-apa, dia hanya tersenyum manis di pelukan kakak sulungnya.
*
Keesokkan harinya, pagi-pagi sekali bu Tini dan anak-anaknya sudah bersiap-siap di dapur untuk menyiapkan makanan untuk acara pernikahannya Cempaka dan Kardiman.
Resepsi pernikahan yang sangat... Sangat sederhana sekali.
Bagaimana tidak?...
Resepsi pernikahan itu hanya di hadiri oleh kerabat terdekat saja.
Tidak ada tenda dan kursi untuk para tamu undangan.
Karena, tamu undangannya juga tidak ada. Karena acara ini acara yang mendadak. Jadi, tidak mengundang siapapun cukup kerabat dekat saja.
Tidak ada kursi Pelaminan yang indah
sebagai singgasana pengantinnya.
Tidak ada hantaran!... Karena tidak ada yang mengantarkan calon pengantin prianya. Karena, calon mempelai pria hanya datang sendiri.
Untuk mas kawinnya, memakai dulu cin-cin nya bu Tini, calon mertua perempuannya.
Karena Kardiman tidak membawa uang yang cukup. Untuk biaya ipekahnya dia memakai uangnya Cempaka dulu alias pinjam. Nanti di ganti!!! Katanya.
Sekitar jam sembilan pagi, petugas dari kua sudah berada di rumahnya bu Tini.
"Apa ini tidak salah ? Masa resepsi pernikahannya Cempaka seperti ini?" Salah satu kerabatnya Cempaka berkomentar. Dia merasa bingung dan heran dengan keadaan seperti itu.
"Saya juga sama, awalnya saya tidak percaya dengan semua ini. Tapi, memang beginilah kenyataannya" Bibinya Cempaka menyahutnya.
"Apa telah terjadi sesuatu gitu?" Tanya yang seorang lagi.
"Aah... Tidak mungkin!... Jangan ngomong seenaknya nanti jadi fitnah. Calon mempelai prianya juga baru kita lihat sekarang ini" Sahut yang lainnya pula.
"Saya heran kenapa Cempaka mau saja dinikahkan sama laki-laki yang baru kemarin dia kenal?... Mana nikahnya kayak gini lagi, resepsi pernikahan yang seperti begini tidak pantas untuk pernikahannya seorang gadis seperti Cempaka" Yang lainnya ikut nimbrung.
"Iya... Sudah cantik, pintar, soleh, sekolahnya tinggi lagi! Mana rajin. Kalau saya punya anak laki-laki, ingin saya menjadikannya sebagai menantu. Sayangnya anak saya perempuan tiga-tiganya" Ucap bibi nya Cempaka.
"Sepertinya ada sesuatu yang aneh ini"
"Lihat tuh wajahnya Cempaka. Kalau menurut saya, itu bukan bahagia. Itu seperti yang kena hipnotis.