Pagi yang berselimut embun, suara lalu lintas belum begitu ramai. Suasana tidak bisa dibilang senyap, karena hewan-hewan kecil di sekitar kampus masih terdengar sayup-sayup. Dari puluhan meter di depannya, dua petugas penjaga gerbang yang tampak tertidur menjadi salah satu yang sering diperhatikannya. Pergerakan aktivias manusia begitu lambat di sekitarnya, menambah rasa sepi di hati Hiro. Pemuda yang kini berambut pendek itu, duduk menjuntaikan kaki di balkon kamarnya pada ketinggian puluhan meter. Matanya dengan sabar menunggu matahari muncul. Dia pernah punya keinginan melihat matahari yang disebut-sebut lebih terang dan melelahkan ketimbang matahari di dunia siluman.
Pening di kepala masih terasa, tetapi yang lebih mengganggunya; Hiro yakin telah melupakan kejadian penting. Bukan kejadian pada saat Hobito mengajak ke salon, tapi setelahnya. Dia yakin sekali usai dari salon ada kejadian besar yang menyeretnya.