Aku terbangun saat mendengar suara. Ada jendela kaca yang sedikit pecah, di luar sana seekor tupai melemparkan biji pohon Pinus ke arahku seakan-akan sengaja membangunkan aku.
Udara dingin menusuk-nusuk tulangku, tanpa makan tanpa minum, aku akan mati kelaparan dan membeku di rumah tua ini. Nasibku lebih buruk setelah memasuki universitas itu.
Aku meregangkan tubuh untuk beberapa saat, lalu turun dari dipan. Membuka pintu rumah agar melihat kondisi pagi ini.
Saat pintu kubuka, aku dikejutkan oleh pria tinggi, berwajah putih merona, rambut putihnya teratur rapi. Tubuhnya diselimuti jubah biru dan ditangan kirinya ada keranjang rotan ditutup dengan sehelai kain tebal. Pria itu menatapku dengan wajah polos.
"Rupanya sudah bangun. Apa kau merasa lemas sekali? Aku tidak menyangka, kita muncul di rumah Nenek Rubah. Apakah nenek memperlakukanmu dengan baik? Di mana dia sekarang?"