Lengan yang menepis, mencengkeram dan memukul daging-daging mati yang berjalan itu selalu siaga dari gigi-gigi tajam para zombi. Tak cukup tangan sebagai senjata, kaki pun digunakan menendang tubuh zombi. Satu didorong, satunya lagi dipukul, hanya berselang beberapa detik, zombi lain menyerang lagi.
Jerry kewalahan menghadapi mayat-mayat bengis itu. Tak sekali dua kali ia diterjang jatuh ke bawah. Tetapi ia bangkit lagi. Pipa besi di tangannya sudah penuh oleh darah. Setiap kali ada yang hendak menyerang para lansia—dipukulnya hingga leher-leher zombi menjadi bengkok dan tulangnya mencuat. Darah pekat kehitaman bagaikan kulit jeruk yang diperas, menyembur bercampur embun dan mengalir ke tanah bagai air terjun.
''Mundur! Mundur!'' Jerry berseru lagi saat zombi yang sempat tergeletak di tanah kini bangkit lagi. Jerry menggeleng-gelengkan kepala mencium kuatnya bau darah. Tangannya licin memegang pipa besi karena basah oleh keringat bercampur darah zombi.
Plantang!
Plantang!