Jie Rui melihat ke arah Ara dengan tatapan lembut yang belum pernah Ara lihat. Ara semakin gugup saat melihat apa yang tengah Jie Rui lakukan saat ini. Sesuatu yang tidak pernah pria itu lakukan kepada Ara selama ini.
"Jangan melihat aku seperti itu,"
"Melihat seperti apa? Memangnya tidak boleh melihat tunangan sendiri?"
Pertanyaan Jie Rui membuat Ara semakin salah tingkah. Ara merasa wajahnya saat ini pasti sangat merah karena tersipu dengan kata-kata manis dari Jie Rui.
"Aku keluar dulu ya? Ada janji tadi dengan Dena ke tempat temannya. Kasihan kalau dia menunggu terlalu lama di kantin."
Saat ini Jie Rui sedang memejamkan matanya sambil menggenggam tangan Ara.
"Memangnya kamu mau kemana?" Tanya Jie Rui masih dengan mata yang terpejam.
"Ke tempat temannya. Aku mau kerja," Jawab Ara lirih.
Jie Rui langsung membuka matanya saat mendengar kata-kata Ara yang ingin bekerja.
"Kenapa bekerja? Bukannya uang yang diberikan kepada kamu sudah lebih dari cukup?"
"Cukup sih, aku hanya ingin mandiri. Aku tidak mau menggantungkan hidupku kepada keluarga kamu selamanya."
"Uang itu dari aku dan bukan dari Papa. Aku yang membiayai hidup kamu dari awal."
Ara semakin terkejut dengan apa yang dia dengar dari Jie Rui. Selama ini Ara mengira kalau semuanya dari keluarga Jie Rui.
"Kamu yang mengirimkan semua itu? Uang dari mana?"
"Memangnya kamu pikir selama ini aku ngapain? Aku sudah bekerja di perusahaan Papa dan mendapatkan gaji."
"Aku tidak tahu," Jawab Ara sambil meringis.
"Sekarang kamu tahu."
"Aku tetap ingin bekerja. Boleh ya? Aku ingin mandiri."
Jie Rui menatap Ara dengan tajam. Entah kenapa dia tidak suka mendengar Ara bekerja untuk bisa mandiri. Jie Rui ingin Ara bergantung hidup kepadanya.
"Aku pergi dulu. Kasihan Dena menunggu terlalu lama."
Ara berdiri dari duduknya, dia tidak ingin mendengar penolakan Jie Rui lagi sehingga memilih untuk segera keluar dari basecamp Jie Rui.
"Tunggu. Kamu melupakan sesuatu." Ucap Jie Rui sambil menahan tangan Ara.
"Melupakan apa?"
Jie Rui menarik tangan Ara sehingga Ara jatuh dalam dalam pangkuan Jie Rui dan dengan cepat Jie Rui mencium bibir Ara.
"Jangan pernah melupakan satu hal ini kalau kamu mau pergi."
Ara tersipu, pipinya benar-benar memerah saat ini. Perlakuan manis Jie Rui membuat Ara benar-benar terlena.
"Hati-hati dan beritahu aku saat kamu sampai di sana. Mana ponsel kamu!"
Ara mengeluarkan ponselnya lalu memberikannya pada Jie Rui dengan patuh.
Meskipun Jie Rui dan Ara bertunangan, mereka sama-sama tidak memiliki nomor masing-masing.
"Kamu sudah memiliki nomor ponselku, jadi tidak ada alasan lagi buat kami tidak menghubungiku." Ucap Jie Rui dingin.
"Heem, baiklah."
Ara langsung meninggalkan Jie Rui setelah menjawab apa yang dikatakan pria itu. Hati Ara mengatakan untuk segera pergi sebelum semuanya semakin merasuk di dalam dirinya.
"Apa yang baru saja terjadi? Bukankah dia membenciku dan kenapa tiba-tiba dia berkata seperti itu?" Tanya Ara pada dirinya sendiri.
Ara memang tipe orang yang senang memilih diam untuk menghindari pertengkaran daripada harus berdebat hebat tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
Seperti apa yang terjadi tadi. Ara memilih diam dan mengiyakan semua kata-kata Jie Rui daripada dia tidak bisa keluar dari ruangan itu.
Sejak tadi jantung Ara berdetak dengan sangat hebat membuat dia tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi.
Ara tidak mau terjadi sesuatu yang tidak dia inginkan sehingga dia memutuskan untuk segera keluar dari ruangan yang tidak bisa dikatakan sempit itu.
"Ara!"
Ara mencari sumber suara yang memanggilnya. Dia langsung bisa melihat Dena saat Dena melambaikan tangannya, memberi petunjuk tempatnya berada pada Ara.
Ara berjalan ke arah Dena dan langsung duduk di depan Dena.
"Kenapa?" Tanya Dena langsung tanpa menunggu Ara duduk dengan posisi yang benar.
"Aku tidak tahu. Aku tidak tahu Jie Rui keracunan apa, dia tiba-tiba memintaku untuk memulai dari awal lagi." Jawab Ara dengan suara berbisik karena takut ada telinga yang mendengar.
"APA?"
"Kecilkan suara kamu. Kamu mau membuat aku menjadi santapan penggemar Jie Rui?" Gerutu Ara kesal.
"Sorry, aku kelepasan. Bagaimana bisa semua itu terjadi? Kamu menerimanya?"
Ara mengangguk lemah. Dena tahu apa yang dilakukan Ara memang harus menerima semua permintaan Jie Rui. Pengaruh pria itu cukup besar dan hidup Ara sangat bergantung pada Jie Rui dan keluarganya.
"Aku tidak memiliki pilihan bukan? Tapi aku meminta dia untuk tidak buru-buru. Aku tahu kalau apa yang saat ini dia minta hanya emosi sesaat. Aku takut, takut jika saja dia mendapatkan kembali seseorang yang pernah menghangatkan hatinya. Aku sadar karena aku hanyalah seorang pengganti,"
Dena terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa kepada Ara saat ini. Kisah percintaan Ara memang sangat rumit membuat Dena yang mengenal Ara sejak lama menjadi kasihan.
"Sudahlah, jangan bersedih. Kamu jadi pergi ke cafe temenku? Aku tadi sudah mengabari dia kalau kita mau ke sana."
"Jelas jadi dong, aku mau kerja. Meskipun dia selalu mengirimkan aku uang, aku tetap ingin mandiri."
"Kita berangkat sekarang saja. Kalau nanti takutnya cafe ramai. Biasa kalau malam banyak yang nongkrong."
"Baiklah kalau begitu, kita berangkat sekarang."
Ara mengambil tasnya lalu berdiri dari kursinya, bersiap untuk pergi dengan Dena dan mencari pekerjaan.
Belum juga Ara berbalik suara riuh terdengar, banyak mahasiswa perempuan yang menatap kagum ke arah pria-pria yang baru saja masuk ke kantin.
Ara melihat Jie Rui dengan ketiga temannya masuk ke dalam kantin. Mereka berpas-pasan tapi Jie Rui terlihat cuek dan seperti tidak mengenal Ara sama sekali.
"Hai! Kamu yang ikut dance tadi ya?" Tanya salah satu teman Jie Rui bernama Wang Zeming, salah satu juri di audisi dance yang Ara ikuti tadi.
"Hai, iya." Jawab Ara singkat.
"Dance kamu bagus sekali tadi, kamu benar-benar menjiwai semua yang kamu tunjukkan tadi. Bisa kita kenalan?" Tanya Wang Zeming sambil mengulurkan tangannya, berjabat tangan dengan Ara.
"Alara, kamu bisa memanggilku Ara." Jawab Ara sambil menerima uluran tangan Wang Zeming.
Ara melirik ke arah Jie Rui, pria itu terlihat tidak peduli dengan apa yang dilakukan Wang Zeming kepada Ara.
"Kamu pasti sudah tahu namaku, aku Wang Zeming. Kamu bisa memanggilku Zeming. Seperti yang lainnya."
"Senang berkenalan dengan kamu, maaf aku harus pergi. Ada sedikit urusan di luar kampus." Ucap Ara sopan.
Ara merasa kesal karena Jie Rui terlihat tidak peduli sama sekali, tetapi kenapa tadi pria itu mengatakan kalau dia ingin menjalaninya lagi dari awal? Sekarang pria itu terlihat seperti tidak pernah mengenal Ara untuk kesekian kalinya.
"Oh... kalau begitu silahkan, hati-hati di jalan!"