Aku terbangun ketika merasakan tubuhku digendong ke dalam pelukan. Membuka mata untuk mencari tahu siapa yang sedang menggendongku karena dari baunya bukan bau Karin yang sangat aku kenali. Bukan pula bau Zain yang aku tahu karena selalu menggendongku.
Begitu mata terbuka, aku menemukan sosok ayah Zainlah yang ternyata menggendongku.
"Eh, jadi terbangun, ya sayang? Ayo kita masuk ke dalam, mami Karin mau pulang karena hari sudah sore. Tapi kalau Shiro mau tinggal di sini sama teman-temannya tak apa juga. Paling nanti Karin nangis dan tak bisa tidur ke pikiran Shiro. Hehehe..." oceh ayah Zain seolah aku adalah anak kecil yang akan menyahut setiap perkataannya. Walau ia sadar tak akan keluar jawaban lain dari mulutku selain 'meong, meong dan meong'.