Giana membuka matanya ketika dia yakin kalau Dillon telah tertidur, karena setelah dosa termanis yang mereka lakukan selesai, Giana tidak tahu bagaimana menghadapi Dillon dan memilih untuk berpura- pura tidur.
Dia membutuhkan waktu untuk memikirkan bagaimana dirinya harus bersikap atau langkah selanjutnya yang harus dia lakukan.
Giana benar- benar tengah bermain api, yang mana tak lain dan tak bukan adalah perasaan Dillon. Entah bagaimana, dirinya tahu kalau suatu saat dia akan terbakar, tapi untuk saat ini, hanyalah ini lah satu- satunya cara yang bisa dia pikirkan untuk menarik Dillon kembali padanya.
Mungkin sekarang Dillon berpikir kalau Giana telah mencoba untuk membuka hati padanya, walaupun sebenarnya apa yang Giana rasakan pada Dillon tetaplah sama.
Giana merasa dirinya sangatlah hina karena memanfaatkan perasaan Dillon padanya, satu- satunya pria yang tidak pernah menyakitinya, tapi semua ini harus dirinya lakukan, karena dia tidak bisa memikirkan cara lain.
Giana membutuhkan Dillon, tapi tidak dalam cara seperti Dillon menginginkannya dan untuk itu, Giana merasa bersalah padanya.
Hanya saja, untuk saat ini, rasa bersalah saja tidak cukup untuk menghentikan Giana dalam menjalankan segala rencana yang berputar dalam kepalanya.
Giana lalu menoleh menatap Dillon yang tengah tertidur dengan pulas, sementara tangannya memeluk tubuh telanjang Giana dengan protektif.
"Maafkan aku…" bisik Giana pada Dillon dalam keheningan malam, dia menyentuh wajah pria itu dengan lembut, menelusuri rahang Dillon yang tegas dengan jari- jarinya yang lentik.
==============
Aileen benar- benar geram ketika dia mengetahui kalau Theodore memilih bagi mereka untuk tinggal di kediaman Gevano bersama kedua orang tuanya ketimbang meninggali rumah yang direncanakan untuk mereka berdua tempati.
Ini berarti, Aileen harus menghadapi Mr. dan Mrs. Gevano setiap harinya!
Menghadapi Mr. Gevano mungkin bukan perkara sulit, tapi kalau harus menghadapi Mrs. Gevano, Aileen benar- benar harus menguras seluruh energy- nya untuk menahan lidahnya agar tidak berkomentar atau melontarkan kata- kata yang akan dia sesali nantinya.
Seperti misalnya pagi ini, dimana Mrs. Gevano berusaha untuk membuatnya makan makanan yang jelas- jelas tidak dia sukai dengan alasan makanan tersebut baik untuk kandungannya.
Yang mana, pada akhirnya Aileen harus memuntahkan makanan tersebut karena dia memang tidak bisa memakannya.
Tentu saja, akhir dari cerita itu sudah bisa ditebak, dimana Mrs. Gevano menggerutu dan menuduh Aileen tidak tahu berterimakasih atas perhatian yang dia berikan.
Dan coba tebak apa yang Theodore lakukan ketika melihat istrinya dimarahi? Ya. Dia tidak melakukan apapun.
Dengan santainya pria itu menghabiskan kopi dan sarapannya dan setelah itu pergi ke kantor tanpa berpamitan pada Aileen sama sekali, seolah dirinya tidak ada di sana.
Brengsek!
Hal tersebut terjadi di hampir setiap harinya dan satu- satunya cara untuk Aileen bisa terbebas dari kehidupan rumah tangganya yang seperti neraka adalah dengan pergi ke kantor dan membenamkan diri dalam pekerjaannya.
Tapi, hal ini tidak bisa berlangsung lama, karena dia harus memikirkan bagaimana caranya agar dirinya bisa 'keguguran', karena cepat atau lambat, orang- orang disekitarnya akan menyadari kalau tubuhnya sama sekali tidak berubah walaupun dirinya tengah 'hamil'.
Sebenarnya George sudah memikirkan semua ini, tapi Aileen tidak setuju dengan idenya yang gila, karena itu terlalu ekstrim dan dia tidak ingin membahayakan dirinya sendiri.
Ya, George menyarankan agar Aileen jatuh dari tangga.
Dan bukan hanya sekedar pura- pura, tapi Aileen harus benar- benar jatuh dari sana sehingga segalanya terlihat natural.
George gila kalau berpikir Aileen akan melakukan hal tersebut. Tentu saja dia menolak saran itu dan membuat George kembali marah.
Tapi, kali ini Aileen mengabaikan kemarahan pria itu dan melangkah keluar dari ruangannya.
Kalau memang harus jatuh dari tangga, sebaiknya George saja yang melakukannya terlebih dahulu dan memberikannya contoh sampai separah apa seharusnya dia terluka.
Maka dari itu, saat ini Aileen tengah termenung untuk memikirkan cara terbaik dalam melakukannya.
Dan tepat pada saat itu, sekretarisnya memberitahukan kalau Hailee datang untuk mengunjunginya.
"Hailee?" Aileen bertanya kembali untuk memastikan kalau dirinya tidak salah dengar. Untuk apa dia datang ke sini?
Hailee adalah orang terakhir yang terlintas dalam pikiran Aileen untuk datang mengunjunginya. Apa yang sebenarnya dia inginkan dengan datang ke kantor ini? Apakah dia akan mulai melancarkan klaimnya atas perusahaan ini? Dan mendepatk Aileen keluar?
Tidak. Tidak akan semudah itu, bukan?
"Biarkan dia masuk," Aileen berkata ke intercomnya dan setelah itu dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sampai pintu terbuka dan menampilkan sosok Hailee.
Hailee tampak begitu berbeda dari yang selalu Aileen bayangkan, karena dalam bayangannya, Hailee adalah sosok yang terlihat polos, manja dan mudah untuk ditipu. Well, Hailee selalu tampak seperti itu di hadapan Aileen, karena dia selalu memikirkannya sebagai kakaknya, jadi tidak perlu untuk bersikap keras ataupun menunjukkan sisi kerasnya, karena selama ini, Aileen pun selalu baik padanya. Setidaknya itu yang coba Aileen tunjukkan.
"Aku tidak menyangka kau akan datang ke sini," Aileen berdiri dan menyapa Hailee ketika dia telah berdiri di hadapannya, dengan dress merah dan clutchbag di tangannya.
Pakaian yang Hailee kenakan memang terlihat simple, tapi harga di balik seluruh benda yang dia kenakan tidak akan berkata demikian. Lagipula Hailee tampak jauh lebih dewasa dalam balutan style seperti ini.
"Bagian mananya yang kau tidak menyangka?" Hailee tidak duduk di kursi di hadapan Aileen, malainkan dia berdiri tepat di depannya, sambil menatap kakak angkatnya tersebut dengan sebuah senyum manis di bibirnya yang merah. "Bagian aku datang ke perusahaan ini atau melihatku di sini?" tanyanya.
"Hailee, kau tidak pernah datang ke perusahaan ini bahkan ketika kedua orangtua kita masih hidup," Aileen menjawabnya, sambil beranjak pergi menuju coffee maker. "Kurasa kau membutuhkan secangkir kopi, aku akan membuatkannya untukmu."
Hailee dapat merasakan rasa panas membakar tubuhnya ketika dia mendengar Aileen menyebutkan orangtuanya dengan santai, tapi Hailee berusaha keras untuk tidak menunjukkannya di wajahnya.
Alih- alih berlari menuju Aileen dan menarik rambutnya lalu menghantamkan kepalanya ke dinding, Hailee justru duduk di kursi yang biasa Aileen duduki dan berkata dengan tenang, "aku tidak minum kopi, sejak kehamilanku ini. Bau kopi membuatku mual."