Lalu Riana mengangkat pandangan matanya ke atas. Memohon pengampunan kepada suaminya. Salah satu tangan mengenggam erat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tangan lain meraih kaki kanan suaminya. Berharap suaminya mau mendengarkan cerita darinya.
Akan tetapi, kemarahan telah menyelimuti hati tuan Farraz. Sehingga ia tidak sudi melihat lebih lama atau sekedar mendengarkan cerita sang istri. Dengan kasar ia menyentak kakinya, agar pegangan Riana pada salah satu kakinya terlepas. Sentakan tersebut memang berhasil membuat Riana menjauh.
"Pergilah! Aku tidak sudi lagi melihatmu!" tandas tuan Farraz.
"Tapi, izinkan aku menjelaskan semuanya! Sungguh itu bukan keinginanku! Ayahmu-"
"Jangan pernah bawa- bawa nama Ayahku dalam rencana kotormu!" sergah tuan Farraz tegas.
"Tapi itulah kenyataannya!" teriak Riana frustasi.
"Tutup mulutmu!" bantah tuan Farraz.