"Jam berapa ? Mungkin saya bisa nganterin kamu dulu sebelum berangkat ke kantor"
Tak ada sahutan. Sahna hanya diam dan terus menyantap makanannya, membuat Arbi lagi-lagi menghelah nafas kecewa karena sepertinya istrinya itu benar-benar tidak mau diantar olehnya.
Arbi menyerah. Dia tidak lagi bertanya, karena sepertinya Sahna memang tidak mau bicara dengannya.
Pagi ini terasa sangat canggung, tapi meski begitu dia cukup bersyukur karena untuk pertama kalinya dia bisa sedekat ini dengan Sahna istrinya dan ini cukup baik untuk hubungan mereka.
"Kalau begitu Saya berangkat dulu, kamu nanti hati-hati berangkat kuliahnya" ujarnya penuh perhatian.
arbi terlihat sibuk membenarkan dasi dan mengancing lengan baju panjangnya.
"Saya pergi"
Cup!
Sapuan Hangat dari bibirnya tiba-tiba saja Arbi berikan dikening istrinya.
"Assallmualikum" Pamitnya.
Arbi berjalan keluar dari rumahnya dengan Jas dan tas yang tersampir dilengannya.
Sahna masih terdiam, memandang kepergian Javas dari meja makannya.
"Waallaikumsallam"
Sahut Sahna lihir setelah mendengr suara mobil Javas berjalan pergi meninggalkan pekarangan rumahnya.
***
"Selamat pagi Mas Arbi" sapa Bi Imah begitu melihat Arbi
"Selamat pagi juga Bi Imah"
Suasana dirumahnya pagi ini sama saja dengan pagi sebelumnya, meskipun dia sudah memiliki istri namun, kehidupannya sama saja seperti pria belum menikah.
Di meja makan sudah tersaji banyak makanan lezat Tapi, orang yang menjadi istrinya tidak terlihat berada disana.
Arbi tau kalau istrinya tidak pernah menyukainya bahkan membencinya dia selalu menghindarinya, Arbi tau itu.
Selama hampir 2 bulan menikah setelah kejadian yang membuatnya jadi membenciku dan harus menikah denganku, Aku masih diam saja karena Dia mengira istrinya itu butuh penyesuaian untuk menerima semuanya.
Tapi lama-lama itu mebuat Aku lelah dan kali ini dia sudah tidak bisa mentolerir tingkah laku istrinya yang menurutnya tidak bertingkah dewasa.
"Sahna mana Bi ?" tanya Arbi dengan wajah dingin.
"Kayaknya masih di kamarnya, Mas" jawab Imah sambil menaruh gelas kaca di meja makan itu.
"Tolong panggilin ya Bi, suruh kesini" perintah Arbi saraya duduk di kursi.
"Saya sudah panggil tadi Mas, tuan tapi Mbak Sahna..."
"Saya gak mau tau. Bi imah cepat panggil dia kesini. kalau dia gak mau seret saja!" ucap Arbi menyelak perkataan Imah, mungkin karena Arbi sudah sangking gemasnya dengan tingkah Sahna.
"Bbb...bbaik Mas Arbi" sahut Imah dengan wajah takut, dia segera pergi menuju kamar Sahna yang berada di lantai dua.
Sahna seperti biasanya tengah berdiri di teras kamarnya sambil memandang pemandangan luar dengan padangannya yang sulit diartikan, dia memandang terus sampai suara ketukan pintu mengganggunya. "Mba Sahna... Mbak di minta turun kebawah untuk sarapan sama Mas Arbi" ucap seseorang dari luar kamar Sahna yang ia yakini adalah suara dari Bi Imah.
Cklek... Alina membuka pintu kamarnya dan memandang marah kearah pelayan tersebut.
"Haduh Bi Imah... Kan Saya sudah bilang kalau saya gak mau" ucap Sahna begitu ia membuka pintu, wajahnya terlihat kesal.
"Tapi Mbak..."
"Aku gak mau makan sama Dia bi, tolong bilangin ke Dia ya bi" jawab Sahna dengan rengekan, memohon pada Imah agar dia bilang pada lelaki yang menyuruhnya.
"Udah ya Bi, sekarang Bibi balik lagi, bilang sama Dia kalau saya gak mau makan, oke!"
Sahna segera mendorong tubuh Imah agar menjauh dari pintunya dan... Brakk!! wanita itu segera menutup pintu kamarnya kembali agar Imah tak bisa lagi membjuknya.
Tanpa sengaja Arbi mendengar kerasnya suara pintu yang di banting oleh Sahna, membuat pria itu segera bangun dari duduknya dan langsung saja berjalan cepat menuju kamar istrinya dengan rahang mengeras dan tangan terkepal.
"Sahna buka pintunya!" suara berat milik Arbi begitu terdengar jelas, pria itu terlihat marah sambil tanganya mengetuk tidak sabaran pintu kamar Sahna.
Tapi tidak ada jawaban dari dalam kamar itu, Sahna tidak mau menjawab apalagi membuka pintunya, Dan itu sukses membuat Arbi semakin murka.
Arbi kembali mengetuk pintu itu "Aku bilang buka pintunya atau kamu mau aku dobrak!" ujar Arbi lagi disertai dengan suara bentakkan, sementara Imah yang melihatnya hanya menunduk ketakuttan melihat kedua majikkan bertengkar.
Beberapa menit tetap tidak ada jawaban, Arbi menjadi bertambah marah, Pria itu sudah bersiap akan mendrobrak pintunya, tapi baru ingin mendobrak, pintu tersebut tiba-tiba terbuka dan menunjukkan wajah Sahna yang menatapnya tajam.
"Apa ?!" tanya Sahna sambil memandang sinis suaminya.
Arbi yang masih di liputi amarah langsung menarik tangan Sahna dengan kasar, membuat wanita itu sontak melotot kaget dan segera menepisnya.
"Ngapain sih kamu ?! Lepas!"
Sahna terus meronta, mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman milik Arbi, tapi tidak berhasil karena kuatnya tangan Arbi saat menggenggamnya, Pria itu malah menariknya untuk mengikutinya berjalan menuruni anak tangga hingga sampai di meja makan.
"Duduk!" tegas Arbi yang langsung mendudukkan Sahna di kursi sebelahnya
"Aku bilang aku gak mau!" ucap Sahna takkalah tegasnya, wanita terus memandang Arbi dengan kesal, Sahna segera berdiri dari kursinya dan ingin kembali kekamarnya, namun baru beberapa langkah Dia langsung terdiam karena suara Arbi.
"Kamu mau aku bikin bangkrut perusahaan ayah kamu di depan mata kamu?" ancam Arbi.
Aku nyaris frustasi, mungkin ini sudah batas limit kesabaranku, aku tidak tau lagi harusnya bagaimana caranya agar bisa menahan Sahna, perempuan itu sudah bagaikan tembok besar yang sangat sulit untuk di robohkan, aku bahkan sampai tidak punya cara lain selain mengancam. Aku benar-benar kehabisan akal.
Sahna menatap Arbi yang kini menatap wajahnya dengan penuh kebencian, Dia kembali duduk berat hati.
"Makan!" titah Arbi sambil menyodorkan piring berisi makanan untuk Sahna.
Namun Sahna tetap tidak mau menyentuh makananya, membuat Arbi kembali meliriknya "Kamu yakin gak mau ?" tanya Arbi dengan nada terdengar penuh ancaman.
Lagi-lagi Sahna tidak bisa berkutik dibuatnya, wanita itu kini mulai mengambil piring itu, memakan sarapannya dalam diam.
"Hari ini kamu kuliah ?" tanya Arbi di sela-sela sarapannya, namun Sahna tak menjawab sama sekalu, wanita itu hanya diam seribu bahasa.
"Kamu pulang kuliah jam berapa ? Biar nanti aku jemput"
Lagi-lagi tidak ada sahutan dari Sahna, namun sepertinya Arbi tetap tidak menyerah "Ka..."
"Kamu bisa diam gak ? Udah makan aja, jangan nanya-nanya terus" ketus Sahna yang langsung memotong pembicaraan Arbi, membuat pria itu hanya menghela nafas dan melanjutkan makannya.
Keduanya makan dalam diam, Arbi terus melihat kearah istrinya selepas dia menyuapkan sendok kedalam mulutnya, sementara Sahna hanya sibuk memakan sarapannya, dia sama sekali tidak melepaskan tatapan dari piring pipih berisi makanan.
"Aku pergi"
Arbi segera berdiri dari duduknya begitu piring sarapannya sudah habis, dia melihat kearah Sahna lalu langsung membungkukkan tubuhya agar bisa mengecup puncak kepala istrinya.
"Assallamualaikum..."
Sikap Sahna bagaikan patung saat Arbi mengecupnya, dia juga tidak peduli dengan kepergian suaminya itu.
Arbi pun melangkah keluar dari rumahnya, meninggalkan Sahna yang masih berada duduk disana sendirian.
Air matanya menetes keluar setelah beberapa menit kepergian Arbi.
"Aku benci kamu, Arbi!" ujar Sahna diiringi dengan air mata.