Chereads / The Last Memories / Chapter 34 - KEKANAKAN

Chapter 34 - KEKANAKAN

"Elena?"

Suara itu membuat langkah Ebi terhenti di dekat halte bus. Kepalanya memutar ke kiri, melihat Alfa yang sedang berlari sambil menggendong ransel sekolah ke arahnya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas sedikit.

"Tumben jalan, mobil kamu kemana?" tanya Ebi basa-basi sambil melanjutkan langkahnya.

"Ada di apart, lo mau kemana?"

"Sekolah, masa gak lihat aku pakai seragam? Kamu juga lagi pakai seragam."

Cowok itu tertawa renyah, menggandeng lengan kanan Ebi, dan berkata, "Temenin gue makan yuk! Masih ada waktu lima belas menit."

"Alfa, ini udah siang, waktunya masuk kelas."

"Iya, sisa lima belas menit doang Na. Abis makan langsung pulang kok, percaya deh sama gue!"

"Engga ah! Kamu kan bandel, suka bolos kelas, sekarang ngajakin aku bolos juga pasti!" tolaknya.

Alfa  mendengus pelan, memperhatikan jalanan besar yang masih lumayan sepi, "Yaudah, kalau gak mau telat kita bolos aja sekalian."

"Nah kan!"

"Bolos yuk!"

"Gak mau!"

"Kenapa? Asik loh! Gue jabanin lo bakalan betah bolos sama gue," jelas Alfa.

"Engga, aku udah pernah bolos sama alzam. Sekarang gak mau bolos lagi," sahut Ebi tegas.

"Nah kan!"

"Nah kan apa?" kali ini Ebi menoleh sekilas.

"Nah kan, udah perbah bolos. Sekali doang Na, abis itu gue anterin lo pulang deh, gak akan lama."

Gadis itu terdiam, memikirkan konsekuensi jika bolos dengan putera donatur sekolahnya. Belum lagi dengan panggilan dari guru BKnya yang pasti akan memberikan peringatan keras.

Ebi menghela, menggeleng tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Alah! Kali ini aja, asik kok tempatnya, soal guru santai aja! Nanti si alya gue suruh bikin surat izin sakit biar lo gak di cariin guru BP," ucap Alfa.

"Tapi Fa-"

"Udah, yuk ikut!" potong Alfa sambil menarik lengan Ebi untuk masuk ke dalam taxi.

***

Benda beroda empat itu berhenti di pinggi jalanan sepi dengan pohon jati yang berjejeran. Ebi keluar bersama Alfa dengan kening yang terus bertaut. Ia tidak tahu tempat apa, dan apa yang akan di lakukan Alfa bersamanya di dalam hutan itu.

Hutan yang terlihat menyeramkan, dan sangat sunyi itu membuat Ebi enggan untuk masuk. Namun, Alfa terus memberikan paksaan agar gadis itu mau masuk ke dalam bersamanya.

Sepuluh menit lamanya mereka berjalan menyusuri hutan dengan jalanan kecil yang menjadi peta. Semakin dalam semakin menakutkan, tapi cahaya mentari yang masuk memberikan warna indah pada dahan berwarna cokelat kekuningan itu.

Kedua sudut bibir Ebi tertarik ke  atas, ia terus mendongak. Memperhatikan pohon tinggi nan kurus yang menjulang ke atas, bersama dengan burung indah yang terus terbang di atas sana.

"Cantik ya Na," ucap Alfa  tiba-tiba.

"Cantik."

"Ada yang lebih cantik lagi Na, bentar lagi kita sampai!"

Ebi menoleh, dan melanjutkan langkahnya yang berubah menjadi lebih cepat.

Akhirnya mereka sampai, di depan sana terlihat taman bermain. Ebi berpikir jika alat-alat itu milik Alfa, karena tidak mungkin orang lain yang meletakkannya hanya karena iseng.

Gadis itu menghela, berjalan mendekati bathup yang terpajang di dekat ayunan. Keningnya bertaut dalam, bathup itu terisi dengan dua benda. Setengahnya terdapat bola kecil, dan setengahnya lagi dedaunan kering berwarna merah.

"Kenapa Na?" tanya Alfa sambil bermain ayunan.

"Kenapa di isi daun Fa?" Ebi menoleh dengan raut muka bingungnya.

Alfa hanya tertawa, dan menggeleng tidak mengerti. Ia segera turun, kemudian menghempaskan tubuhnya di dalam bathup besar itu hingga semua bagian tubuhnya menghilang terkecuali kepala, dan dua telapak tangannya.

"Ayo, Na! Ini seru tahu!" ajak Alfa dengan tawa renyahnya, "Gue gak ngerti kenapa  bisa kepikiran soal ini, tapi ini asik sih! Perpaduan bola, sama daun kering yang bisa aja retak, haha!"

"Kamu aneh," sahut Ebi.

"Dari dulu, makanya ayo main!"

Gadis itu menggeleng, lebih memilih untuk bermain ayunan dengan kursi berwarna emas di sana. Namun, perhatiannya terus berfokus pada Alfa. Cowok yang sekarang sedang asik bermain mandi bola dengan daun kering, ia terus tertawa sepanjang permainan. Terlihat seperti anak kecil yang baru pertama merasakan mandi bola.

Ebi tersenyum, menggelengkan kepalanya kecil, "Kamu lucu Fa."

"Dari dulu, kenapa lo baru tahu sih Na? Gue jadi heran deh," sahut Alfa  tanpa menatap lawan bicaranya.

"Gak tahu, mungkin karena kamu gak ngasih tahu aku."

"Halah! Alesan Na, bilang aja lo sibuk perhatiin alzam, jadi gue ketutupan."

"Emangnya kenapa sama alzam?"

Alfa  menggeleng sambil keluar dari tempat bermainnya, "Ya  gapapa, sesuka hati lo aja  mau perhatian ke siapa. Gue mah apa? Berlian yang terlupakan."

"Jadi kamu berlian?"

"Kentang Na kalau lo gak tahu," sahut Alfa dengan kekehannya sebelum mendorong ayunan Ebi.

"Ahaha! Kamu bukan kentang Fa, kamu berlian. Aku tahu kamu berlian yang tidak bersinar."

"Iya, kalah terang sama cahayanya alzam."

***

Cowok itu berjalan mendahului teman perempuannya. Tingkahnya sangat banyak, sedari tadi tidak bisa diam.

Ebi hanya memperhatikan Alfa yang asik melompat-lompat sambil berlari. Menghamburkan daun kering sambil memanggil-manggilnya nama Elena berulang kali.

"Fa, kotor jalanannya," peringat Ebi.

"Gapapa, yang punya hutan ini juga nyokap gua."

"Ha? Keluarga kamu?"

Alfa menoleh, mengangkat bahunya acuh, dan kembali melompat, "Kebanyakan harta, sampai beli hutan kaya gini."

"Pantesan."

"Pantesan apa Na?"

"Sifat keluarga kamu juga ada di kamu. Beli alat-alat bermain tadi, apa lagi ada bathup yang harusnya di toilet, malah di hutan," jelas Ebi.

"Abisnya gue bingung Na, mau naro mainannya di rumah lo juga pasti kena tolak, di rumah juga pasti nyokap gue ngomel. Akhirnya gue taro aja di sini, gak aka ada yang tahu, dan bakalan jadi tempat bermain kita berdua!"

"Berdua?"

"Iya dong! Kan cuman lo doang yang boleh pegang semua mainannya, gak ada yang boleh pegang selain lo."

"Kalau ada gimana?"

"Gue kasih pelajaran, terus gue pindahin alat-alat tadi supaya gak ada yang tahu," sahut Alfa sambil berlari menghampiri Ebi, "Capek ya Na? Gue udah telepon taxi, tapi signal gak ada."

"Gapapa kok Fa, aku gak capek."

"Dari raut muka sih agak bohong, tapi mendingan gue kasih sesuatu biar kaki lo yang kecil ini gak capek," ucap Alfa, menghentikan langkahnya, dan langkah Ebi secara mendadak.

"Ngasih apa?" tanya Ebi penasaran.

"Gendongan!" Dengan sigap, Alfa langsung menggendong Ebi.

"Alfa, aku berat!"

"Lo enteng, gak berat sama sekali," sahut Alfa, memberikan senyuman khasnya dan terus berjalan lurus ke  depan.

Ebi hanya  menghela, membiarkan cowok yang sok kuat itu menggendongnya hingga bertemu dengan jalan raya yang sudah ramai.

"Turunin Fa!" perintah Ebi.

Alfa menurut, menurunkan Ebi dengan berhati-hati, dan menyetop taxi yang tiba-tiba saja terlihat.

"Anterin ke  jalan melati, gang sempit yang ada di kiri jalan ya! Anterin sampai selamat, inget loh Pak sampai selamat!" ucap Alfa  pada sopir taxi tersebut.

Pria paruh baya dengan kumis tebalnya itu mengangguk, dan Alfa segera memberikan beberapa uang lima puluh ribu miliknya. Membuka pintu bagian belakang, dan mempersilakan Ebi untuk segera masuk.

"Kamu?" tanya Ebi setelah Alfa menutup pintunya.

Alfa sedikit menunduk, "Gue ada urusan, lo pulang duluan ya! Nanti kabarin gue  kalau udah sampai!"

"Aku gak ada  nomor kamu."

"Ada kemarin gue isi, namanya alfa ganteng!"

"Ih! Kenapa di tambah embel-embel kaya gitu sih?" protes Ebi tak suka.

"Gapap, biar lo makin inget, dan makin sayang sama gue!"

***