Alfa terus memperhatikan cowok yang sedang berdiri di dekat pintu kelasnya. Namun, jika di perhatikan lebih jelas lagi, cowok asing itu memberikan senyum kepada Ebi, dan gadis itu pun membalas senyumannya.
"Dia siapa Na?" tanya Alfa penasaran.
"Alzam."
"Pacar lo?"
"Bukan, dia temanku."
Kening Alfa semakin bertaut dalam, "Lo bilang tadi gak punya temen, kenapa sekarang punya?"
"Iya di kelas ini, tapi aku punya alzam. Emangnya kenapa Fa?" tanyanya bingung.
Alfa berdecih kesal, ia pikir tak ada yang mau berteman dengan Ebi. Ternyata tidak, ada satu cowok yang mau berteman dengan gadis itu.
"Terus kenapa lo nolak gue?"
"Nolak gimana?" tanya Ebi yang semakin bingung.
"Kita asing, artinya lo gak mau temenan sama gue."
"Bukan gitu Fa, aku mau berteman sama kamu. Aku gak pilih-pilih teman, aku jujur sama kamu, tapi."
"Tapi kenapa?"
"Gapapa kok Fa, kelas udah selesai. Bell juga udah bunyi sejak tadi, terus tugasku juga sudah selesai, aku duluan ya Fa!" ucap Ebi sambil membersihkan alat tulisnya, memasukkannya ke dalam tas.
Gadis itu segera berjalan menghampiri Alzam. Sementara Alfa, ia masih memperhatikan kedua remaja itu. Tatapan datarnya membuat Alzam ikut memperhatikan dengan kening bertaut dalam.
"Dia siapa Ta?" tanya Alzam.
"Siapa?"
"Yang duduk sama kamu."
"Oh, dia alfa. Anak baru, baru hari ini, duduknya sama aku," jelas Ebi.
"Hm, gitu. Artinya kamu sama dia jadi temen dong ya?"
"Al, apa jadi temen baru itu harus punya nomor telepon ya? Dia tadi minta, tapi gak aku kasih. Aku inget apa yang kamu bilang, jadi gak aku kasih. Terus dia jadi kesel, katanya aku gak mau temenan sama dia."
Alzam tersenyum tipis, mengelus rambut Ebi gemas, dan berkata, "Kamu gak salah kok Ta. Kamu boleh kasih ke orang yang udah deket banget sama kamu ya, bukan yang baru jadi teman!"
"Emangnya wajib ya Al buat punya nomor telepon orang yang baru di kenal?" tanya Ebi dengan yang bertaut dalam.
Cowok itu masih tersenyum manis, menggandeng lengan Ebi untuk pergi meninggalkan kelas, seraya berkata, "Gak wajib, cuman kebanyakan orang kan mau ngebangun relasi baik sama orang baru. Makanya itu mereka minta nomor telepon, kenalan lebih deket lagi lewat sana. Kalau kamu gak mau ya gapapa Ta, itu hak setiap manusia."
***
"Mau ice cream Ta?" tanya Alzam sebelum menghentikan langkahnya.
"Engga Al."
"Oke, aku beliin!"
"Alzam?!" panggil Ebi kesal.
Alzam tak menyahut, ia segera pergi menghampiri penjual ice cream di sekitar taman. Ebi merasa kesal, dan segera menyusul Alzam sambil berlari. Keduanya berdiri di depan toko ice cream kecil itu.
"Dua corn ice cream vanilla ya Pak, satunya di tambah serbuk cokelat!" ucap Alzam.
"Oke, dua corn ice cream vanilla ya!" sahut pria paruh baya itu dengan keras.
Pria itu mulai mengambil corn, memberikan ice cream dengan sangat cepat. Bahkan taburan cokelat bubuknya di taburkan dengan cepat, hingga tumpah, dan membuat mejanya kotor.
"Sepuluh ribu Mas," ucap pria itu sambil menyodorkan ice cream pesanan Alzam.
Ebi segera membayar, dan di terima oleh penjual. Namun, Alzam memberikan tatapan kesal pada gadis yang menatapnya dengan senyuman tipis.
"Ta, kok kamu yang bayar sih?"
"Kenapa sih Al? Kali ini aja aku bayarin, aku juga gak mau kamu bayarin terus," sahut Ebi.
Alzam menghela, memberikan satu corn ice cream itu kepada Ebi, dan mengajak gadis itu pergi. Menghampiri kursi taman yang mulai kosong.
Pemandangan taman sore itu terlihat sangat indah. Sinar mentari yang membuat Ebi merasa panas, dan berkeringat tak membuatnya ingin segera pergi. Ebi senang, suasana baru kembali di rasakan bersama Alzam.
"Al, kamu inget cowok yang aku pernah ceritain di rooftop dulu gak? Yang aku di ajarin sama cowok asing waktu ada tugas," ucap Ebi, menatap Alzam dengan raut muka senangnya.
"Iya, kenapa emangnya?"
"Cowok itu alfa, anak baru yang kamu lihat tadi. Dia juga inget sama aku, makanya minta nomor aku. Cuman aku gak ngerti buat apa dia minta nomornya," jelas Ebi bingung.
"Oh jadi dia, tapi kenapa aku ngerasa gak asing ya Ta?"
"Aku denger orang tuanya itu donatur sekolah kita. Mungkin aja dia pernah dateng ke sekolah waktu orang tuanya dateng juga."
"Bisa jadi sih, tapi kenapa dia ada di atap subuh-subuh coba? Terus kenapa kamu gak ngerasa janggal?" tanya Alzam bingung.
Ebi mengangkat kedua bahunya acuh, "Gak tahu, gak ada pikiran negatif waktu itu."
"Ebi?!"
Teriakan itu membuat Ebi, dan Alzam menoleh ke arah asal suara. Mereka melihat dua remaja yang masih mengenakan seragam sekolah tengah berlari ke arah mereka.
"Nera, ngapain di sini? Kok bisa sama Abar sih?" tanya Ebi.
Nera tersenyum malu sambil menggaruk punggung lehernya, "Main dulu Bi, males pulang. Jadi mutusin buat main bareng juga, eh gak tahunya ada kamu. Iya kan Bar?"
Abar mengangguk setuju, "Siapa Bi?"
"Alzam, kenalin ini Alzam. Alzam ini Nera, terus ini Abar. Mereka temanku, tetanggaku," jelas Ebi.
Alzam memberikan jabatan tangan kepada dua teman Ebi dengan bergantian.
"Udah lama di sini?" tanya Abar.
"Belum, baru aja kok," sahut Ebi pelan.
"Aku ambil bangku dulu ya Bi. Biar gak canggung juga pada duduk sama berdiri."
Ebi hanya mengangguk, dan Alzam ikut beranjak untuk memberikan bantuan kepada Abar. Kedua cowok itu mencari bangku taman yang tempatnya lumayan jauh.
"Bi, itu cowok yang kamu ceritain itu?" tanya Nera penasaran, ia mulai duduk di samping Ebi.
Ebi mengangguk, "Iya, dia orangnya."
"Gila! Ganteng banget, kalian cocok. Dia juga baik banget, aku pikir dua suka sama kamu."
"Gak mungkin, mantan pacarnya itu cantik. Gak mungkin dia suka sama cewek kaya aku Ra, jangan terlalu bermimpi!" sahut Ebi tak percaya.
"Ih! Ebi, dari cerita yang aku denger itu alzam ngasih kode kalau dia suka sama kamu. Tapi kamunya aja yang gak peka, kamu harus peka supaya dia gak pergi!"
"Nera, dia baik ke semua orang. Aku gak mau berharap berlebihan, lebih baik aku anggap semua kebaikannya sebagai teman sama rasa."
Kening Nera bertaut dalam, ia tidak mengerti dengan maksud Ebi yang mengatakan teman sama rasa itu.
"Udah deh Ra, alzam gak suka sama aku, dan dia nganggep aku sebagai teman," ucap Ebi sebagai jawaban finalnya.
Nera hanya menghela samar, "Aku yakin dia suka sama kamu. Aku yakin seratus persen tanpa ada kesalahan, kalau dia sampai nyatain perasaannya ke kamu, jangan kamu tolak Bi!"
"Astaga, jangan bilang kaya gitu Nera. Alzam gak suka sama aku!"
"Kalau beneran gimana Ta? Aku emang suka sama kamu."