Kedua orang itu saling diam kembali. Masing-masing dari mereka sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing. Tapi entah apa, sebab tiada seorang pun yang dapat mengetahuinya.
Apakah itu tentang cinta? Sahabat? Ataukah, lainnya?
Waktu terus berjalan. Rembulan sudah mulai condong ke sebelah barat. Kentongan kedua baru terdengar selesai dibunyikan. Eyang Wijaya Kusuma dan Raka Kamandaka masih berada di batu hitam sebesar pintu itu.
Keduanya belum beranjak pergi dari sana. Seolah mereka sedang menunggu sesuatu.
"Eyang, apakah kau mendengar sesuatu?" tanya Raka sambil melirik ke arah Eyang Wijaya.
Wajah pemuda itu tiba-tiba tampak tegang. Seperti ada sesuatu yang telah membuatnya terkejut setengah mati.
Eyang Wijaya tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia mempertajam indera pendengarannya. Setelah beberapa saat menunggu, dia pun mengetahui maksud dari pertanyaan Raka Kamandaka barusan.