Jelita seperti orang mabuk setiap hari. Ia sampai bosan karena terus menerus mual dan muntah. Nyaris tanpa hari tanpa mabuk. Dalam kesendiriannya mengatasi kehamilan sendirian, Jelita belum memberitahukan orang tua atau keluarganya sama sekali. Teman sejawatnya terus memantau dengan memberikan obat-obatan dan vitamin yang cukup demi kesehatan Jelita. Sedangkan Jelita tengah berpikir untuk melakukan aborsi.
Bel di depan apartemennya berbunyi pertanda dua sahabatnya Melanie dan Ailen telah datang untuknya. Jelita memanggil mereka untuk bercerita tentang kehamilannya dan meminta dukungan untuk melakukan aborsi.
"Hai, kalian datang!" ucap Jelita memeluk kedua sahabatnya itu begitu mereka berdiri di depan pintu.
"Masuklah!"
"Kamu kelihatan pucat! Apa kamu sakit?" tanya Ailen sambil masuk dan melepaskan kacamata hitamnya dan meletakkannya di atas kepala. Melanie ikut membawa makanan hangat pesanan Jelita.