"Odi? Kau Odi, kan?"
Kening Odi mengernyit mendengar tetangga barunya menyebut namanya. Dia menatap sepasang mata bulat pria itu sambil bertanya-tanya kapan dia pernah bertemu dengan pria ini.
Dulu Odi memiliki banyak teman dan sering keluar untuk shopping atau hanya sekedar berkumpul bersama.
Teman sekolah, teman kuliah, bahkan teman kantor disaat dia masih menjadi pegawai magang, Odi berteman dengan semuanya.
Tapi baru empat tahun terakhir ini, Odi lebih tertutup. Dia tidak lagi menerima ajakan keluar teman-temannya.
Dan dia juga tidak begitu dekat dengan orang-orang kantor di perusahaannya yang baru.
Jika tetangga baru ini mengenalnya dan mengetahui namanya, itu berarti orang ini adalah temannya di masa dia masih bergaul dengan teman-temannya.
Odi mencoba menggali ingatannya, tapi dia tidak ingat dia bertemu dengan orang ini.
Terbiasa dengan mengingat sejumlah angka dalam waktu singkat, daya memori ingatan Odi cukup tajam.
Dia akan selalu ingat wajah orang yang ditemuinya, apalagi orang yang akrab dengannya dan telah memanggilnya Odi.
Tapi... kenap dia tidak ingat satupun mengenai orang ini?
"Kau mengenalku?"
"Tentu saja. Mana mungkin aku melupakanmu?" senyuman lebar yang menawan menghiasi wajah tampan pemuda itu.
Yah, kalau Odi boleh menilai ketampanan orang ini, Odi akan memberinya nilai 10 dari 10. Tetangga barunya memang luar biasa tampan hingga sangat cocok sekali menjadi model.
Kalau seandainya ada agensi entertainment yang merekrut seseorang, tidak diragukan lagi, orang ini pasti akan terpilih menjadi aktor utama mereka.
Sayangnya, meskipun orang ini memiliki ketampanan yang sempurna, Odi tidak merasakan debaran. Dia memandang pria itu sama seperti pria biasa lainnya yang memiliki ketampanan senilai 6 atau 7.
"Maaf. Tapi aku tidak mengenalmu." sahut Odi dengan cuek sambil berusaha mendorong pintu apertemennya dan secara tidak langsung mengusir tetangga barunya.
"Kau tidak mengenalku?" entah kenapa Odi bisa mendengar nada kecewa disana. "Apakah kau benar-benar sudah melupakanku?"
Odi sama sekali tidak peduli dengan nada kecewa yang tersirat pada suaranya. Dia merasa luar biasa jengkel karena tenaga pria ini jauh lebih besar darinya.
Bagaimana caranya dia menutup pintunya kalau tangan pemuda ini masih menahan pintunya.
Sebelah kaki tetangga barunya bahkan nyaris melewati garis batas pintunya!
"Tuan. Lepaskan tanganmu dari pintuku atau aku akan berteriak. Mengganggu privasi orang lain sangat tidak sopan apalagi kau adalah penghuni baru di tempat ini." ucap Odi dengan dingin tanpa menghiraukan ekspresi terkejut dari tetangga barunya.
"Kau... sudah berubah. Dulu kau tidak seperti ini."
Odi mendengus sinis mendengarnya. Dia sudah terlalu sering mendengarnya dari mulut teman-temannya di acara reuni.
'Odi, kau banyak berubah.'
'Kenapa sekarang penampilanmu jadi acak-acakan gitu, sih?'
'Sekarang kok sulit kalau mau hubungi kamu. Ada apa?'
'Odi, apakah ada masalah dalam keluargamu? Aku dengar orangtuamu telah bercerai.'
Odi menggertakkan giginya mengingat apa saja yang ditanyakan teman-temannya. Awalnya mereka hanya berbasa-basi menanyakan kabarnya, tapi ujung-ujungnya mereka ingin tahu kondisi perceraian orangtuanya.
Ayah dan ibunya adalah pasangan suami istri yang ideal. Mereka jarang bertengkar, sama-sama menyayangi Odi dan memanjakannya. Terlebih dari itu semua, mereka berdua tampak sangat bahagia dan sang ibu selalu menyambut kepulangan ayahnya dengan menyiapkan masakan favorit dan mengecup pipinya.
Odi melihat hubungan kedua orangtuanya sangatlah mesra dan mereka menjadi panutannya dalam memilih calon suami.
Jika seandainya Odi telah menemukan calon suami, dia berharap hubungannya dengan suaminya semesra kedua orangtuanya.
Odi merasa sangat bangga memiliki kedua orangtua seperti mereka. Teman-temannya bahkan merasa iri padanya karena kebanyakan ayah mereka akan bekerja hingga larut malam dan tidak punya waktu untuk menemani mereka.
Sayangnya... hubungan ayah ibunya yang tampak kokoh dan bertahan seumur hidup kandas hanya dalam satu malam.
Tidak lama kemudian keduanya bercerai dan semenjak itu, Odi mulai berubah secara perlahan.
Dia memandang segalanya ke arah pesimis dan memutuskan untuk tidak menikah.
Itu sebabnya... dia melarikan diri saat kekasihnya melamarnya dan ingin membentuk keluarga baru dengannya.
Ah... kenapa dia malah teringat akan mantan kekasihnya? Sudah lama dia tidak memikirkannya. Kenapa tiba-tiba wajah mantannya muncul didalam pikirannya?
Odi melirik ke arah tetangga barunya dengan sikap garang.
"Apa urusanmu aku berubah atau tidak? Kau tidak mengenalku dengan baik tuan, dan sepanjang yang aku ingat, kita tidak pernah bertemu. Lepaskan tanganmu dari pintuku, atau aku akan memanggil sekuriti!"
Pria itu menatap ke arah Odi dengan sedih, tapi menurunkan tangannya secara perlahan.
BAM!!
Pria itu bahkan harus melangkah mundur kebelakang saking kerasnya suara pintu tang tertutup.
Kenapa gadis itu terlihat marah sekali? Seharusnya dia yang marah!
Tidak hanya Odi tidak mengenalinya, tapi gadis itu juga mengusirnya dengan kasar. Dia merasa seperti orang asing tiap kali Odi bersikap seperti itu, padahal dia bukanlah orang asing.
Apa yang telah membuat Odi yang ceria dan mudah tersenyum begitu banyak mengalami perubahan?