Ratih bingung. Ia juga didesak oleh uminya untuk memilih. Hakim dan Azzam, siapa sesungguhnya lelaki yang ditakdirkan untuknya? Ia tidak memiliki salinan diri untuk dibagi ke mereka.
"Jangan terlalu dibawa pikiran. Kehidupan pernikahan itu tidak untuk satu dua tahun, tapi hingga maut memisahkan, hingga nafas terakhir berembus dan abadi hingga di syurga-Nya. Pikirkanlah dengan baik-baik. Eyang tidak memaksamu. Pilihan ada pada tanganmu Neng Gelis."
Benar, itulah alasan mengapa bahtera rumah tangga itu dibangun dasar dengan iman. Tanpa iman yang kokoh melandasi hubungan, maka bahtera rumah tangga itu rapuh, bisa saja roboh diterpa badai ujian. Barulah setelahnya disusul dengan cinta, komunikasi, saling mengerti dan saling mendukung.
"Eyang, lagi ngobrol apa sih? Azzam boleh ikutan gabung?"
Azzam memeluk leher Eyang Maya dari belakang, membuat wanita tua itu sedikit terkejut.
