Ratih meremas gamisnya saat mendengar penuturan Umi yang berkata bahwa wajar saja Hakim belum bisa menerima kepergian Ratna meski dua tahun telah berlalu secepat kilat. Uminya itu berkisah bagaimana harmonisnya mereka setiap harinya. Hakim yang begitu memanjakan Ratna melebihi seperti perlakuan Ratih pada adiknya itu. Memperhatikan betul pola makan Ratna dan tidak membiarkan gadis itu merasa lelah sedikit pun, bahkan tidak jarang Hakim mengendong Ratna menaiki tangga jika tidak ada orang yang melihat.
"Mi, temen Ratih manggil nih. Ratih tutup ya, Mi." Ratih sudah tidak tahan mendengarnya, hal semacam itu tidak akan memperbaiki suasana hati Ratih, justru malam memperburuk keadaannya. Hatinya seperti kembali diremukkan dan dihantam berkali-kali menggunakan gada.
"Iya Umi sayang, Ratih baik-baik saja. Sudah dulu ya. Assalamu'alaikum." Bergetar hebat bibirnya saat berucap salam penutup. Ya Allah, perih sekali rasanya.