Ratih tertegun mendengar syair puisi yang dibaca oleh pemuda yang baru saja tiba itu. Itu adalah syair puisi pada bab pertama novel yang dibacanya. Sebuah syair singkat yang mengisahkan perjalanan mahligai pernikahan tokoh utama dalam novel itu.
Dipandangnya sekilas Azzam yang mendaratkan bokongnya pada sofa empuk di seberangnya saat mengucapkan, "Assalamu'alaikum."
Ratih mengalihkan pandangan ke asal tempat saat menjawab, "Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Lalu pandangannya menunduk, terhenti pada buku bacaannya.
"Mas Azzam tahu puisi itu?" tanyanya pelan, masih dengan desiran aneh yang bergelnyar aneh dalam dadanya. Ia teringat akan pertemuan terakhirnya, saat pria ini menyelamatkannya dari cengkraman tangan Hakim tempo hari. Dengan kalimat yang lantang pria ini seolah mengindikasikan kepemilikan terhadap dirinya. Bahkan pemuda ini kembali padanya dengan membawa serta salep untuk tangannya yang memerah dan meminta maaf sebab lancang mencampuri urusannya dengan Hakim.