Saat Rizal tiba di warung nasi dia segera masuk. Dengan membawa sebungkus bubur ayam.
Rizal tampak menghembuskan nafas berat dengan raut muka tak senang. Dia menatap sosok wanita yang duduk di kursi meja makan. Wajah Rena pucat pasi. Keringat membanjiri dahinya. Tangannya yang terkulai lemas menandakan kodisi tubuhnya yang lemah.
"Rena," teriak Rizal berjalan mendekat.
Dia segera meraih tangan kecil istrinya yang sudah terasa dingin.
"Kau belum makan, bukan?" Tanya Rizal.
Rena yang sudah lemah tidak menjawab Rizal. Ia sudah malas melihat tampang suaminya. Semua yang terjadi pada dirinya kini karena ulah suaminya itu.
Dan, sekarang Rizal berpura-pura peduli pada dirinya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini.
Rena lebih memilih memalingkan mukanya dan melihat ke meja makan di hadapannya, dari pada melihat muka suaminya itu.
Rizal menghapus keringat Rena. Keringat dingin tampak mengalir di sudut dahi dan di bawah hidungnya.
"Kenapa kau tidak sarapan?" tanya Rizal.
Namun Rena tetap diam.
"Ya sudah kau makan dulu bubur ayam ini," kata Rizal sambil membuka kotak makanan itu.
"Buka mulutmu!" kata Rizal.
Walaupun sering menyakiti Rena, sebagai suami Rizal tidak mau istrinya sakit. Dan, di lubuk hatinya yang paling dalam dia sangat menyayangi wanita ini.
Rena menurut saja dengan membuka mulutnya. Dan memakan bubur ayam itu sampai habis.
Rena bertanya ke Rizal.
"Kenapa kau repot-repot membantuku? Kenapa kau tidak membiarkan aku sakit saja?" ujar Rena.
Kenapa tiba-tiba sosok laki-laki ini berubah dan peduli terhadapnya. Padahal, baru pagi tadi dia menerima perlakuan kasar dari suaminya itu.
Sudahlah, Rena malas berdebat sekarang. Yang penting dia harus memulihkan tenaganya dulu. Cukup sudah tenaganya terkuras hari ini.
"Ayo kita pulang." Kata Rizal
Rena mengangguk saja, dan berjalan pulang bersama Rizal.
Sampai dirumah dia langsung membuka pintu dan menuju kamar. Merebahkan badannya di ranjang kayu sederhana berwana hitam berukiran burung garuda.
Dengan alas kasur bermotif bunga mawar merah, Rena mulai memejamkan matanya. Sambil menghilangkan beban pikirannya. Dan dirinya sudah tidak mempedulikan Rizal lagi.
Diluar kamar, sosok lelaki kurus tadi berdiri tegak dengan tangan memegang handle pintu. Niatnya mau masuk, tapi diurungkannya. Mungkin dia perlu memberikan Rena waktu beristirahat.
Dalam hatinya, "Maafkan aku sayang, selama ini aku selalu menyakitimu."
Dengan mata yang berkaca-kaca dia memegang kepalanya. Sedikit meremas rambutnya yang lengket dan berminyak itu.
Dia sadar telah menyakiti istrinya selama ini. Dalam hati dia ingin memperbaiki sikapnya. Ingin membahagiakan Rena seperti dulu.
Rizal tentu harus mencari pekerjaan lagi. Cukup sudah Rena bekerja. Istrinya tidak akan sanggup kalau terus menerus begini.
Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di dalam kepala Rizal, satu-satunya jalan adalah berusaha mencari kerja ke tempat temannya.
"Semoga usaha ini mendapat hasil yang baik," ujarnya dalam hati.
Didalam kamar Rena belum memejamkan mata, tetapi ia mendengar pintu berbunyi dan ada orang keluar.
"Mungkin Rizal keluar," katanya dalam hati.
Sebenarnya, Rena kasihan terhadap Rizal. Selama ini dia belum bisa memberikan hati dan cintanya kepada Rizal. Jelas saja, sulit bagi dirinya untuk melupakan Deno.
Mengingat nama pria yang dulu pernah menjadi pujaan hatinya membuat Rena dirundung pilu. Mereka menjalin kasih dengan niat berumah tangga dan hidup berpasangan selamanya.
Tiba-tiba ayah Rena membuyarkan semua mimpi tersebut. Ia dijodohkan dengan Rizal dan tak bisa menolak. Ayahnya adalah sosok yang keras dan memaksakan untuk menjodohkannya dengan Rizal.
Belum lagi kelima kakak laki-lakinya yang selalu mengekang langkahnya. Tidak satupun keluarganya yang tahu Rena pernah berpacaran dengan Deno.
Air matanya mengalir. Mengenang kisah indahnya dulu bersama Deno.
Kembali ke masa lalu. Pada suatu sore.
Rena jalan-jalan bersama Ani. Mereka bercerita, mengenai hubungan Rena dan Deno.
"Bagaimana hubunganmu bersama Deno? Aku dengar kau dijodohkan dengan Rizal. Apa benar?" ujar Ani.
Rena tampak berpikir keras. Bagaimana dia harus menjelaskan semua ini karena dia pacaran sembunyi-sembunyi bersama Deno.
"Aku gak tahu Ni. Selama ini aku pacaran tidak ada yang tahu. Kalau tahu pun pasti tidak diizinkan."
Rena kemudian meminta pendapat Ani.
"Bagaimana aku harus menjalani ini Ni. Aku tidak mau keluarga tahu. Aku tidak cukup berani memberi tahu mereka," ujar Rena Dengan raut muka sedih.
Ani paham keadaan Rena. Ia tahu ayah Rena adalah orang yang sangat tegas dalam mendidik anaknya. Apalagi anak gadis satu-satunya.
"Tapi, sejujurnya kalau dilihat secara objektif. Melanjutkan hubungan seperti ini juga sangat sulit," kata Ani.
Rena tampak berpikir. Dalam hatinya tak mau berpisah dengan Deno.
"Nanti kalau kalian ketahuan pacaran. Pasti sulit melanjutkan lagi, apalagi abang-abangmu itu," ujar Ani.
"Iya ya... Memang pasti begitu," kata Rena lirih
Rena merenung sejenak sambil berpikir bagaimana kelanjutan hubungannya. Karena setiap mendengar perjodohan dengan Rizal membuatnya tak nyaman.
"Benar kata Ani. Sebelum terlalu lama, lebih baik aku berpisah baik-baik," katanya dalam hati.
Kalau hubungan ini dilanjutkan, keduanya tidak akan bisa bersama. Percuma memberi tahu keluarga sejujurnya. Yang ada Rena akan diceramahi oleh ayahnya dan mendapat pertentangan dari kakak-kakaknya.
Rena dan Ani kemudian pulang karena hari sudah terlalu sore.
Dua hari kemudian Rena keluar bertemu Deno. Tekadnya untuk putus dari pria yang dicintainya sudah kuat.
Sore itu, Rena menunggu di lapangan voli, tak jauh dari rumahnya. Lapangan itu digunakan oleh pemuda-pemudi kampungnya untuk bermain dan berolahraga di sore hari. Tempatnya lumayan luas.
Semilir angin sore yang bertiup. Membelai rambut hitam sebahu Rena. Wajah cantik putih itu terlihat merona terkena cahaya matahari sore yang akan segera tertelan oleh jingga senja.
Seperti adegan film drama romansa yang menjungkirbalikan dua sejoli saat saling mendamba. Dua perasaan yang bersatu menjadi sebuah cinta suci akan segera dipisahkan oleh hati yang egois dan ketidakpedulian.
"Ehem.." suara Deno menepis lamunan Rena.
Si gadis impian Deno langsung menoleh ke samping. Sejujurnya, Rena tidak tega mengatakan maksud dan keinginannya kepada Deno.
"Ada apa Ren? Kenapa kita bertemu disini," ujar Deno.
"Deno...Kita putus," kata Rena.
Deno langsung mengernyitkan dahi. Bak petir di siang bolong, nafasnya tercekat. Apakah yang didengarnya ini benar-benar nyata.
"Ke..ke..kenapa Rena? Putus bagaimana..?" kata Deno seolah tak percaya dengan ucapan kekasihnya itu.
***
Itulah sedikit ingatan Rena saat kembali ke masa lalu mengingat romansa-nya dengan Deno.
"Sudahlah, aku harus melupakan masa laluku," kata Rena berkata lirih.
Sudah cukup 4 tahun ini Rena memendam rasa. Mungkin dia harus membuka lembaran baru bersama Rizal.
Walaupun Rizal kasar padanya, tapi tetap saja pria kurus itu adalah suaminya.
Mungkin sikap itu juga yang membuat Rizal bosan menghadapinya. Selama ini Rizal sudah belajar menerima hati Rena yang tidak ada untuknya. Sampai akhir ini dia berubah. Mungkin tidak ada harapan untuknya di hati Rena.
Lelaki mana yang sanggup diperlakukan seperti itu....