Sebaik-baiknya seseorang, pasti memiliki batasan. Se-sabar-sabarnya seseorang, pasti ada ujungnya. Kalimat itu selalu ada di kepala Rena.
Selama ini dia tenggelam dalam bayang-bayang asmara yang telah padam.
Kini, Rena mencoba untuk menerima keadaan. Menjalani hari tanpa keluh kesah. Tapi, sekuat apapun benteng yang ia buat untuk membatasi dirinya, tetap saja ia rapuh sebagai seorang wanita.
Mungkin, semua itu diawali sikap suaminya yang berubah drastis.
"Rizal kecewa kepadaku," ujar Rena dalam hati.
Perlakuan Rizal akhir-akhir ini membuatnya berpikir dua kali untuk terus melanjutkan kehidupan rumah tangganya.
Suatu ketika Rena pernah mengatakan bahwa dirinya hanya bisa menjadi teman hidup saja buat Rizal. Hatinya milik orang lain.
"Apakah ini yang membuat Rizal bersikap seperti ini. Agar dia tidak terlalu merasakan sakitnya." Banyak pertanyaan muncul di dalam pikiran Rena.
Sebagai seorang istri dan seorang wanita, Rena terus berpikir, bagaimana caranya menghadapi situasi seperti saat ini. Apakah dia harus berkata kepada Rizal. Bahwa dirinya sudah tak sanggup bertahan lagi. Pernikahan ini terlalu berat dijalani dirinya bersama Rizal.
Di sisi lain, Rena sebenarnya tidak ingin mengecewakan keluarganya. Ini adalah keputusan sulit. Apakah yang harus dilakukan di tengah buah "simalakama" ini. Rena berpikir, Rizal pasti merasakan hal yang sama.
"Ya, Rizal juga sudah tak sanggup hidup bersamaku," ujarnya lirih.
Rena terduduk di kursi samping kamarnya. Kursi rotan berwarna coklat dengan meja kecil disampingnya. Hari ini, sudah sepekan dia tidak berjumpa Rizal.
"Kemana gerangan suamiku," katanya dalam hati.
Dia tak pernah mencintai Rizal. Perasaannya juga tak tega mengabaikan suaminya itu. Meskipun, selama ini ia telah merasakan ketulusan cinta dan rasa kasih sayang Rizal yang berubah menjadi kasar.
"Dalam empat tahun ini, Rizal adalah orang yang paling dekat denganku," ujarnya.
****
Di luar rumah, terdengar rintik hujan mulai turun. Tiba-tiba terdengar seorang mengetuk pintu. Rena berdiri segera melangkah untuk membuka pintu.
Terlihat sosok lelaki kurus tinggi dengan rambut yang di potong model undercut. Berdiri dengan senyumannya yang khas. Potongan rambut baru membuatnya terlihat lebih keren dan maskulin.
Model rambut ini tipis di pinggir sampai ke belakang kepalanya. Rena melihat lelaki ini jauh lebih segar dari biasanya. Pakaiannya juga terlihat rapi dan bersih. Ya, lelaki ini adalah Rizal suaminya yang menghilang sepekan terakhir.
Rena hanya beberapa detik memandangi Rizal dan langsung mempersilahkannya masuk.
"Ren," sapa Rizal dengan senyuman hangatnya.
Rena masih ingat. Senyuman itu sering dilihatnya ketika awal-awal pernikahan dulu.
"Maaf Ren, aku gak pulang seminggu ini," kata Rizal.
Sang suami tampak menenteng dua kantong plastik berisi makanan dan buah-buahan. Sebelum masuk ke dalam, Rizal meletakkan kantong itu di atas meja samping sofa.
"Kamu kemana aja," ujar Rena sambil melangkah ke sofa.
"Aku cari kerja Ren," jawab Rizal.
Mendengar jawaban suaminya, raut wajah Rena berubah. Ia bertanya-tanya di dalam hati.
"Kamu kerja," balas Rena.
Selama ini, sebagai seorang istri, Rena hanya tahu Rizal sering bermalas-malasan dan berjudi di warung dekat pemancingan ikan.
Kenapa tiba-tiba sekarang berubah dan mau bekerja lagi.
"Iya, tiga hari lagi aku akan pergi ke Jakarta dengan Soni. Aku kerja di sana," ujar Rizal.
"Kenapa harus ke Jakarta," tanya Rena bingung.
Apakah dirinya akan ditinggal sendiri.
"Aku mau berubah Ren. Jujur selama ini aku khilaf udah kasar sama kamu."
"Terserah kamu mau benci sama aku, boleh. Tapi, aku kerja cari uang buat kita," kata Rizal dengan suara serak.
Jauh di lubuk hatinya. Rizal tidak tega melihat istrinya bekerja. Sebagai laki- laki, dia merasa tak punya harga diri sebagai suami.
Walaupun ia sudah sering menyakiti Rena karena sebuah alasan. Rizal berpikir sudah cukup rasanya dia menyakiti sang istri.
Sekarang, ia bertekad akan berubah. Ia akan memperjuangkan hati dan cintanya.
Rizal kemudian bangkit dari duduknya dan bersimpuh di hadapan Rena. Dia memandang wajah tirus itu dengan mata berkaca-kaca.
Ia sadar telah jatuh cinta sangat dalam kepada Rena. Demi menghilangkan rasa cintanya, dia sengaja mengubah dirinya jadi jahat. Bak seorang tokoh antagonis di film-film. Itu terjadi karena hatinya tak kuat atas penolakan Rena selama ini.
"Maafkan aku Ren... Selama ini Aku telah menyakiti dirimu. Aku tau hatimu tidak pernah untukku. Tapi tolong beri aku sedikit saja ruang di hatimu," ujar Rizal sambil menggenggam erat tangan mungil istrinya.
Sebagai suami, ia kemudian mengecup kening sang istri.
Rena sebenarnya kaget dengan perubahan sang suami yang begitu tiba-tiba. Di depannya kini berdiri seorang yang pernah "main tangan" kepada dirinya sepekan lalu.
Jarak yang telah dibuat Rena selama ini dari Rizal mulai buyar. Ia tak percaya lelaki yang sering memukulnya kini meminta ruang khusus di hatinya.
"Kamu ngapain begini," ujar Rena.
Sebenarnya, Rena juga tidak nyaman menyaksikan sikap Rizal seperti itu.
Sulit bagi Rena menjawab. Hatinya pilu melihat air mata suaminya yang tulus. Betapa kejam ia selama ini. Tidak pernah merasakan kekecewaan dan rasa sakit suaminya.
Rena tidak tega melihat wajah orang yang tak pernah dicintainya, tetapi kini memohon kepadanya untuk dicintai.
Rena kemudian memeluk sosok pria kurus tersebut. Ia memeluknya dengan erat. Hatinya sakit. Rena merasa jahat, merasa bersalah karena telah mengacuhkan perasaan suaminya selama ini.
"Za..zal.. maaf. Maaf atas perlakuanku. Aku terlalu kejam padamu. Maaf aku belum bisa mencintaimu," ujar Rena.
Tangisnya pecah di pelukan Rizal. Air matanya mengalir membasahi pundak sang suami.
Rizal merasakan hal yang sama. Dia terlalu sakit karena diabaikan selama empat tahun. Apapun usahanya mendapatkan cinta Rena tak pernah berhasil.
Rizal kecewa. Itu wajar. Dulunya Rizal sangat baik kepada Rena. Bahkan ia rela berusaha meyakinkan hatinya untuk mendapatkan hati Rena.
Tapi, semakin dia berusaha dekat pada Rena, semakin dia merasakan hati itu tertutup untuknya.
"Iya Ren. Aku memaafkanmu. Izinkan aku berusaha membahagiakanmu. Tolong beri aku kesempatan menjadi pasanganmu yang sesungguhnya Ren."
Suara Rizal bergetar. Suara tangis yang terisak-isak seperti menjelaskan rasa cinta yang selama ini ia pendam.
Rena mengecup pipi suaminya itu dan menghapus air matanya.
"Aku akan berusaha mencintaimu," ujar Rena.
Rizal tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dipeluknya tubuh langsing itu dengan tulus. Semuanya dimulai dari cinta. Tak ada lagi kata paksaan.
Rizal ingin ia dan Rena menjadi satu, tidak terpisah. Begitu seterusnya.
"Aku sayang kamu Zal. Terima kasih sudah tulus padaku," ditariknya tangan Rizal sambil duduk di sebelahnya.
Ucapan Rena membuat hati Rizal bahagia. Rona wajahnya langsung berubah. Kata-kata itu bagaikan sihir baginya. Cinta yang selama ini dia harapkan perlahan mulai muncul. Ia ingin cinta yang saling berbalas.
"Makasih sayang," kata Rizal dengan senyuman.
Semua ini bagaikan rangkaian kata-kata yang dirangkai dengan sedemikian rupa. Mengalun indah di telinganya.
Diluar hujan semakin deras. Tidak berpengaruh sama sekali bagi dua insan yang kembali berusaha merajut asmara.
****
Dua insan itu terlelap berpelukan tanpa sehelai benangpun.
Mereka terbaring di ranjang yang sama. Di ruangan bernuansa putih diiringi suara hujan yang semakin deras.
Selimut bermotif bunga mawar merah menjadi pelindung bagi mereka berdua selama satu jam.
Diluar hujan perlahan mulai reda. Tersisa bunyi-bunyian dan tetesan air yang menitik dari atap rumah.
Tetesan air yang jatuh ketanah bagaikan dentingan waktu yang mengawasi dua insan yang saling mencintai itu.
Semuanya berpusat kepada mereka berdua. Seolah tak ada lagi waktu tersisa. Tak ada lagi batasan.
Yang ada hanyalah kebahagian demi kebahagian.