Chereads / Ilalang Merah / Chapter 1 - 1

Ilalang Merah

🇮🇩SarieNandhie
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 37.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1

Prolog

Angin semilir menyibakkan rambut panjangnya yang tak terikat. Di antara hamparan rumput yang mengering di tepian jalan. Sepedanya bergerak cepat sesuai dengan kayuhan pedal di kakinya. Air mata telah mengering di bawa angin. Bersama sepedanya dia melaju membuntuti mendung dan memaksakan diri melawan cuaca. Air hujan akan segera diterjunkan Yang Kuasa. Dan sebelum menit itu terjadi gadis dengan sepeda yang tengah dikayuhnya berusaha sampai di depan bangunan diujung sana.

Rumah itu telah terlihat, tampak suram dengan mendung yang bergelayut di atasnya. Rumah besar yang suram sepertinya bukan hanya karena cuacanya tapi juga karena suasana yang ditunjukkan para penghuninya.

"Apa yang terjadi Ma?" Gadis yang telah sampai dan membuka pintu membabi buta menanyakan yang terjadi.

Bukan Mamanya yang keluar tapi anggota keluarganya yang lain.

"Papamu meninggal. Semoga kamu bisa tabah."

Dia menuju kamar orang tuanya. Mama sedang menangis sambil mendekap papanya yang tak lagi bernyawa.

Gadis itu menutup mulutnya. Air mata mengalir. Isaknya pun langsung tak tertahankan. Dia terpaku dan pandangannya kosong.

Tuhan apa semua ini... Belum cukupkah Kau ambil harta kami... Cobaan macam apa ini...

Siapa lagi tempatku dan mama akan bergantung....

Bab 1

Ini bukan Pilihan tapi Takdir

Enam bulan telah berlalu sejak hari pemakaman papa. Mama sudah bisa menerima kepergian papa. Dia sudah mulai beraktivitas seperti sedia kala. Aku tahu mama masih bersedih. Mama mulai mencari pekerjaan. Masalahnya bisakah dia bekerja kembali setelah selama hampir dua puluh tahun tidak bekerja.

Usianya yang tak lagi muda menyulitkannya mencari kerja. Dari raut mukanya aku tahu mama mulai putus asa mencari kerja. Kolega dan relasinya sama sekali tak memberi bantuan berarti.

Sambil mencari kerja mama mencoba membuat kue dan menjualnya. Walaupun sedikit hasil dari jualan kue tidaklah buruk. Kami bisa menyambung hidup.

Kami sekarang hanya hidup berdua. Berjuang berdua bukan perkara yang mudah.

Dulu papa melarang mama bekerja dan selalu memanjakanku. Aku adalah anak manja, papa selalu menuruti kemauanku. Tapi semenjak kepergiannya berdua kami harus jadi mandiri.

Bukan hal yang mudah buatku. Aku tidak siap dengan keadaanku ini pada awalnya. Aku bekerja di restoran tapi ng betah, melayani orang adalah hal yang aku benci. Tapi dari situ aku belajar untuk mengerti kepentingan orang lain di atas kepentinganku sendiri. Lalu aku bekerja di pabrik tapi jam kerja yang terlalu panjang membuatku hanya bertahan seminggu.

Banyak teman yang mengajakku menjadi SPG tapi aku tak sanggup bila harus berdandan menor. Aku kehilangan lagi kesempatan kerja. Sekarang aku dapat kerja baru. Sudah seminggu aku kerja sebagai cleaning servis di sebuah mal. Memang melelahkan tapi setidaknya aku masih punya banyak waktu untuk belajar mengejar ketertinggalanku di kampus. Mengingat cuti kuliahku akan segera berakhir.

Kuliah? Dengan apa aku akan membiayai sekolahku ini. Apa sebaiknya aku keluar saja.

Tapi papa pernah berpesan aku harus menyelesaikan kuliahku.

Takdir apa yang akan membawaku kelak.

***

Hujan masih saja turun, padahal harusnya musim kemarau sudah datang. Bersama turunnya hujan yang mungkin hujan terakhir di musim ini. Takdir akan membawaku ke jalan yang baru. Apa ini jalan terang atau jalan gulita yang menghadang. Om Nano datang bersama pengacara keluarga kami.

Om Nano adalah adik dari papa yang sekarang mengurus perusahaan papa yang tengah pailit. Om Nano mengurus aku dan mama dengan baik sepeninggal papa. Dia datang setiap dua minggu sekali kadang dia datang bersama istri dan kedua anaknya Roma dan Ronika. Roma setahun lebih muda dariku dia pemuda yang bersemangat dan peduli. Aku yakin dia adalah idola di lingkungan sekitarnya. Tahun ini dia akan masuk perguruan tinggi. Sedang Ronika gadis lincah yang suka berkicau apa pun yang ada di pikirannya. Istri dari Om Nano tante Sarah adalah wanita berbudi dan dia sangat akrab dengan mama. Tante Sarah wanita karier yang mandiri lain sekali dengan mama yang hanya ibu rumah tangga biasa.

Om Nano tidak seperti dua minggu lalu. Sekarang dia datang bersama dengan pengacara keluarga kami. Aku mengenalnya saat dia datang membacakan isi surat wasiat papa.

Saat itu dia memberitahu kami bahwa aku mendapat semua saham yang dimiliki papa di perusahaan dan rumah diserahkan pada mama.

Bahkan perusahaan itu dalam kondisi pailit yang ada aku harus menanggung hutang perusahaan bersama Om Nano yang adalah juga partner bisnis papa.

Dengan apa aku harus membayar semua hutang perusahaan. Asuransi jiwa yang bisa diklaim tidak dapat menutupi hutang perusahaan.

Aku tak tahu seluk beluk perusahaan papa. Om Nano berjanji akan berusaha menstabilkan perusahaan tanpa perlu menjual saham yang kami miliki.

"Apa kamu mau berkorban demi perusahaan Ka?" tanya Om Nano setelah membicarakan perihal kekacauan di perusahaan.

"Berkorban demi perusahaan? Maksud Om? Om melarangku membantu saat itu. Kata Om, papa tidak mengizinkan sebelum aku berumur dua satu dan itu masih dua tahun lagi." Tanyaku heran.

"Benar Ka. Tapi aku sudah nyaris putus asa. Harusnya mas Tomi tidak melarangku melibatkanmu. Perusahaan benar-benar membutuhkanmu." Keluhnya.

"Jadi apa yang bisa kubantu. Aku bahkan tak pernah tahu masalahnya." Tanyaku. Aku memang mengambil kuliah bisnis sesuai keinginan papa tapi aku tak pernah benar-benar terjun langsung ke dunia bisnis.

"Perusahaan mendapatkan partner yang potensial untuk membebaskan perusahaan dari akuisisi." Mulai Om Nano menjelaskan.

"Itu berita bagus." Komentarku

"Tapi mereka memberi syarat yang sulit." Keluh Om Nano.

"Syarat yang sulit seperti apa?" Tanyaku penasaran.

"Pernikahanmu dengan salah satu pewaris mereka, sebagai jaminan bahwa kita tidak mengklaim kepemilikan perusahaan secara sepihak." Jelasnya.

"Benarkah?" mama yang ikut mendengarkan berkomentar.

"Dan aku pikir itu tidak sulit. Aku memintamu. Kuharap mas Tomi di sana juga akan menerima ini." Bujuk Om Nano.

"Kenapa mereka meminta syarat seperti itu hanya karena klaim perusahaan?" Tanyaku.

"Bisnis memang seperti itu. Kadang kita juga perlu melibatkan urusan keluarga. Kuharap kamu mempertimbangkan hal ini. Mereka juga bukan orang yang licik dalam berbisnis. Dari pada kita menyerahkan perusahaan sepenuhnya kepada mereka, syarat ini termasuk mudah dipenuhi. Tapi aku tidak mau memaksamu!" Jelas Om Nano.

"Apa mereka meminta secara khusus kepada Kaira?" Tanya Mama.

"Ya."

"Bagaimana mereka tahu tentang Kaira No?" Tanya mama penuh penasaran.

Om Nano tersenyum dengan tulus.

"Mereka adalah Wijaya Group. Generasi ketiga wijaya. Kita mengenal mereka dengan baik dan mereka mengenal keluarga kita dengan baik pula."

"Gigih dan Damar?" Mama menyebut nama yang familier.

"Ya Mbak."

"Pakdhe Gigih, Pakdhe Damar?" aku ikut menyela dan Om Nano kembali mengangguk.

"Sepertinya mereka tahu kondisi sulit yang kita alami. Mereka ingin menolong?"

"Tapi kenapa mereka meminta Kaira menikahi salah satu putra mereka?"

"Aku juga tak tahu. Tapi Mas Gigih bilang dia menyukai Kaira. Dia ingin punya anak perempuan mungkin?"

"Dengan siapa aku harus menikah? Mas Bimo, Juni atau Abi?"

"Bimo."