Cincin itu akhirnya sudah sudah melingkar sempurna di jemari Jelita. Pun malam ini memang cocok untuk melamar, sepertinya. Genta bukannya miskin modal, ataupun tak punya kemampuan untuk menyewa tempat mahal. Mungkin, tempat di mana keduanya nyaman lebih menjadi pilihan yang tepat bukan?
Ada banyak hal yang berkecamuk di kepala, bukan sesuatu yang menyakitkan. Tapi, pasti ada momen di mana memang persiapan untuk berkata-kata terkalahkan dengan senyuman Jelita.
"Tahu gak, rumahku, rumah kita nanti hampir jadi. Dan itu memang bukan kejutan, tapi persiapan. Aku udah lama membangunnya setelah aku masuk islam beebrapa bulan yang lalu, karena apa? Karena aku memang punya feeling yang kuat, bakalan hidup sama kamu nantinya."
"Aku juga dong. Oh iya, tahu gak kalau Rani sakit? Biasa lah, kecapekan. Dia kan memang gak terlalu suka ada banyak pembantu. Padahal, hidup sama Gara itu terjamin loh. Semua serba ada, tinggal minta, abrakadbra, jadi nyata deh."