Rasanya benar-benar tidak menyangka saat menyadari dirimu memiliki banyak muka dan pintar bermain drama. Itu yang sekarang dirasakan oleh Roseanne Amesia Zeldinburgh. Dia benar-benar tidak menyangka sifat asli Roseanne ternyata kejam dan suka sekali berlaku sadis. Pantas saja ketika pertama kali bangun di tubuh Roseanne, Rose merasa para dayang terlalu tunduk padanya hingga menjatuhkan kesan takut.
Roseanne ternyata tak sesempurna yang Rose kira.
Bahkan, tak pernah terpikirkan oleh Rose bahwa Roseanne memiliki berbagai sikap di berbagai situasi. Roseanne yang sempurna, hidup bergelimang harta: yang memenjarakannya dalam bangunan yang disebut rumah. Ternyata tak lebih dari seorang gadis labil bermuka dua yang menginginkan kebebasan. Benar-benar kesialan.
Rose membuka mata perlahan dari alam bawah sadarnya. Mengerjap pelan karena cahaya lampu gantung yang menyilaukan mata. Gadis itu terdiam sebentar. Seperti mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi. Rose terbelalak ketika sudah menyadari.
"Rose! Demi Tuhan, putriku!" Duke Zeldinburgh menghambur berlutut di sisi anaknya yang sudah sadarkan diri.
"Ayah ...." ucap Rose pelan. Duke Zeldinburgh mengangguk mendengarkan dengan raut terharu. "—apa yang terjadi?"
Tangan besar sang Duke mengelus lembut rambut keabuan putrinya. "Kau pingsan saat bersama Pangeran Albert. Katakan pada Ayah, apa dia menyakitimu?"
Entahlah. Tapi Rose tidak merasa begitu. Rose menggeleng lemah.
"Tidak, Ayah."
"Baguslah. Jadi Ayah tak perlu menuntut kerajaan untuk bertanggung jawab atas pingsannya dirimu kali ini."
Grace Zeldinburgh mendekat. "Sudahlah. Yang terpenting sekarang Rose sudah sadar. Kau baik-baik saja, Sayang?"
Rose beralih menatap Ibunya. "Kurasa begitu Ibu." Rose mengangguk.
Duke Zeldinburgh tetap kekeuh. Dia berkata, "Tetap saja. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Rose, aku tidak akan membiarkan kerajaan mengambil Putri kita."
Grace menghela nafas. "Bilang saja kau tidak merelakannya."
"Ibu." Rose menyela.
Kedua orang dewasa itu mengalihkan atensi mereka padanya.
"Ya, Sayang?"
"Apakah ... Pangeran Albert sudah kembali ke istana?" tanya Rose.
Keduanya saling pandang, kemudian Grace mengangguk. "Dia memiliki beberapa pekerjaan, jadi dia harus kembali."
"Oh." Rose mengangguk mengerti.
"Ada apa kau menanyakannya?" Duke Zeldinburgh bertanya.
Rose menggeleng. "Bukan apa-apa. Hanya ingin berterimakasih, Ayah," jawabnya sambil tersenyum.
Ayahnya mengerti. Kedua orang itu baru pergi dari kamar Rose setelah mengawasi langsung Rose untuk meminum ramuan dari Dokter Keluarga yang diberikan dayang. Rose menghela nafas. Merasa lelah dengan Ibu dan Ayahnya yang terlalu overprotektif.
Duk!
Suara terjeduk dari arah jendela mengagetkan Rose dari lamunannya. Rose menoleh.
Seekor burung merpati berwarna putih sedang terbang rendah di depan jendela balkonnya. Di kaki burung itu terdapat sebuah surat yang diberikan pita berwarna merah untuk mencegahnya terjatuh dari genggaman kaki sang Merpati. Rose buru-buru turun dari kasurnya dan melangkah mendekat.
"Hei. Kau mengantar surat untukku?" tanya Rose takjub.
Di kehidupan sebelumnya, memberikan pesan melalui surat sangat jarang Rose temukan. Semua orang menggunakan ponsel atau gadget lainnya untuk bertukar pesan. Teknologi sudah sangat berkembang di zamannya, jadi Rose cukup takjub melihat seekor Merpati mengantarkan surat untuknya.
Ini sesuatu yang baru!
Rose membuka jendela. Membiarkan Merpati putih itu masuk dan mendarat di kusen jendelanya. Rose mengurai ikatan pita pada kaki Merpati, kemudian mengambil suratnya dan membacanya.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tapi kuharap kau cepat sembuh agar bisa ke istana besok pagi, Rosie," tulis pesan dalam surat itu.
ACG menjadi nama pengirim di bawah tulisan.
Rose mengernyit. Dalam sekali membacapun dia tahu bahwa surat itu dari Pangeran Albert. Tapi yang Rose herankan; bukankah pria itu sibuk? Kenapa sempat-sempatnya mengirimkan Rose surat? Rose mendengus.
Dia berjalan ke arah meja. Mengambil bulu dan tinta untuk membalas surat dari Pangeran Grezaleno yang Mulia itu. Selama menjadi Roseanne, Rose harus belajar beradaptasi dengan benda-benda di sekitarnya dan zaman yang sangat berbeda dengan zamannya dahulu.
Di kehidupan sebelumnya, segalanya menjadi mudah bagi Rose. Asalkan ber-uang, semuanya akan baik-baik saja. Hidup terjamin, teknologi serba canggih, kau mau makan dari restoran bintang limapun tinggal delivery order di aplikasi makanan siap saji.
Sekarang, walaupun ber-uang dan menurut orang-orang sempurna, Rose tetap merasakan kesulitan dalamnya menjalani hidup. Mungkin karena Rose belum terbiasa dan benar-benar menyesuaikan diri. Makanya Rose kesulitan.
Biarlah. Biarkan waktu yang menjawab semua yang terjadi padanya akhir-akhir ini.
Rose berjalan kembali ke arah jendelanya setelah menuliskan balasan surat untuk Pangeran Grezaleno. Dia mengikat pita merah tadi seperti sebelumnya. Kemudian mengelus punggung si Merpati dengan lembut.
"Sampaikan salam kesialanku pada Tuanmu, oke?" kata Rose.
Dia menepuk punggung merpati itu dua kali untuk membuatnya mengerti. Rose melepaskan tangannya. Merpati itu berbalik. Terbang pergi sambil membawa surat balasan dari Rose.
Rose menghela nafas. "Baiklah. Mari lawan semuanya dan bersikap seperti Roseanne yang sesungguhnya."