Tidak banyak impian Rosiana saat dia diberikan kehidupan kedua; dapat merasakan udara segar tanpa duduk di kursi roda, bisa bersekolah dengan normal tanpa khawatir dia akan jatuh pingsan karena kelelahan, hidup layaknya manusia biasa yang kekurangannya bukan tentang mengidap penyakit melainkan minder pada teman yang lebih cantik; kuliah, bekerja, lalu mendapat suami yang sangat mencintainya.
Gambaran itu terasa begitu sempurna dalam benak Rosiana di kehidupan sebelumnya. Bahkan saat memikirkan kehidupan kedua, tidak pernah terpikirkan oleh Rosiana jika dia akan terbangun dalam tubuh seorang anak bangsawan terkemuka di Negeri Grezaleno yang kekayaannya berlimpah.
Rosiana tidak percaya bahwa dia sekarang hidup. Benar-benar hidup. Bernafas; menghirup oksigen dan memijak tanah. Tidak memiliki riwayat penyakit ataupun cacat. Kehidupan kedua yang jauh dari bayangannya; namun sangat dia syukuri karena semuanya begitu sempurna. Rosiana Zeiston akhirnya bisa hidup normal.
"Lady Rose, sekarang jadwal belajar tata krama Anda. Kelas akan dimulai sebentar lagi. Sebaiknya kita bergegas." Dayang pribadinya yang baru berbicara di belakang tubuh Rosiana yang sekarang menjadi Rose.
Gadis itu duduk menghadap jendela. Menatap langit jingga keunguan yang perlahan menggelap. Grezaleno sangat indah. Bahkan langitnya saja tidak ingin kalah dengan keindahan negeri yang Rose belum tahu negeri semacam apa Grezaleno ini.
Rose menjawab sambil berdiri dengan anggun. "Baiklah. Aku akan pergi sebentar lagi."
Dayang pribadinya mengangguk. Wanita itu keluar dari kamar Rose setelah pamit undur diri. Rose terdiam sebentar. Perasaan dejavu seketika memenuhi hatinya. Dirinya merasa familiar dengan kata-kata dan jadwal kegiatan Roseanne Amesia Zeldinburgh, tetapi tidak tahu dia pernah menemukannya dimana. Mungkin karena aku sudah hidup sebagai Rose selama satu bulan ini; batinnya berpikir positif. Rose segera bersiap-siap saat beberapa pelayan memasuki kamarnya dan siap meriasnya untuk keluar dan melakukan kewajibannya sebagai seorang anak bangsawan; Kelas Kerajaan siap menghadapi dirinya.
****
Rose kembali ke kediaman utama saat langit sudah menggelap dan bulan penuh bersinar terang di langit malam. Lampu-lampu minyak sudah dinyalakan di sepanjang jalan menuju kediaman, beberapa dayang termasuk dayang pribadinya mengekor dari belakang untuk memastikannya aman sampai tujuan. Padahal letak kediaman utama dan bangunan tempatnya belajar tidaklah jauh. Hanya berjarak beberapa kilometer, tapi Rose harus mendapat penjagaan ketat karena kekhawatiran keluarganya.
"Tidak apa. Kau harus bersyukur untuk kehidupan kedua yang sempurna." batinnya berbisik menenangkan diri.
Saat tiba di depan kediaman, Rose melihat banyak kuda serta merta kereta khas kerajaan yang terparkir di depan halaman. Maka saat Rose melihat Ibunya melangkah ke arahnya dengan senyuman penuh kewaspadaan, Rose tidak menyadari sepasang mata biru yang mengikuti gerak-geriknya dari saat kakinya menginjak lantai Aula Pertemuan.
Ibunya berkata, "Gantilah pakaianmu. Pangeran Albert datang untuk mengunjungimu. Ibu akan menunggu di Aula Pertemuan bersama Ayah."
"Pangeran Albert?" Roseanne Amesia Zeldinburgh bertanya dengan kebingungan.
"Putra Mahkota. Ibu belum menceritakannya padamu, ya?" Grace—Ibu Rose bertanya.
Rose terdiam. Pangeran Albert? Albert Crikcordio Grezaleno? Haha, itu tokoh fiksi yang Rose baca di kehidupan sebelumnya, tidak mungkin nama mereka sama persis. Tapi, tunggu... Ibunya menceritakan tentang Albert Crikcordio Grezaleno satu Minggu yang lalu, dan Rose tidak terlalu mendengarkan karena masih merenungi kehidupannya. Jadi...?
"Lekas!" bisik Ibunya menyadarkan lamunan Rose.
Rose mengangguk. "Baik, Ibu."
Beberapa menit kemudian Rose sudah siap dengan gaun panjang berwarna birunya. Gaun itu sedikit menyapu lantai karena ekornya yang membentang, tapi Rose tidak memiliki gaun lain yang lebih pendek dari itu; gaunnya memiliki berbagai motif dan sulaman, tetapi memakai gaya yang hampir sama; panjang, membentang, mengembang, dan mengetat di bagian pinggang. Beruntung Roseanne Amesia Zeldinburgh memiliki pinggang yang ramping, Rose tidak bisa membayangkan bagaimana sesaknya dia jika saja pinggangnya tidak seramping ini.
Aula Pertemuan terletak di lantai dasar. Tepat setelah melewati ruang tunggu yang biasanya digunakan untuk tamu yang belum memiliki janji dengan sang Duke. Kemudian, lorong panjang akan membentang di samping Aula Pertemuan yang menghubungkannya dengan Ruang Rekreasi. Dapur terletak di sebelah barat—bangunannya terpisah dari kediaman utama. Sesungguhnya kediaman Zeldinburgh sudah dirancang khusus dan turun temurun dari Nenek Moyang Zeldinburgh—Rose ingat Ibunya pernah menceritakan itu sehari setelah dirinya terbangun di tubuh Roseanne Amesia Zeldinburgh.
"Berat," gumam Rose merujuk pada gaunnya.
Rose menuruni tangga menuju Aula Pertemuan tanpa ditemani oleh dayang ataupun penjaganya. Jadi dirinya harus menangani sendiri gaunnya agar tidak terinjak dan membuatnya terjatuh dari tangga yang melingkar-melingkar ini. Rose sudah cukup lelah dengan aktivitas berkebun dan belajar tata krama hari ini, dia harus hati-hati agar tubuhnya tidak limbung menahan berat gaunnya.
Rose menghembuskan nafas pelan.
Kesialannya terbangun dalam tubuh Roseanne Amesia Zeldinburgh; dia harus mengikuti jadwal yang telah ditentukan untuknya secara disiplin dan teratur, belajar mengendalikan diri dan bersikap seanggun mungkin, menjadi seseorang yang berkelas dengan tidak berkata-kata kasar, dan penurut.
Umumnya, para bangsawan di Grezaleno memiliki sekolah tersendiri dengan berbagai bidang pekerjaan. Rose seharusnya bersekolah di akademi kesehatan sekarang ini, tetapi karena statusnya yang merupakan tunangan Pangeran Grezaleno, dirinya harus mengikuti pelajaran khusus dari kerajaan dan mengubur mimpinya menjadi seorang Dokter Kerajaan—ingatan dari pemilik tubuh yang dua Minggu lalu menerobos pikiran Rose.
"Ibu, Ayah." Rose memberikan salam saat telah sampai di Aula Pertemuan. Matanya melirik seorang pria dalam balutan jubah kerajaan yang duduk di kursi yang berseberangan dengan Ayahnya. Tampak tenang dan berkelas dalam waktu yang bersamaan. Rose membungkuk kecil untuk memberikan salam. "Pangeran."
"Duduklah, Rose." Ayahnya memberikan perintah.
Rose melirik kursi kosong di samping Pangeran Albert. Sepertinya itu kursinya.
Dengan sedikit mengangkat gaunnya, Rose melangkah mendekati kursi di seberang Ibunya dan mendudukkan diri disana. Pangeran Albert sedari tadi mengikuti bagaimana tubuhnya bergerak, dan itu membuat Rose gugup sekaligus tidak nyaman.
"Tolonglah, aku bukan Rose-mu yang asli. Jangan menatapku seperti itu," kata Rose dalam hati—Rose belum berani mengeluarkan pendapat dan suara hatinya di kehidupan kedua ini. Dia belum sepenuhnya menyesuaikan diri dan mengetahui manusia-manusia macam apa yang berada di sekitarnya, jadi Rose harus menjaga lisannya dan bersikap sebaik mungkin untuk cepat beradaptasi.
Rose menatap Ayahnya yang kembali berbicara, "Jadi, alasan utama mengapa Ayah memanggilmu untuk ke Aula Pertemuan malam ini; karena kita kedatangan tamu istimewa yang tidak memberikan satu tandapun bahwa dia akan berkunjung. Oh~ benar-benar orang penting. Ayah sangat tersanjung atas sikapnya."
"Suamiku!" Grace Zeldinburgh menepuk pelan punggung tangan suaminya untuk menjaga kata-kata.
Rose menatap kedua orang itu penuh kebingungan. Terlebih mendengar nada menyindir Ayahnya. Rose sangat bingung karena selama dia terbangun, baru kali ini Rose melihat sifat berbeda dari Ayahnya; selama ini Ayahnya selalu lembut dan perhatian di depan Rose.
Sangat berbeda dengan yang Rose lihat beberapa detik lalu.
"Maafkan saya, Duke Zeldinburgh. Saya memiliki beberapa kepentingan yang tidak bisa saya tinggalkan. Bahkan waktu untuk mengunjungi tunangan yang beberapa Minggu lalu mengalami kecelakaan pun, saya baru bisa sekarang. Maafkan atas sikap saya."
Suara berat nan dalam itu membuat Rose tercekat. Dia menoleh sambil mengerjap ke arah Pangeran Albert yang baru saja berbicara. Berapa umurnya? Rose bertanya dalam hati. Mengapa suaranya sangat maskulin dan berwibawa? Dilihat dari segi manapun, sepertinya Pangeran Albert tidak lebih tua lima tahun dari Rose. Rose menghembuskan nafasnya yang sempat ia tahan dengan hawa halus yang hanya bisa ia sendiri mendengarnya.
"Tidak apa. Saya mengerti tentang kesibukan Pangeran hingga menelantarkan Putri kesayangan saya." Duke Zeldinburgh membalas, menarik perhatian putrinya yang sempat tenggelam dalam pesona Pangeran Grezaleno di sampingnya.
"Ayah, sebenarnya ada apa?" tanya Rose memberanikan diri. Dirinya juga memecahkan hawa tidak mengenakkan di sekitar mereka, dan itu membuat Ibunya—Grace bersyukur dalam hati.
Duke Zeldinburgh tersenyum. "Pangeran menyampaikan undangan tak resmi kepada Ayah untuk membawamu ke istana besok pagi. Seharusnya sayembara Calon Ratu dimulai sekarang oleh Ibu Ratu, tetapi karena kau sudah dijodohkan dengan Pangeran Albert terlebih dahulu, jadi sayembara itu tidak dilakukan. Kau harus mendapat pelajaran khusus dan bimbingan dari orang-orang istana, maka dari itu kau harus ke istana besok pagi. Oh, sayangku~ aku tak akan pernah rela melepaskan Putri kecilku yang manis ke dalam istana yang mengerikan." Duke Zeldinburgh berpaling, memeluk bahu istrinya dengan raut wajah sedih.
"Suamiku. Tolong kendalikan dirimu. Rose, Pangeran Albert, kami akan meninggalkan kalian lebih awal. Berbicaralah dengan leluasa selama kalian berdua. Ibu akan menenangkan Ayah terlebih dahulu, Rose."
Sementara Ibunya membawa Ayahnya keluar dari Ruang Pertemuan, Rose terpaku dengan pandangan lurus. Kata-kata Ayahnya masih terngiang di kepalanya. Calon Ratu? Istana? Bahkan Rose belum genap satu tahun dalam tubuh Roseanne Amesia Zeldinburgh. Kenapa semuanya datang begitu cepat?
Rose menghela nafas pelan.
"Apa ini? Kau bersikap sangat manis didepan orang tuamu. Bahkan mereka tidak tahu apa yang kau lakukan di belakang mereka. Kenapa aktingmu begitu sempurna, Tunanganku?"
Rose menoleh. Menatap Pangeran Albert yang berbicara disebelahnya dengan alis terangkat. "Apa?" tanya Rose tidak mengerti.
"Kau bahkan lebih mengerikan daripada orang-orang di istana." Pangeran Albert berdecih. Sikapnya berubah seratus delapan puluh persen dari saat dia berbicara di depan orang tuanya. Rose kebingungan.
"Aku tidak mengerti."
"Jangan berpura-pura!"
"Siapa yang berpura-pura?!"
"Kau! Aku tidak akan termakan kata-kata manismu. Jangan bersikap sok tidak tahu apa-apa!"
Sekarang bukan pria tenang dan berwibawa yang dia lihat, melainkan pria angkuh nan menyebalkan yang membuatnya kebingungan. "Aku sungguh tidak mengerti dengan apa yang kau maksud."
"Kau membentak dayang pribadimu dan mencoba memukulnya sebelum kau pingsan. Tapi karena kalian sedang menuruni tangga menuju Aula Pertemuan, pukulanmu meleset dan membuat dayang pribadimu tidak sengaja mendorongmu hingga jatuh dari tangga."
Rose terbelalak.
A-apa?