Chereads / Luna: The Truth Untold / Chapter 4 - Penderitaan Luna

Chapter 4 - Penderitaan Luna

Prang!

Piring kaca itu jatuh berserakan dengan nasi yang berhamburan kemana-mana, bukan karena ketidaksengajaan, tetapi itu memang murni sengaja di lempar oleh pria paruh baya yang menatap seorang gadis yang berdiri tak jauh dihadapannya itu.

"Sudah berapa kali saya bilang, jangan pernah membuatkan makanan atau apapun itu untuk saya, apalagi itu dari tangan pembunuh sialan seperti kamu!" bentak nya kasar pada seorang gadis muda yang menunduk itu.

Ruang makan itu menjadi hening setelah kemarahan Aldebaran pada Luna yang telah membuatkannya makanan. Come on sesimpel itu kenapa Luna seolah membuat kesalahan besar?

"Geo! Hukum dia," perintahnya pada anak laki-laki nya.

Geo beranjak dari kursinya lalu menyeret gadis yang masih menunduk itu pergi ke gudang yang terdapat di belakang rumah.

"Kak sakit," cicit Luna menahan pergelangan tangannya yang dicengkeram kuat oleh kakak laki-lakinya yang bernama Geo itu.

Brak!

Tubuh Luna dilempar begitu saja didalam gudang hingga punggungnya mengenai benda yang ada dibelakangnya.

"Udah berapa kali gue bilang sama Lo! Jangan buat ulah di keluarga gue! Masih untung Lo diberi tempat tinggal! Sadar diri dong! LO ITU PEMBUNUH!" bentaknya lalu mengambil kardus berisi buku yang tidak terpakai dan melemparkannya pada gadis yang masih terduduk meringis itu.

BRAK!

Sakit? Haha, jangan tanya lagi deh, dicubit aja sakit apakabar yang dilempar pake buku-buku itu?

"Akh!" Luna memegang kepalanya yang terkena kardus yang dilempar oleh kak Geo.

"Lo harus menderita Luna!"

Brak!

Brak!

Brak!

Berbagai macam benda yang cowok itu lempar dengan kuat pada Luna, adik kandungnya sendiri. Percayalah, Luna sedang berusaha agar tetap kuat meskipun tubuhnya terluka, keningnya mengeluarkan darah segar dan tubuhnya biru-biru apalagi dengan wajahnya yang ah sudah lah...

"Lo harus mati Luna! Gara-gara Lo kembaran gue pergi ninggalin gue! MATI LO ANJING!"

BRAK!

Kursi kayu itu baru saja melayang dan mendarat tepat ditubuh kecil Luna yang sudah tak berdaya lagi. Gadis itu muntah darah, tubuhnya terasa remuk, jika Geo yang sudah turun tangan, hidup Luna sepertinya menipis untuk tetap hidup didunia.

Melihat tubuh Gina yang sudah tak berdaya, Geo pergi dari gudang itu, karena semakin ia melihat wajah Luna, semakin ia teringat dengan almarhum kembarannya.

"Shit!" umpatnya.

"Uhuk! Uhuk! Nggak papa Luna, kamu harus bertahan," lirihnya berusaha bangun meskipun badannya sudah tidak bertenaga. Hari ini Gina tidak ada menyentuh makanan sama sekali, dan sekarang sudah pukul tujuh malam dan ia harus pergi kerja secepatnya agar tidak diomeli bos-nya.

Rumit? Itulah hidup Luna, mau sekeras apapun ia berteriak orang-orang tidak akan pernah mendengarkannya sama sekali.

Gadis pucat itu menyingkirkan benda-benda yang menimpa tubuh remuknya, dengan sedikit sisa tenaga ia berdiri walaupun tertatih-tatih.

"Ayo Luna!" ucapnya menyemangati diri.

Dengan kaki yang tidak semulus gadis pada umumnya, Luna berusaha berjalan walaupun susah tapi ia harus keluar dari gudang ini untuk bersiap-siap pergi kerja ke kafe.

"Akh!" pekiknya kesakitan, gadis itu menangis, rasanya sakit sekali, Luna itu anak yang lemah tapi ia harus tetap seperti superhero agar tetap bertahan hidup.

Dengan derai air mata, gadis bertubuh kurus itu keluar dari gudang untuk pergi bekerja. Ia tidak peduli jika dia ditanya macam-macam oleh teman kerjanya, lagian mau sekarat apapun Luna, mereka tidak peduli, mereka itu hanya kepo.

Mau dibelahan bumi manapun Luna akan tetap dibenci oleh semua orang, entah apa sebabnya Luna juga tidak tahu.

Gadis itu memandang tubuhnya di pantulan cermin, tidak ada yang istimewa dari wajah dan body nya yang biasa-biasa saja ini.

Ia menghela nafas berat, "Kak Gio, doain Luna ya, semoga Luna bisa selesaiin masalah ini," ujarnya bermonolog.

Setelah bersiap-siap, gadis itu keluar dari kamarnya dengan menggunakan baju lengan panjang, celana panjang, dan masker yang menutupi wajahnya yang bisa dibilang babak belur. Dengan jalan tertatih-tatih, Luna tetap melangkahkan kakinya keluar dari rumah besar itu melewati pintu belakang, jika melewati pintu depan disaat keluarga nya ada di rumah sudah dipastikan akan ada drama baru lagi, apalagi melihatnya keluar pada malam hari.

Luna pergi dengan berjalan kaki. Kenapa tidak menggunakan ojek atau semacamnya? Luna hanya mau hemat, lagian shift nya dimulai sejam lagi, jadi tidak masalah jika ia pergi dengan jalan kaki.

Sepuluh menit berlalu, Luna sudah sampai ditempat ia bekerja, gadis itu masuk dan segera mengganti pakaiannya.

"Kaki Lo kenapa?" tanya Sifa teman kerjanya yang baru datang juga, mereka berdua seumuran dan seangkatan namun beda sekolah.

Luna menggeleng, "nggak papa kok, makasih udah nanya," jawab nya.

"Itu juga Lo pake masker, Lo sakit?" tanya gadis itu lagi.

Luna mengangguk, "iya lagi nggak enak badan," katanya berbohong.

Sifa hanya beroh ria, Luna keluar dari ruang ganti lalu mengambil serbet untuk membersihkan meja-meja yang kosong setelah pelanggan pergi.

Meskipun keadaannya tidak baik-baik saja, Luna harus tetap kuat, bahkan jika kakinya dipatahkan sekalipun ia tidak akan menyerah. Karena kata almarhum neneknya dulu bilang jika hidup ini keras, jadi mau tidak mau ia harus hidup dengan keras juga, Fighting untuk Luna!

"Lo kenapa dah Lun? Kaki Lo sakit?" tanya Risma, gadis itu lebih tua empat tahun dari Luna, dia mau pulang karena shiftnya selesai.

Luna tersenyum dibalik maskernya, "iya kak, keseleo tadi," bohongnya. Ah sudah berapa banyak kebohongan yang ia ucapkan? Tidak terhitung malah...

Selesai dengan tugasnya melayani pelanggan, membersihkan lantai kafe dan mencuci piring, Luna beristirahat sebentar sambil bermain ponsel nya, ia membuka aplikasi Instagram untuk melihat siapa-siapa saja yang update.

Jarinya berhenti scroll, ia melihat Poto yang di-posting oleh Galaksi, pacarnya. Luna tersenyum kecut, tidak ada gunanya marah ataupun berkomentar tidak terima dikolom komentar yang disediakan. Didalam Poto itu Galaksi dan Ratna tengah bergandengan tangan bak seperti orang pacaran, iri? Tentu saja!

Luna membaca komentar pada postingan itu, tidak ada satupun yang meng-hate komen poto itu. Malah mereka mendukung Ratna dan Galaksi berpacaran padahal mereka tahu jika Galaksi adalah pacarnya Luna.

"Luna!" panggil Sifa.

Luna menutup ponselnya lalu menyimpannya lagi disaku. "iya kenapa Fa?"

"Gantian jaga kasir, gue mau ketoilet bentar," pintanya lalu diangguki oleh Luna.

Tring!!!

Suara lonceng pertanda ada yang baru masuk kedalam kafe itu, Luna yang tadinya tengah mencatat sesuatu langsung berdiri dan hendak menyapa pelanggan itu lantas terdiam.

Rasanya sangat sesak melihat pemandangan itu, dimana Galaksi datang bersama Ratna di kafe tempat Luna berkerja dengan bergandengan tangan sesekali tertawa.

Galaksi tahu jika Luna berkerja? Tentu saja tidak, untung Luna memakai masker jadi mereka berdua tidak mengenalinya.

"Mbak!" panggil Ratna mengangkat tangannya pada arah kasir.

Luna gelagapan, ia mengambil nota dan pulpen lalu pergi menghampiri kedua insan itu.

Dada Luna semakin berdebar, ia takut jika Ratna dan Galaksi mengenali dirinya.

"Saya pesan Jus stroberi sama Jus alpukat ya mbak, untuk tambahan saya mau Cheese cake nya dua ya," pesan Ratna dan langsung dicatat oleh Luna tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Ada lagi?" tanya Luna membuat-buat suaranya agar tidak dikenali.

"Udah itu aja,"

Tanpa Luna sadari, cowok yang duduk dihadapannya itu memperhatikannya seksama.

"Tunggu!" tahannya saat Luna hendak pergi.

"Gue kayak kenal sama Lo, Lo siapa?" tanyanya langsung to the point.

Luna meneguk salivanya susah payah, ia sangat gugup.

"Ih apaan sih Gal! Nggak penting juga nanya-nanya siapa ini pelayanan!" potong Ratna yang sedang terlihat kesal.

Luna bernafas lega lalu pergi untuk menyiapkan pesanan Ratna dan Galaksi.

'Aku tahu aku nggak sempurna Gal, tapi kenapa kamu terus-terusan nyakitin hati aku? Nggak bisa kah kamu percaya sama aku walaupun sedikit?' batin Luna sendu.

Sudah tidak ada gunanya lagi menangis, dua tahun setelah perubahan sikap Galaksi dihari itu cukup membuatnya menangis seharian dan kini ia sudah terbiasa.

'Aku udah hancur, aku bahkan nggak tahu aku hidup untuk apa selain misi ku untuk selesain kesalahpahaman ini,' batinnya lagi.

Disiksa oleh keluarga, dipatahkan oleh cinta, diacuhkan oleh orang-orang dan dihancurkan oleh keadaan. Luna, hidupmu lengkap dengan penderitaan, selamat menikmati!