Chereads / Lelaki Bayaran dari Saudara Ku / Chapter 17 - Suara dari Pistol

Chapter 17 - Suara dari Pistol

Ryou masih diobati oleh para pelayan yang ada di sana atas perintah dari Alyosha. Meskipun begitu, Alyosha sedikitpun tak merasa bersalah atas terlukanya Ryou seperti sekarang ini. Menurut dirinya, Ryou pantas dihajar seperti itu karena telah menjamah tubuhnya sampai puas tanpa ada imbalan sedikitpun.

Meskipun Lyosha memang tidak mengharapkan imbalan apapun dari Ryou.

Karena Lyosha sendiri juga terpuaskan oleh aksi panas Ryou tadi.

Semua wanita itu sebenarnya menyimpan hasrat besar di dalam dirinya. Yang tertutupi oleh akal sehat dan rasa malu yang tinggi. Mereka tidak mau terlihat sembrono seperti lelaki yang biasa saja saat mengekspresikan hasrat seksualnya. Tapi ketika sudah benar-benar dibuai oleh nikmatnya sodokan pria perkasa, mereka juga akan menunjukkan sisi liar mereka tanpa rasa malu. Seperti yang Lyosha lakukan tadi bersama Ryou.

Impresif.

"Ku akui wajahmu cukup kuat ketika menerima pukulan dari kakak ku," ujar Elisio sembari tersenyum simpul. Ingin dirinya tertawa sekarang, tapi dia tetap menjaga wibawa dan tak mau melakukan itu.

"Yeah, rasanya cukup sakit," ujar Ryou sembari meringis saat kompres menyentuh titik lebam di wajahnya.

"Kau lihat pintu itu," ujar Elisio sembari menunjuk pintu kamar tersebut. "Apa kau menyadari ada sesuatu yang berbeda?"

Ryou mengerjapkan mata pelan. Berpikir sejenak sembari memperhatikan pintu yang dimaksud Elisio tersebut. "Errr...motifnya terlihat beda dengan pintu lain. Kenapa?"

"Pintu itu pernah berlubang akibat satu pukulan kakak ku ketika ia hampir kehilangan barang kiriman darinya yang bernilai jutaan dollar," jawab Elisio.

Mata Ryou melotot, seluruh pintu di mansion ini terbuat dari kayu besi. Ia yakin sekali. Kayu besi terkenal dengan tingkat kekuatan dan ketahanannya yang tinggi. Akan sangat sulit menghancurkan pintu seperti itu, apalagi hanya dengan pukulan dari tangan seorang wanita.

"Aku beruntung masih dapat hidup sekarang," ujar Ryou dengan tatapan horor.

Alyosha datang dengan wajah datarnya. Sepertinya ada yang ingin ia bicarakan dengan Elisio.

"Aku yakin ini dampak dari gagalnya rencana Egard Hurrold untuk menipu ku kemarin itu," ujar Alyosha. "Dua orang yang ditangkap oleh anak buahku itu terhubung langsung sebagai anak buah dari Egard."

Elisio bersedekap, ekspresinya berubah yang tadinya santai menjadi lebih serius. Awalnya niat nya ke Swiss hanya untuk mengintai Alyosha, tapi kini nampaknya ia juga harus memberantas aksi kejahatan yang mengincar kakak nya lagi.

"Jean bilang kalau ia menemui sebuah penghalang di pusat keamanan negara, orang dalam yang diutus langsung oleh 'plural' memang benar-benar menyebalkan. Ia tak kalah lihai dari Jean untuk mengendalikan keadaan sesuai keinginannya," balas Elisio. "Padahal tak lama sebelumnya, orang suruhan ku sudah menahan lebih dari delapan puluh orang yang diyakini terkait dengan plural. Lima diantaranya punya peranan penting di sindikat itu, tapi sekarang sudah lebih dari setengahnya dibebaskan kembali."

"Kau tak perlu memusingkan aku, Elisio. Aku bisa menangani ini, aku hanya ingin memberitahu dirimu tentang itu. Kalau-kalau kau perlu informasi untuk ke depannya. Aku juga punya kemampuan untuk mengatasi itu semua," ujar Alyosha dengan senyum miring khas nya tersebut. "Kau kira aku akan membiarkan mereka menodongkan senjata di wajahku lagi? seperti delapan tahun yang lalu? aku tidak akan selemah dulu lagi."

Tiba-tiba hening, Alyosha merasa ada sesuatu yang janggal. Begitu pula dengan Elisio, entah kenapa instingnya mengatakan ada sesuatu yang tengah mengincar mereka.

"Menjauh dari sini!" seru Alyosha tiba-tiba.

Tak hanya dua bersaudara itu yang pergi dari sana, Ryou juga refleks berlari keluar dari sana karena mendnegar seruan Alyosha tersebut.

Puluhan peluru menembus kaca rumah Alyosha, semua peluru itu masuk ke dalam kamar yang menjadi tempat Alyosha dan Elisio berdiskusi tadi. Kasur, lemari, dan seluruh perabotan di sana hancur akibat serangan peluru mengerikan tersebut.

Terdengar bunyi tembakan senjata api di luar mansion Alyosha. Itu pasti adalah tembakan balasan dari anakn buah Alyosha yang menyerang balik ke orang yang telah melakukan penembakan tadi.

Bunyi selongsong peluru yang berjatuhan diiringi dengan bunyi peluru yang beruntun menandakan kalau ada senjata sejenis artileri berat di sana. Bukan tak mungkin bagi Alyosha untuk menyediakan senjata seperti itu untuk anak buahnya sendiri. Karena ia juga memiliki pabrik pengolahan senjata berbahaya seperti itu.

'Kalau aku berada lebih lama lagi di sini, aku bisa mati dengan puluhan peluru senjata api yang menancap di tubuh ku.' Ryou membatin dengan wajah yang pucat. Sebagai warga sipil biasa, wajar bila Ryou panik saat terjebak dalam kekacauan penuh bahaya seperti ini.

Alyosha langsung menuju ke sebuah ruangan, diikuti oleh Elisio dengan wajah tak kalah seriusnya dari Alyosha. Ryou yang masih berusaha mencerna keadaan hanya bisa mengikuti mereka berdua tanpa tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi.

Yang Ryou ketahui adalah keadaan sekarang sedang gawat.

Alyosha lalu menekan sebuah tombol pada sebuah layar sandi kecil di depan pintu tersebut. Tak ada angka atau huruf, hanya tombol berjejer saja yang mengeluarkan suara saat ditekan oleh Alyosha.

Pintu tersebut terbuka begitu saja setelah Alyosha selesai menekan sandi di tombol itu. Alyosha dan Elisio bergegas masuk ke dalam ruangan tersebut. Ryou yang lugu juga ikut masuk tanpa ragu, karena ia merasa aman bila bersama mereka berdua.

Ruangan itu nampak biasa saja. Malah rasanya aneh bagi Ryou ketika orang yang tengah diancam bahaya masuk ke dalam sebuah ruangan penuh dengan pakaian mahal dan branded. Memangnya mereka berdua mau pamer setelan di hadapan musuh?

Tolong jangan buat lelucon di saat seperti ini.

Entah dua orang bersurai oranye itu tak menyadari kehadiran Ryou atau tak peduli padanya, tapi mereka tak melarang Ryou untuk ikut masuk ke dalam ruangan tersebut. Ryou yang polos dan lugu hanya memperhatikan mereka dengan wajah polosnya. Di dalam pikirannya masih terdapat puluhan pertanyaan yang sekarang ini masih belum ditemukan jawabannya.

Bunyi ketukan dari sepatu mewah Alyosha terdengar anggun, wanita bertubuh molek itu menuju ke sebuah lemari yang banyak terdapat aksesoris mahal di dalamnya.

Ryou maish memperhatikan dengan seksama apa yang akan dilakukan oleh wanita itu.

"Sudah lama aku tidak membuka lemari ini. Atau baru saja? karena aku yang pelupa." Alyosha lalu membuka lemari itu dan memutar arah sebuah miniatur sepeda tua di dalamnya.

Lemari itu perlahan bergerak, membuat Ryou semakin heran. Tadinya lemari itu yang diisi berbagai macam pakaian mahal dan mewah berganti dengan lemari yang berisi puluhan senjata yang dapat membuat orang-orang melotot dibuatnya. Apalagi senjata api yang ada di situ bukan senjata api biasa. Melainkan senapan Laras panjang, dengan berbagai macam jenis dan punya daya tembak yang tinggi.

"Kau ambil barang kesukaanmu," ucap Alyosha pada Elisio.