Selesai mengguyur tubuh, selanjutnya Laura mempercantik wajah alaminya serta mengenakan transparan lingerie, tidak lupa menyemprotkan parfum beraroma melati, memancing lebih gairah sang suami.
Perlahan Laura membuka pintu kamarnya. Berjalan mendekati anak tangga.
"teprok,teprok"
Suara langkah kaki Laura yang mengenakan heels setinggi dua belas centi meter, nyaring terdengar di telinga Vans, yang sedang duduk santai di ruang tamu apartemen rumahnya. Memutar bola matanya ke arah suara nyaring berasal. Terlihat sang isteri Laura, berdandan dan memamerkan kecantikan alami di wajah tirus dan pipinya yang menjulang tinggi.
Penampilan Laura, seketika mampu menghipnotis pandangan Vans, terpana akan suguhan istrinya. Istrinya yang begitu mempesona.
Dia berjalan dalam kecantikan, bagai malam tak berawan dan penuh bintang. Segala kebaikan dari gelap dan terang, terpancar indah pada sosok serta sinar matanya! Menyeruakkan kasih sayang penuh kedamaian dalam kecerahan hari yang sungguh tak mampu terbantahkan.
Dalam hati Vans terlintas, "Betapa beruntung aku, memiliki wanita seperti Laura. Kecantikan bukan berada pada raut wajah Laura saja, dia terpancar bagai serunai sinar dari dalam hatinya."
Dengan anggun, Laura berjalan menuruni anak tangga. Wajahnya merah merona, memperoleh tatapan dalam dan mata yang tak berkedip dari Vans.
Kibasan transparan lingerie dari Laura, membuat organ intimnya hampir terekspos sempurna, menghiasi langkah seksinya. Warna merah jambu yang Ia kenakan membuatnya semakin menawan.
Tubuh Vans seketika memanas. Gairahnya untuk bercinta semakin membara.
Vans bergegas mengulurkan tangan kanannya, menjemput menuju langkah Laura.
"Tubuh perkasaku datang! Ingin mendapat upah atas tantanganmu tadi pagi!" Vans melempar kata dari kejauhan tiga anak tangga.
Merebut lembut tangan kiri Laura, mencium dari ujung kuku hingga pangkal lengannya. Sedang sebelah tangan Vans menjalar, mencuri buah dada, meremas bagai balon tiup. Mendorong rasa ingin menikmatinya, menantang untuk dilumat.
Laura yang terbawa suasana, membalas gairah suami tercinta dengan membuka kancing kemeja suaminya, meraba perut six pack Vans Prasta, menghisap lehernya, menjulurkan satu tangan lain pada tubuhnya.
Suhu tubuh keduanya semakin meningkat, membuka kembali fikirannya untuk segera bercinta.
Namun aktivitas mereka terjeda. Terganti oleh rasa terkejut bercampur malu. Gairah Vans goyah, saat pelayan menawarkan satu sloki anggur merah sebagai menu tambahan.
"Permisi Tuan, satu sloki anggur merah pesanan Tuan sudah datang!" ucap pelayan membuyarkan hasrat keduanya.
Pelayan menyangga minuman itu dengan satu tangan di atas loyang. Meletakkannya di meja, bersama buket bunga dan menu Favorit Laura, yaitu kepiting saus padang.
Laura tersipu malu, atas kejadian yang tampak di hadapan pelayan, kemudian Vans mengucapkan terimakasih dan meminta pelayan agar segera meninggalkan mereka.
"Ayo kita lanjutkan!" seru Vans kepada Laura.
Vans mengangkat tubuh Laura, membawanya turun menuju meja, yang terletak tepat di sebelah kolam renang.
Meletakkan perlahan tubuh sang istri, lalu kembali meraih pipi cabinya, beralih mendekat dan menggigit telinganya. Berbisik menyampaikan jika ia menginginkan tubuh wanita itu.
Laura hanya membalas dengan kecupan manis. Karena sejak tadi perutnya berdendang, protes ingin diisi.
Vans menunda akan hasratnya, mengambil buket bunga melati asli, untuk diberikan kepada Laura. Tidak lupa dengan kartu ucapan yang sudah dia selipkan.
"Harumnya bunga melati, tidak akan bisa mengganti harumnya tubuhmu! Cantiknya tampilan buket ini, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu dalam pandanganku! Aku mencintai tingkahmu, kecantikan wajah dan hatimu, juga seluruh lengkung bentuk tubuhmu!"
Air mata haru Laura menetes. Ia lanjut bertanya, "Lalu bagaimana dengan hatiku?"
"Jika hanya dengan hati bisa meluluhkan wanita secantik kamu, aku tidak akan bersusah payah menukar keringat dengan rupiah." Vans melontarkan pernyataannya.
"Aku bukan wanita yang gila harta! Sejatinya kebahagiaan tidak bisa diukur atas uang. Kamu harus menyadari, ada banyak hal yang tidak dapat kamu beli dengan uang! Contohnya kasih sayang dan cinta dari orang lain. Selain itu kesehatan, keluarga, serta persahabatan tidak akan pernah bisa kamu beli. Walau sebanyak apa pun uang yang kamu miliki." ucap Laura.
"Namun di zaman sekarang, semua orang butuh uang Laura!" imbuh Vans.
Laura kembali menegur perkataan Vans.
"Uang hanya lah alat. Itu akan membawamu ke mana pun yang kamu inginkan, tetapi tidak akan menggantikan kamu sebagai pengemudi."
Vans lega mendengar perkataan Laura. Rasa takut akan kehilangan Laura, jika sudah jatuh miskin kini tidak lagi menghantuinya. Otaknya kembali terlintas jika hal terbaik yang bisa didapatkan seorang pria adalah seorang wanita dengan memandangnya sebagai harta yang tidak bisa dibeli dengan uang. Iya, Vans sudah memiliki wanita itu!
Obrolan manis tersebut menghiasi makan malam mereka. Vans menuang satu cangkir kecil anggur merah untuk Laura dan satu cangkir kecil lagi untuk dirinya sendiri.
Laura mengambilkan nasi, meletakkan di atas piring Vans, lalu memberinya siraman saus padang dengan potongan kepiting.
Sesekali Vans memberikan suapan dalam mulut Laura. Mengusap sisa makanan yang tidak masuk di pinggir bibir.
Kini perut mereka sudah terisi. Rasa lapar berganti dengan kenyang. Tidak lupa melahap beberapa buah segar untuk pembersih mulut.
Selesai makan Vans memutarkan musik romantis milik Adelle yang berjudul "when we were young". Mengajak Laura berdiri untuk dansa.
"Tangkap tanganku! kita akan berdansa!" bisik lirih Vans.
Tangan kanan Laura menggapainya telapak tangan besar suaminya penuh manja, meletakkan di lengkung pinggang, melangkahkan kaki mengiringi irama.
"Laura, sekarang aku ingin menikmati malam kita di sini sebelum pergi! Menghabiskan waktu untuk melepas hasrat denganmu dalam kolam, mendinginkan tubuhku yang sudah memanas sejak tadi."
"Yang benar saja Vans? Bagaimana rasa bercinta dalam kolam ketika tengah malam, kau ingin kita berdua membeku kedinginan!"
Laura mencoba menahan keinginan menggila suaminya, Walau sebenarnya Ia segera ingin melakukan.
Vans mendekatkan bibirnya ke arah telinga kanan Laura. "Jika di atas ranjang dan di balkon sudah biasa, kita malam ini akan lakukan yang luar biasa istriku."
Tubuh Laura berguncang, gemetar hebat seakan melayani suami di malam pertama.
"Katamu sangat manis Vans, membuat tubuhku semakin panas. Tubuhmu berkeringat, terlihat seperkasa gatot kaca! Menggiring keinginanku untuk segera menikmatinya."
Tangan Laura meraba membuka kancing celana Vans.
Langkah kaki Laura mengarah ke tangga kolam renang. Menuruni perlahan bersama Vans Prasta.
Tubuh mereka sudah tertutup air setengah badan di kedalaman seratus dua puluh centi meter.
Laura berdecit menggigit bibirnya sendiri," Uuuhh.. Lakukan sekarang Vans! Aku sudah tidak tahan."
Lagi-lagi otak Vans terganggu! Fikirannya tidak bisa lepas oleh masalah-masalah yang terjadi. Vans memukul genangan air dengan kedua tangannya. "Aku belum bisa Laura! Saat gairah aku memuncak, bayang-bayang para buruh perusahaan yang menahan lapar, efek kebangkrutan itu datang menghantui!"
Terlihat Vans sangat cemas dengan memukul dahinya berkali-kali. "Aku terlihat seperti lelaki bodoh! Memuja segalanya dengan uang. Hingga aku lalai tak sadar dengan penurunan profit perusahaan."
Memeluk erat tubuh Vans. Iya, hanya itu yang bisa Laura lakukan saat ini agar lebih tenang.
"Vans, berterima kasihlah! Kita masih diberi kesehatan, tempat tinggal yang layak, bahkan kamu tidak dikejar-kejar hutang. Seperti apa yang kamu sampaikan tadi, tentang karyawan kamu mengenai saudara-saudaranya."
"Laura, aku hanya berterimakasih sudah diizinkan memiliki kamu: menjadikanmu tulang rusuk, namun kamu bisa berubah menjadi tameng ketika aku diserang."
Rencana bercinta yang mereka susun matang, kembali gagal akibat remuknya mood Vans. Laura keluar kolam dengan kekecewaan, biasa dengan semua keinginan mengenai bercinta yang selama ini selalu terpenuhi, tapi tidak untuk malam ini yang gagal menyalurkan hasrat.