Chereads / LIONTIN / Chapter 3 - BAB 3 Mencari tau apa yang sebenarnya terjadi

Chapter 3 - BAB 3 Mencari tau apa yang sebenarnya terjadi

Mentari pagi begitu cerah hari itu. Elena yang berencana pergi ke dokter untuk memeriksakan matanya bersama Ibu-nya sudah selesai mandi dan berganti baju. Ia bercermin sebentar untuk melihat dirinya apakah sudah rapih atau masih ada yang perlu di rapihkan. Ia melihat dirinya dengan sangat kecewa. Baginya kini dirinya nampak jelek menggunakan kaca mata besar itu dan rasanya ia tak secantik kemarin. Bukan karna kacamata-nya, namun memang kemarin ia merasa ia lebih cantik namun tak tau apa penyebabnya. Wajah yang cerah itu kini kembali gelap, kusam dan tak menarik lagi. Ia masih menatap cermin dan tiba-tiba teringat akan kalung liontin yang biasa ia pakai. Ia melirik sebuah kotak di atas meja kamarnya. Iya.. dia meletakkan liontin itu disana, mungkin akan lebih baik jika ia merias leher jenjangnya dengan kalung itu pikirnya. Ia mengambilnya dan menggunakan kalung itu.

Namun.. ketika ia telah memakaikan kalung itu di lehernya seketika kondisi matanya kembali berubah. Pandanganya yang semula jelas saat menggunakan kaca mata kini menjadi buram. Segera ia menanggalkan kacamatanya dan mendapati matanya kembali normal.

Elina begitu kegirangan. Ia merasa wajah yang bersinar itu kembali, ia merasa lebih cantik.. oh tidak, dia merasa sangat cantik.

"El sayang.. turun nak. Kita sarapan dulu baru ke klinik" Teriak ibunya dari bawah tangga kamarnya. Kamar Elina berada di lantai 2 rumahnya.

"Ya bu.."

Mendengar ibunya berteriak ia hendak turun dan mencopot kembali Liontinya untuk di simpan. akan ia pakai kembali nanti saat pulang pikirnya.

Hal aneh kembali terjadi, ketika liontin itu terlepas dari lehernya.. maka ia kembali menjadi Elina yang tak bisa tanpa kacamata. Ia keheranan dengan hal itu, ia pakai kembali liontin itu dan ia kembali menjadi Cantik juga matanya kembali normal. Berkali kali iya coba untuk memastikan. Lepas... pakai kembali.. lepas.. pakai kembali..

Kini ia sadar bahwa perubahan itu datang dari Liontin itu. Liontin itu bukan sembarang liontin. Dia lah yang membuat Elina menjadi sangat cantik sekarang bahkan membuat Elina memiliki rasa berani dan percaya diri yang semenjak ibu dan ayahnya bercerai entah kemana perginya rasa itu.

Dengan berlari ia menuruni tangga, memeluk ibunya dan mengatakan bahwa ia sangat senang.

"Senang kenapa nak.."

"Pokoknya El seneng banget bu.."

"Loh kacamatamu mana?"

"Aku gak pake lagi bu. Mataku sudah gakpapa sekarang"

"Hah? kok bisa begitu?. Tapi tetep ya.. kita harus ke klinik untuk cek kondisi mata kamu. Ibu takut dikemudian hari akan ada masalah lagi"

"Gak usah bu.. Elin berani jamin Elin gakpapa"

"Hemm.. yasudah kalau mau-mu begitu. Ibu nurut saja.."

"Kalo gitu Elin ganti baju sekolah aja deh bu, Elin masuk aja ya.."

"Yah.. tapi ibu sudah kirim surat ke sekolahmu untuk izin kamu gak akan masuk hari ini trus ibu juga udah ijin dari kantor untuk gak masuk buat jagain kamu"

"Yahhhh, yaudah deh bu. Kalo gitu Elin temenin ibu aja dirumah sekarang hehehehe"

"Okedeh... enaknya ngapain ya nak"

"Heeemm.. kita nonton yuk bu.. nonton film di bioskop ya bu ya.."

"Boleh.. boleh.. yasudah kita sarapan dulu abis itu baru pergi. okey?"

"Siap ibu !!!"

Lagu mereka tetawa bersama.

Setelah selesai makan Elin dan Ibunya bergegas pergi ke bioskop untuk menonton beberapa film yang ingin Elin tonton.

Sementara itu di sekolah Dinar begitu kawatir dengan keadaan Elin. Hari ini ia tak masuk dan dipastikan lewat surat ijinya yang menyatakanya bahwa ia sedang sakit.

Dinar yang sedang duduk di taman sekolah sembari melihat anak-anak bermain basket.

"Hei, kok gak ikut pelajaran bu Lusi?"

Dinar menatap ke sumber suara yang ternyata itu Bianca.

Bianca segera duduk tepat di sebelah Dinar.

"Gakpapa, lagi gak pengen aja. Lagian gue udah ijin ke bu lusi"

"Tapikan ijinya ke UKS bukan ke lapangan basket begini"

"Lu sendiri ngapain kesini?"

"Gue juga ijin ke UKS"

Mereka saling tersenyum dengan kelucuan dari jawaban Bianca.

"Bi, Elina sakit apa ya?"

Mendengar pertanyaan Dinar, Bianca yang semula tersenyum kini menampakkan wajah yang tak senangnya.

"Mana gue tau, emang gue emaknya"

"Lagian ngapain si lu nanya nanyain si culun ke gue?"

"Culun?, kok culun.. Elin Bian Elin yang gue tanyain"

"Lah iya Dinar.. Elin itu ya si culun yang sering gue ceritain ke elu"

Betapa terkejutnya Dinar mendengar hal itu.

"Hah? seriusan?"

"Iya beneran. Cuman sekarang emang dia berubah aja jadi cantik. Ah tapi dimata gue dia sama aja, tetep si culun. Cantikan juga gue ya kan"

Dinar kembali mengingat ingat kejadian kemarin siang. Kejadian dimana ia sempat bertanya kepada Elin yang mana orang yang sering di sebut Bianca si culun. Namun mengapa Elin justru seolah menutupi fakta itu. Mungkin saja hal itu merupakan hal yang tak ingin ia bahas saat itu.

"Di !! kok malah nglamun sih!"

"Hah ? oh.. engga. Kenapa tadi?"

"Hiiihhhhh ngeselin. Cantikan gue kan dari pada Elina?"

"Cantikan Emak gue !, dah ah, gue mau cabut ke kelas. Mau ikut kaga?!" Dinar bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kelas.

"Ihhh kok malah bahas tante mirna sih!!, tungguin... ikut!" ucap bianca sembari mengejar Dinar.

Berbeda dengan kondisi Dinar yang tak bisa fokus karena terus memikirkan Elina, Elina justru sedang bersenang-senang dengan ibunya.

Iya menonton 4 film, membeli beberapa baju dan juga memakan Es krim kesukaanya. Waktu bahkan sudah menunjukan pukul 4 sore dan membuat mereka lelah lalu pulang.

"Adu du duh, ibu capek banget" Ibu segera duduk di sofa setibanya di rumah.

"Hehehehe makasih ya bu udah nemenin Elina seharian. El seneng banget deh bu"

"Iya nak sama sama. Ibu juga udah lama gak liat Elin se-seneng ini nak.. maafin ibu ya yang sempat gak tau kondisi kamu gak baik di sekolah barumu"

"gakpapa bu.. Elin tau kok ibu sibuk kerja. Lagian kan ibu kerja buat Elin juga"

"Wah wah.. anak ibu sudah dewasa rupanya"

"Iya lah bu.. masa kecil mulu. Elin ke kamar dulu bu ya. Mau nyobain baju yang ibu beliin buat Elin hehehe"

Ibunya hanya mengangguk dan tersenyum.

Elin berlari ke kamarnya. Di saat itu pula air mata Ibu tercucur keluar. Bagaimana tidak, ia sangat menyesali bahwa kini Elin tak punya lagi sosok ayah. Terlebih ia kini single parent yang harus mengurus semuanya sendiri. Rasanya berat menukar masa masa bahagia bersama elin dengan bekerja setiap waktu. Namun itu harus ia lakukan agar pemasukan tetap ada dan Elin bisa sekolah setinggi mungkin.

Di kamar Elin sedang mencoba coba baju barunya.

"Wah ini bagus, ini juga bagus. Emang ya selera mama memang paling the best" Ucapnya sembari tersenyum senang.

Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya. Ternyata.. hidup ini bisa berubah kapan saja. Ia tentu sangat bahagia memiliki ibu seperti ibu Rosita mamanya. Terlebih kini ia bukanya si culun lagi yang selalu dihina dan dijadikan bulan bulanan di sekolahnya.

Bahkan dia memiliki sahabat super tampan yaitu Dinar. Hidupnya seperti hampir sempurna pikirnya.

"Andai ayah disini... andai ayah masih bersamaku" Gumamnya lirih dan membuat airmatanya menetes.

Ibu dan anak yang tadinya saling tetawa bahagia kini menangis dalam diam tanpa saling mengetahui. Betapa jahatnya perceraian yang akan slalu membekas di kehidupan mereka yang mengalami.