Chereads / Lord Perdien / Chapter 3 - Saudara

Chapter 3 - Saudara

Beberapa saat setelah asap merah tadi menipis, muncullah sesosok makhluk berambut kuning keemasan.

Tanggannya menangkup, sosok itu menunduk ke arah Ethan.

"Salam sejahtera untukmu, Tuanku. Aku adalah satan yang akan menuruti semua perintah Anda," ucap sosok berambut kuning tadi.

Ethan tersenyum. "Satan, aku ingin kau menghilangkan semua rambut Eden!"

Eden tersentak. "Apa?!" pekiknya terkejut.

Satan itu mengangguk patuh. Dengan sekali jentikan tangan, membawa secercah cahaya mendekati posisi kepala Eden. Lalu ... puff ... rambut putih Eden hilang tak tersisa.

Eden dan Ethan menjadi sama-sama botak sekarang.

Eden menggeram marah, sekaligus shock.

"A-apa yang telah kau lakukan pada rambut yang menjadi sumber ketampananku, hah?" teriak Eden frustrasi.

Amarah Eden membuncah. Mata beriris kelamnya berkilat tajam. Napasnya memburu. Ia mengangkat tangannya di udara. Kilatan cahaya keluar dari ujung jemari Eden, bersamaan dengan itu muncul pedang tajam berkilat.

Jleb!!

Pedang tajam itu menghujam tepat ke jantung Ethan hingga tembus punggung. Kejadiannya begitu cepat.

Ethan yang tak memiliki kesiapan apapun terpaksa menerima nasibnya, mati di tangan orang asing.

Ethan memang tak memiliki keahlian bertarung. Ia adalah tipe Penyihir Summoner, penyihir yang hanya mampu memanggil makhluk astral untuk ia jadikan budak.

Satan tadi tertegun. Bosnya mati di depan mata kepalanya sendiri. Sebenarnya ia merasa iba, namun keselamatan nyawanya sendiri jauh lebih penting.

Satan yang menjadi budak Ethan tadi, menghilang begitu saja, meninggalkan Eden yang tertawa kejam di samping tubuh Ethan yang tergeletak lemas.

"Bintang kembar telah bertemu. Kepingan batu bintang telah menyatu. Roda kehidupan sudah dimulai. Takdir kejam pada akhirnya benar-benar terjadi."

Seorang wanita berjubah hitam tiba-tiba sudah berada di belakang Eden.

Eden berbalik, ia melotot ke arah wanita tadi.

"Apa yang kau bicarakan, wanita tua?? Batu bintang apa??" tanya Eden yang tiba-tiba penasaran dengan ucapan wanita itu. Dia adalah ahli nujum.

"Kau pemilik kepingan batu bintang, Pangeran. Dan Pangeran Ethan pemilik kepingan yang lain. Sejak kecil kalian terpisah hanya untuk menghindari kutukan itu. Namun, saat ini kutukan itu benar-benar terjadi," ungkap wanita tua tadi.

"Kutukan apa? Dan siapa yang kau sebut pangeran? Aku hanya warga biasa Desa Monquila." Eden terlihat kebingungan.

"Kau adalah putra dari Ratu Aria dan Raja Arthur dari Kerajaan Tranmoz. Kota Aragon ini berada di kekuasaan Kerajaan Tranmoz. Dua puluh tahun lalu telah lahir dua pangeran kembar di kastil utama. Namun, ahli perbintangan meramalkan kedua bayi itu tak bisa bersatu karena salah satu dari pangeran itu memiliki aura gelap dan pembawa sial.

"Dengan berat hati Raja dan Ratu membuang bayi yang masih merah itu dan merawat bayi yang satunya lagi. Ahli perbintangan memperingatkan pada Raja dan Ratu agar kedua pangeran selamanya tak akan bertemu karena sebuah kutukan."

"Jangan berbelit-belit!! Aku tak punya banyak waktu untuk mendengar kisahmu tentang bayi kembar gundul itu," sela Eden.

Wanita ahli nujum itu menunjuk bagian belakang leher Eden, beralih pada bagian belakang leher Ethan. Yang ternyata memiliki sebuah tanda lahir yang serupa.

"Laki-laki yang barusan kau bunuh ini adalah saudara kembarmu, Pangeran."

Eden tercekat. Jantungnya seolah merasakan tikaman yang beberapa saat tadi dihunjamkan pada jantung Ethan.

Eden tercekat. Jantungnya seolah merasakan tikaman yang beberapa saat tadi dihunjamkan pada jantung Ethan.

"Kau baru saja membunuh saudara kandungmu, Pangeran," ucap wanita tadi seraya menunjuk-nunjuk Eden.

Eden menggeleng tak percaya. "Ini mustahil. Kau hanya coba memperdayaiku, kan!!"

Eden mengangkat pedangnya ke udara.

Crat!!

Darah muncrat dari leher sang wanita ahli nujum tadi. Eden menebas leher wanita tua yang sudah membuatnya merasa bingung.

"Itu benar, Putraku!"

Sebuah suara parau tiba-tiba terdengar.

Eden berbalik, terkejut mendapati sesosok wanita dengan rambut putih serupa warna rambutnya saat sebelum botak. Wanita itu cantik, wajahnya nyaris persis dengan Ethan.

Air mata tampak menitik di kedua sudut mata Ratu Aria. Ia mendekat ke tubuh sang putra, Ethan, yang telah terbujur kaku.

Diraihkanya tubuh kaku itu dan mendekapnya, begitu erat.

"Ini semua salahku. Maafkan aku. Jika saja aku tak mempercayai kutukan itu, dan mampu mengurus kalian berdua sejak lahir. Ini semua tidak akan pernah terjadi," isak Ratu Aria penuh penyesalan.

Pandangan Ratu Aria beralih pada Eden yang masih berdiri membatu tak jauh darinya.

"Aku sungguh minta maaf, putra-putraku. Maafkan aku yang telah melahirkan kalian untuk mengalami takdir kejam semacam ini. Seharusnya kalian tahu kebenaran ini lebih awal. Tetapi..."