Hilal dapat melihat paras Arjuna yang terlihat masih menawan, meski wajahnya pucat dan banyak lebam. Kulit putih bersih, mata sayu, hidung mancung, bibirnya yang penuh meski terlihat pucat. Benar-benar seperti Maurasika versi lelaki, batin Hilal.
Hilal memberanikan diri untuk mengecup kening putranya itu. Seharusnya, inilah yang dilakukan seorang ayah pada putranya.
Arjuna merasa canggung diperlakukan seperti itu. Dia bahkan memudurkan wajahnya.
"Ada apa, Paman?" tanya Arjuna, keheranan.
Rasanya sudah sangat lama ia tidak pernah diperlakukan seperti ini kecuali oleh mama dan ibu Sri, kepala panti asuhan tempat Arjuna tinggal selama ini. Bahkan Ibu Sri hanya melakukan itu beberapa kali saja, mungkin tidak ingin membuat yang lain merasa iri.
Hilal merunduk dan tetap mencium kening Arjuna dengan lembut.