"Aku akan berada selalu di sisimu. Kuharap kau hanya melihatku. Bisakah kau lakukan itu, Maura?"
"Heh? Kalau aku melihat Kak Hilal terus, di saat aku lagi jalan, bisa-bisa aku menabrak dong, Kak?" balas Maura, sambil tersenyum menggoda. Panggilannya padaku pun tidak pernah konsisten, kadang 'Kakak, Bang, Mas' dan kadang malah 'Hilal' saja. Padahal, aku inginnya dipanggil 'sayang'.
"Astaga! Bukan seperti itu, Maura. Melihatku itu maksudnya aku ingin kau hanya melihatku sebagai pria satu-satunya untukmu. Mengerti?"
Aku langsung menghembuskan napas kasar karena kepolosan dari gadis yang kusayangi ini. Aku harus ekstra sabar menghadapi kekasihku yang terlampau tidak peka ini.
Remaja perempuan yang ada di hadapanku ini hanya mengangguk sekali. Maura sepertinya sudah sangat kenyang mendengar semua gombalanku tiap harinya. Tapi, aku tentu saja tidak peduli. Menggombali Maira merupakan kebutuhan khusus bagiku setiap hari.
"Kak Hilal?"
"Heum?"
