Meski terlihat enggan, Maura tetap berpose. Terlihat tidak ikhlas. Tapi, aku tidak peduli. Yang penting kami berdua mempunyai foto pernikahan kami, meski ini hanyalah foto pernikahan bohongan. Aku akan menyimpan foto ini selamanya.
Kulihat Bang Farhan dan Rendi sudah dalam mode siaga menghajarku. Tapi, aku malah senang melihat ekspresi mereka yang seperti itu. Jadi, sekalian saja aku buat mereka semakin panas. Ada Maya, jadi mereka tidak mungkin menghajarku, bukan?
Kututup mataku, dan mendekatkan diri ini sedikit lebih condong pada Maura, yang tengah kurangkul mesra karena permintaan Maya tadi. Ah, yang tadi itu terdengar perintah bukannya permintaan. Tapi, jujur saja aku sangat senang.
***
Beberapa minggu setelah mengikuti karnaval itu, aku semakin menginginkan Maura. Aku tidak tahu mengapa, tapi Maura selalu sja memenuhi setiap pikiranku. Bahkan, setiap penolakannya, semaki membuatku bersemangat untuk meraih hati Maura.