Chereads / DARK VIBE : Finished The Cases. / Chapter 6 - Five. Ruangan Tersembunyi

Chapter 6 - Five. Ruangan Tersembunyi

Malam ini, sekolah mengadakan razia asrama secara mendadak, yang membuat para siswa dan siswi mengumpat setiap saat. Bodoh sekali pihak sekolah melakukan razia dadakan di malam hari, padahal besok hari senin, dan mereka harus bangun pagi untuk melakukan upacara. Padahal, tidak akan ada yang mereka dapatkan walaupun melakukan razia secara mendadak seperti ini.

"Reyn? Kamu nyariin apa sih, kok kayaknya dari tadi sibuk banget?" tanya Nessa penasaran. Reyn menoleh ke arah Nessa, gadis itu tersenyum tipis, sembari menunjukkan bolpoin yang ia genggam. "Kalau hilang, kamu kan bisa beli lagi, Reyn," ucap Nessa. Reyn menggelengkan kepalanya, seolah bolpoin itu hanya ada satu di dunia ini. Nessa hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan teman se kamarnya ini.

Nessa yang kesal melihat Reyn, akhirnya ikut membantu gadis itu. Ia tidak mau Reyn dimarahi sendiri ketika petugas razia datang ke kamar yang mereka tempati. Tidak berselang lama, Nessa berhasil menemukan bolpoin yang Reyn cari, bolpoin dengan corak batik yang terbuat dari emas asli. Haish, pantas saja Reyn tidak may kehilangan bolpoin ini, karena jika petugas razia menemukannya, itu akan dihak milik oleh mereka. "Ah, terimakasih Nes. Aku gatau kalo pulpen ini ngilang gimana jadinya," ucap Reyn, sembari mengambil bolpoin itu dari tangan Nessa.

"Bisa gawat kalo pulpen ini ketauan sama petugas razia, pekerjaan ku akan sia–sia saja nantinya," ucap Reyn dalam hati.

Setelah berhasil menemukannya, Nessa dan Reyn bergegas keluar dari kamar asrama mereka. Dan benar saja, saat mereka keluar, petugas razia datang, dan langsung masuk begitu saja ke dalan kamar. Tidak sopan memang, tapi itu tugas mereka. "Langsung berkumpul di lapangan, jangan ada yang pergi kemanapun!" titah salah satu petugas razia itu. Nessa memutar bola matanya malas, sombong sekali orang itu, taunya hanya memerintah saja.

"Udah Nes, ayo kita jalan aja." Nessa mengangguk kecil. Ia mengikuti langkah Reyn yang lebih dulu darinya, berjalan cepat menuju tangga. Tidak ada angin, tidak ada hujan, Reyn berhenti begitu saja, tatapannya kosong ke depan, menatap lorong sekolah yang gelap ini. Nessa mengguncang tubuh gadis itu, namun tidak ada respon dari Reyn. "Reyn? Kamu enggak lagi kesurupan, 'kan?" tanya Nessa dengan sedikit rasa takut. Reyn tidak menjawab pertanyaan Nessa, gadis itu memilih diam, dan berjalan secara perlahan, masuk ke lorong gelap yang sudah seperti portal menuju dunia ghaib.

Nessa yang takut hanya bisa mengikuti Reyn daei belakang, tidak mungkin ia mau bepergian sendiri di malam hari seperti ini. Karena takut terjadi sesuatu, Nessa menelfon Ghani, setidaknya jika ada laki–laki yang ikut bersama mereka, Nessa akan lebih tenang. "Nes, maatiin handphone kamu," bisik Reyn. Nessa mengangguk kecil, walaupun ia bingung kenapa Reyn menyuruhnya mematikan ponsel. "Ghani sebentar lagi nyusul," ujar Nessa ikut berbisik.

Reyn mengangguk pelan, kemudian ia menaruh jari telunjuknya di depan bibir, isyarat agar Nessa diam, dan tidak banyak bicara lagi. Tidak disadari, sekarang Ghani juga sudah berada di belakang Nessa dan Reyna. Tanpa banyak bertanya, Ghani mengikuti postur tubuh keduanya, yap, ia ikut mengendap–ngendap bersama dua temannya ini. "Itu bukannya ketua osis? Dia ngapain di sini? Harusnya kan dia ngurusin jalannya razia ini?" bisik Ghani, yang di balas tatapan tajam Reyna.

Jika Reyna sudah seperti ini, pasti ada sesuatu yang salah, atau ada hal penting yang ingin ia buktikan. Namun tidak lama setelah itu, sang ketua osis berbalik kearah mereka. Di dalam lubuk hati Ghani yang terdalam, anak itu mengumpat, ia yakin pasti Joyye, ketua osis itu akan melihat mereka. Tapi, takdir Tuhan berkata lain. "Ini ... ruangan apa?" tanya Ghani di tengah keterkejutannya. Ghani menatap Nessa yang juga kebingungan, namun tidak dengan Reyna. Gadis itu tetap tenang, dan mengintip ke celah yang terdapat di tembok ini.

Yang menjadi masalah sekarang adalah, darimana Reyn tahu jika di belakang tembok ini ada ruangan rahasia? "Ah tidak, aku harus menyingkirkan pikiran ini terlebih dahulu," batin Ghani. Tanpa banyak berpikir lagi, Ghani berjalan menghampiri Reyn, dari celah tembok ini, Ghani dapat melihat Joyye yang berjalan ke arah mereka berdiri tadi. Ghani hanya berharap, jika Joyye tidak tahu akan adanya ruangan rahasia ini. "Joyye, di sini tidak ada siapapun. Kau mungkin salah lihat," ucap seorang gadis yang ikut bersama Joyye.

Joyye memasang wajah tidak yakin, karena ia tahu, dirinya tidak mungkin salah lihat. "Jihan, jika aku mengatakan yang ku lihat adalah hantu, kau akan percaya?" bukannya jawaban dari Jihan—Ketua kelasnya Reyna, Nessa, dan Ghani—gadis itu malah pergi meninggalkan Joyye sendiri, berlari sekencang angin, dan melupakan bahwa masih ada Joyye di sebelahnya. Joyye menghela nafas berat, ia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan sekali lagi, jika penglihatannya itu benar. "Mungkin itu hanya halusinasi ku saja," ucap Joyye pasrah.

Ghani dan Nessa menghela nafas lega, jika Joyye tahu akan ruangan rahasia ini, maka sia–sia saja persembunyian yang di lakukan oleh Reyna. Walaupun seharusnya Joyye lebih tahu tentang sekolah ini dibandingkan Reyn yang itungannya masih murid baru. "Reyn, ini ruangan apa?" tanya Nessa, dan Reyn membalasnya dengan gidikkan bahu. "Aku saja baru mengetahuinya," ucap gadis itu santai.

Untuk disebut baru mengetahui ruangan ini, gesture tubuh dan mimik wajah Reyn terlalu tenang, seolah tidak ada apapun yang terjadi. "Nah, daripada kita ke lapangan, bukannya lebih baik kita mencari tahu isi ruangan ini apa?" Reyna menggelengkan kepalanya. "Tidak Ghani, nanti saja kita cari tahu tentang ruangan ini. Sekarang lebih baik kita turun ke bawah, sebelum anggota sosis itu tahu kita menghilang," jelas Reyn. Ada sedikit rasa kecewa di hati Ghani, tapi apa yang Reyn katakan juga tidak salah.

"Yaudah, kita pergi sekarang juga, waktu razianya bakal berakhir setengah jam lagi," cela Nessa, yang dibalas anggukan keduanya. Secara perlahan, Reyna menekan tombol yang berada di tembok, ia perlahan berjalan keluar dari ruangan ini, khawatir jika ada orang yang mungkin melihat mereka. "Ayo, sepertinya ini aman!" Reyn memberi aba–aba pada kedua temannya, setelah itu ia berlari kecil agar cepat menjauh dari tembok yang menutup ruangan itu.

Dengan nafas yang sedikit tersengal, ketiganya mulai berjalan pelan, agar jika ada yang melihatnya, orang itu tidak mencurigai mereka. "Hey kalian bertiga! Sedang apa kalian di sana?! Harusnya kalian kan berkumpul di lapangan?!" Teriakkan Joyye yang sangat keras membuat nafas mereka berhenti sejenak. Tadi berhasil sembunyi dari ketos galak ini, tapi sekarang malah ketahuan. "Ah itu, kami tadi mengejar orang yang mencurigakan, tapi ternyata itu pak satpam. Kau sendiri, sedang apa di sini, Joyye? Bukan kah seharusnya kau mengawasi calon ketua osis baru?" tanya Reyna memutar balik keadaan.

Gestur tubuh Joyye, menunjukkan jika dirinya sedang gugup, gadis itu mulai berkeringat, seolah pertanyaan Reyna sangat sulit di jawab olehnya.

"Aku tidak salah bicara, kan?"

~~~~