Chereads / I Love You, Salsha! / Chapter 21 - Chapter 20

Chapter 21 - Chapter 20

Salsha menarik selimut sampai sebatas bahunya. Ia sudah merasa sedikit tenang setelah curhat kepada Steffi. Salsha menangis tersedu-sedu menceritakan semua yang ia rasakan kepada sahabatnya itu. Steffi memberikan pencerahan dan sedikit nasehat kepada Salsha.

Yang paling Salsha ingat dari nasehat Steffi adalah, Tinggalkan semua orang yang memberikanmu luka dan mulailah fokus kepada orang-orang yang memberikanmu kebahagiaan. Setiap yang pergi akan di gantikan dengan yang lebih baik.

Sekarang yang akan Salsha lakukan adalah benar-benar melupakan Aldi. Mereka berdua sudah tak sejalan lagi. Salsha yang menjadikan Aldi sebagai satu-satunya tempat persinggahan sedangkan lelaki itu menjadikannya yang kedua. Tujuan mereka sudah berlain arah. Biarpun Aldi mengatakan jika lelaki itu menyayanginya, tetapi jika masih ada Kezia di samping Aldi semua tak ada gunanya. Salsha bukan tipe orang yang suka berbagi. Apalagi orang yang di cintainya. Daripada harus selalu menahan sakit karena Aldi yang tak bisa tegas. Salsha lebih baik melupakan lelaki itu.

Salsha berpikir, sudah selayaknya sekarang ia lebih mencintai dirinya daripada orang lain. Selama ini, Salsha selalu memikirkan kebahagian Aldi, ia selalu diam meskipun lelaki itu menyakitinya dan ia membiarkan dirinya terus-terusan di sakiti. Tapi, sekarang tidak, ia akan lebih peduli terhadap dirinya sendiri daripada orang lain.

Salsha tahu, melupakan Aldi bukanlah hal yang mudah. Tapi Salsha yakin, jika ia sungguh-sungguh untuk melupakan Aldi. Ia pasti bisa. Tuhan selalu bersamanya.

Steffi mengusap rambut Salsha sembari tersenyum lembut. Ia juga menarik selimut sebatas dada. Steffi memang memutuskan untuk menemani Salsha tidur malam ini. Hati gadis itu masih rapuh. Steffi tak mau sesuatu hal buruk menimpanya. Salsha dan Steffi sama-sama tersenyum sembari bertatapan. Kemudian, mereka berdua menutup mati. Sudah waktunya tidur. Sudah waktunya Salsha mengistirahatkan hati dan pikirannya dari Aldi.

***

Semalaman Aldi tak bisa tidur. Ia terus saja memikirkan Salsha. Gadis itu seakan tak mau lepas dari pikirannya. Apalagi saat kembali mengingat wajah penuh luka yang Aldi lihat kemaren. Ia merasa jahat sudah melakukan itu kepada Salsha.

Aldi kalut. Ia tak bisa memikirkan apapun kemaren. Semua terjadi dengan tiba-tiba. Kezia yang memerlukan dirinya dan juga Salsha yang sedikit egois. Yaa, Aldi merasa Salsha sedikit egois. Gadis itu terlalu membesarkan masalah. Aldi tahu, ia salah. Tapi, Aldi memiliki alasan untuk melakukan itu. Harusnya, Salsha paham dan mengerti. Aldi sedang berada di masa sulit. Tapi biar bagaimanapun lelaki itu akan terus meminta maaf kepada Salsha. Ia tak ingin hubungannya dan Salsha terus menjauh.

Pagi ini, Aldi sedang memikmati sarapan paginya. Ia memakan roti selai coklat sembari di dalam hati berdoa agar nanti Salsha mau memaafkannya.

Mellina yang baru datang ke meja makan pun duduk di depan anak lelakinya itu. Ia meraih roti dan mengolesinya dengan selai kacang. Mellina menatap Aldi, "Kamu lagi ada masalah?" tanya Mellina. Bisa Mellina lihat jika wajah Aldi sedang berpikir keras.

Aldi menghentikan acara makannya, ia meminum susu dan kembali menatap Mellina, "Nggak kok, Ma."

Mellina mengangguk mengiyakan. Ia tipe orang tua yang tidak mau terlalu mencampuri urusan anaknya. Ia yakin Aldi bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Gimana kabar Salsha?" tanya Mellina tiba-tiba. Mellina memang sudah tau kabar kepulangan Salsha.

Aldi kaget saat mendengar Mamanya membahas Salsha. Sudah lama, sejak kejadian Salsha pergi ke Italia dan Katya yang membatalkan acara pertunangan mereka, Mellina tak pernah membicarakan Salsha, "Salsha baik, Ma." sahut Aldi cuek.

"Kamu masih sering berhubungan sama dia?" tanya Mellina lagi sembari mengunyah rotinya.

"Iyaa," Aldi mengangguk singkat, "Kita masih dekat, Ma."

Mellina manggut-manggut, "Kapan kamu ajak dia main kesini. Ketemu sama Mama?"

Aldi menelan salivanya dengan sukar. Ia belum mempersiapkan jawaban saat di tanya hal seperti itu. Aldi takut jika Mellina masih belum menerima Salsha.

"Mama pengen ketemu sama calon menantu Mama. Kata Katya dia gadis baik. Jadi, kapan kamu kenalin kami?" tanya Mellina lagi.

"Mama udah nggak benci sama Salsha?" Aldi ingat saat pertama Salsha berkunjung kerumahnya. Mellina malah menghujami Salsha dengan kata-kata pedas.

Mellina menggeleng singkat, hampir tak terlihat, "Mama belum sepenuhnya bisa nerima dia. Karena bagaimana pun, Mama pengen Katya yang jadi menantu Mama. Tapi, karena Katya bilang dia baik. Mama pengen kenal lebih dekat."

Perlahan, senyum di wajah Aldi terbit. Mendengar berita baik dari Mamanya membuat Aldi lebih semangat untuk meminta maaf kepada Salsha. Aldi berdiri dan menyalami Mellina, "Aldi pergi dulu, Ma. Ada hal yang harus Aldi urus."

Aldi berjalan menjauhi meja makan. Baru dua langkah, Aldi kembali berbalik, ia menatap Mellina dengan senyum, "Dan soal Salsha. Secepatnya aku akan ajak dia main kesini."

***

Salsha sedang memakan sarapannya di temani Steffi. Salsha makan dengan lahap. Ia rasa suka cukup semalaman ia menguras tenaganya dengan menangis. Hari ini, ia tak akan melakukan itu lagi. Ia juga sudah pasti ingin melupakan Aldi, menghapus bayang lelaki itu dari hatinya.

Bell rumah Salsha berdering, tetapi gadis itu masih saja melahap makanannya. Sama sekali tak ingin membuka pintunya. Salsha punya firasat jika yang bertamu itu adalah Aldi.

Steffi yang berada di depan Salsha awalnya tak peduli dengan suara bell itu, tetapi makin lama suara bell itu makin nyaring terdengar, "Sal, bukain pintu lo."

Salsha bersikap acuh, "Ogah. Lo aja yang buka."

Steffi terkekeh, merasa lucu dengan sikap Salsha. Ia juga sudah tau siapa yang bertamu itu, "Nggak kasihan lo sama dia?"

Salsha menggeleng, minum susu yang tadi ia siapkan, "Dia aja nggak kasihan sama gue. Seenaknya bikin sakit hati."

"Yee," Steffi melempar kerupuk ke wajah Salsha, "Baperan amat. Katanya udah maafin."

"Memaafkan bukan berarti melupakan. Dengar, tuh," Salsha bersungut kesal. Tapi tak urung ia juga berdiri, "Tapi kasihan sih anak orang."

Salsha melangkahkan kakinya untuk menemui lelaki itu. Sebelum membuka pintu Salsha tersenyum manis, ia juga menghela nafasnya. Ia tak ingin menangis lagi di hadapan Aldi. Cukup kamaren ia melakukan hal konyol itu.

Salsha membuka pintunya, dan benar saja sudah berdiri Aldi tepat di depannya. Salsha duduk di kursi teras. Sama sekali tak ingin melihat Aldi.

Lelaki itu pun mengikuti Salsha. Ia duduk di samping Salsha. Ia meletakkan buket bunga mawar seperti kemaren di atas meja, "Buat kamu."

"Lo mau buka itu bernasib sama kayak kemaren?" Salsha berkata dengan dingin. Sama sekali tak melirik bunga itu ataupun Aldi.

Aldi menghela nafas. Ia butuh kekuatan ekstra untuk menghadapi Salsha, "Udah dong marahnya. Aku minta maaf."

"Udah gue maafin."

Mata Aldi berbinar. Ia ingin menggenggam tangan Salsha, tetapi gadis itu langsung bersidekap dada, "Serius?"

Salsha menatap Aldi, ia menyunggingkan senyum miringnya, "Selalu seperti itu 'kan? Lo yang dengan gampangnya buat kesalahan ke gue. Ngulangi kesalahan yang sama, trus ngemis-ngemis minta maaf ke gue. Dan gue selalu maafin. Gitu 'kan?" Salsha kembali melihat ke depan, "Sampai gue bosan. Lo nggak pernah berubah. Tetap gitu aja dari SMA. Apa kehilangan sama sekali nggak buat lo sadar?"

Aldi kembali lesu, tak semudah itu mendapatkan maaf Salsha. Ia menggaruk tengkuknya frustasi, "Maaf, Sha. Kemaren Kezia butuh gue."

"Cuma Kezia yang butuh lo, sedangkan gue nggak," sindir Salsha, "Cuma Kezia yang lo prioritasin, gue nggak," lanjutnya.

Aldi merasa sikapnya serba salah. Ia melakukan itu salah, melakukan ini salah. Ia hanya ingin menolong Kezia, harusnya Salsha tak boleh egois, "Gue cuma nolongin Kezia. Nggak ada maksud lain. Kok lo marah sampe segininya, sih."

Salsha mengepalkan tangannya. Aldi belum mengerti dimana letak kesalahannya. Lelaki super tidak peka itu tak akan tahu jika tidak di beritahu, "Gue nggak marah lo pergi sama Kezia. Gue nggak mau lo mau nolongin dia, lo mau ngapain kek sama dia. Itu bukan urusan gue. Tapi, lo bohongin gue, lo nggak jujur sama gue. Itu yang gue sesalin."

"Dari kita SMA, lo selalu seperti ini. Lo selalu ngulangin kesalahan lo. Dan akhirnya lo minta maaf dan ngulangin lagi. Gue capek, Ald." Salsha mencurahkan semua unek-uneknya, "Lo suka ngasih janji-janji sama gue. Lo sering ngombalin gue, sering baperin gue. Bukan nggak mungkin lo juga gitu sama Kezia."

"Maaf, Sha," Aldi menunduk. Ia tak berani lagi menatap Salsha, "Maaf, maaf, maaf. Gue janji nggak bakal lakuin itu."

Salsha melihat Aldi. Ia menepuk pundak lelaki itu, "Udah gue maafin. Tapi gue capek, Ald. Gue nggak mau ngasih lo kesempatan lagi."

Aldi mengangkat wajahnya. Menatap Salsha bingung, "Maksudnya?"

"Gue nyerah. Gue bakal coba buat lupain lo. Kalo lo masih mau kenal sama gue, cukup jadiin gue teman lo. Berhenti baperin gue, berhenti ngasih janji palsu sama gue. Kita bersikap seperti layaknya teman biasa," ucap Salsha sembari tersenyum manis kepada Aldi.

****