Alexa dan Melvin sedang dalam perjalanan pulang menuju apartemen Gea atau lebih tepatnya apartemen milik Bastian. mereka hanya saling diam setelah beberapa saat yang lalu berdebat mengenai masalah pekerjaan. Sang pria merasa kesal karena kekasihnya tidak bersedia pindah ke perusahaannya dengan alasan yang dirasa kurang tepat.
Hingga beberapa saat berlalu menghentikan mobilnya tepat di parkiran gedung apartemen. Dia tidak segera turun melainkan malah mencengkeram tangan kanan Alexa yang akan membuka pintu mobil.
"Melvin ... aku ingin turun dan segera istirahat. Aku pusing," seru Alexa dengan kesal.
Bukannya melepas, Melvin malah menarik Alexa hingga duduk di pangkuannya dengan posisi miring. Dia menatap gadis itu dengan tatapan begitu dingin, intens, seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Melvin ..," lirih Alexa menekuk wajahnya, merasa tidak nyaman atas situasi ini.
"Apa aku terlalu buruk untuk menjadi kekasih sungguhan untukmu? Apa kamu masih belum yakin bahwa aku bersungguh-sungguh?" tanya Melvin dengan tatapan menyelidik.
Alexa menghela napas, hendak beranjak dari pangkuan Melvin namun langsung dicegah dengan Melvin yang merangkul pinggangnya agak erat.
"Tolong jelaskan apa yang membuatmu ragu," seru Melvin.
"Bagaimana bisa aku menjalin hubungan serius denganmu sedangkan kita baru mengenal, tidak saling mencintai ... dan aku ... aku tipikal gadis rendahan yang tidak pantas bersanding dengan pria yang memiliki segalanya seperti kamu." Alexa menatap heran pada Melvin yang terkesan memaksa. Hem, bukan lagi terkesan, tapi memang memaksa.
"Karena kita saling sendiri, kita bisa belajar saling mencintai." Melvin menatap intens pada Alexa, perlahan mn mengusap-usap pipinya yang lembut. "Aku merasa tertarik padamu setelah sekian lama aku ..." Melvin tidak sanggup melanjutkan perkataannya.
"Kamu kenapa?" lirih Alexa.
"Aku mencari gadis yang pantas untuk aku cintai dan itu sangat sulit. Tapi ketika aku melihatmu, aku pikir aku menemukan gadis itu," jawab Melvin namun dalam hatinya berkata, 'Sebenarnya aku selalu sendiri karena aku terpenjara oleh rasa cintaku pada Joey. Dan aku berharap, kamu bisa membuatku mencintaimu dan membuang jauh-jauh rasa cintaku untuk Joey.'
"Jadi, bagaimana jika kamu tidak bisa mencintai aku setelah kita menjalani hubungan?" tanya Alexa.
"Aku akan terus mencoba, tapi aku yakin aku bisa mencintaimu," jawab Melvin kemudian meraba bibir Alexa yang berwarna pink natural, terlihat segar dan memabukkan. "Cinta itu akan tumbuh di hati kita ketika kita selalu bersama untuk berusaha saling menyayangi dan memahami. Aku membayangkannya itu akan terasa sangat indah."
"Aku tidak tau ... Kamu membuatku seolah tidak bisa mengelak," lirih Alexa dengan menekuk wajahnya. Menatap Melvin dari dekat dan terlihat begitu memohon, sungguh membuatnya lemah. Ketampanannya, matanya yang berwarna biru hazel seakan membuatnya membeku, tidak dapat berpikir jernih lagi dan seakan telah dibuat jatuh cinta... Ya, mungkin saja dia jatuh cinta.
"Please ... biarkan semua berlalu seperti air mengalir, dan kita nikmati saja kebersamaan ini," seru Melvin dengan tatapan memohon.
Alexa hanya diam menelan salivanya. Dia tidak pernah berekspetasi untuk memiliki pacar sesempurna Melvin,dan sekarang terwujud begitu saja. Segudang pertanyaan muncul di otaknya tentang kenapa pria itu sungguh bersikeras, tapi ...ini hanya status pacar,masih aman jika dicoba untuk dijalani.
Melihat Alexa yang hanya diam dengan wajah berjarak begitu dekat dengan wajahnya, membuat Melvin kembali ingin merasakan nikmatnya berciuman lagi. Dia pun menekan tengkuk leher gadis itu hingga bibir mereka saling bertemu dan melumatnya dengan begitu lembut, matanya pun terpejam menikmati ciuman pertamanya.
Alexa yang melamun merasa kaget karena ciuman itu namun dia juga seolah tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Dia terdiam, menatap Melvin yang memejamkan mata sambil melumat bibirnya, perlahan dia membalas ciuman itu dengan lembut. 'Ah, beginikah rasanya sebuah ciuman. Terasa indah, dan sangat Indah karena dia tampan dan terlihat juga menikmatinya. Tapi apa mungkin itu berarti dia akan mencintai aku?'
"Manis sekali," gumam Melvin dengan tersenyum setelah menyudahi ciumannya dengan Alexa.
Alexa terdiam dan memalingkan wajahnya, menggaruk lehernya yang tidak gatal karena tidak tau harus bagaimana.
"Dengan sering begini aku yakin aku akan bisa mencintai mu." Melvin mengusap-usap rambut Alexa.
"Ya ... semoga saja.. Sekarang aku harus turun. Aku ngantuk, ingin istirahat," sahut Alexa masih canggung.
"Bagaimana dengan tawaran kerja itu. Kamu bersedia pindah ke perusahaanku, Kan?" tanya Melvin.
"Maaf ... untuk itu aku tidak bisa. Aku akan terus bertahan berkerja di perusahaan Bu Siska," jawab Alexa kemudian turun dari pangkuan Melvin.
"Kenapa? Apa kamu tidak ingin bekerja dengan nyaman di perusahaan kekasihmu ini? Andai kamu sadari, jika kita terus bersama, maka itu akan membuat kita segera saling mencintai dan memahami satu sama lain." Melvin tampak tidak tenang lagi.
"Melvin. Kali ini jangan memaksa aku lagi. Ada saatnya saat aku sudah tidak betah bekerja di perusahaan Bu Siska, aku akan pindah bekerja di perusahaan mu," ucap Alexa kemudian menekuk wajahnya. "lagipula, jika kita sering bertemu, kamu akan bosan padaku."
Melvin menghela napas, kemudian melirik Alexa yang sejak tadi selalu pesimis. "Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan memaksamu."
"Aku turun sekarang," ucap Alexa kemudian mencoba membuka pintu mobil namun kesulitan karena Melvin memakai mobil sport dengan jenis pintu yang berbeda dari mobil kemarin. "Aku tidak bisa membukanya."
Melvin terkekeh dengan suara rendahnya kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Alexa bermaksud menjangkau tombol untuk membuka pintu itu. "Kamu hanya perlu menekan ini."
Alexa memperhatikan Melvin yang sedang menunjukkan cara membuka pintu itu. Dia menganggukkan kepalanya pertanda paham dan pintu itupun terbuka. Gadis itu hendak turun namun sang pria mencium pipinya sebentar.
"Jangan marah. Aku yakin sebenarnya ciuman dariku akan selalu kamu rindukan. Jadi, ada ciuman terakhir sebelum kita berpisah," seru Melvin dengan tersenyum kemudian mengecup bibir Alexa sekali lagi sebelum dia kembali ke tempat duduknya.
Alexa hanya terdiam dengan rona kemerahan di wajahnya melirik Melvin yang terlalu percaya diri. Dia segera turun dan berjalan terburu-buru memasuki gedung apartemen itu..
Dari mobil, Melvin menatapi Alexa yang tampak lucu dan imut saat sedang salah tingkah, bahkan dia tertawa saat melihat Alexa hampir menabrak pintu kaca dan sesekali menoleh ke arahnya.
'Dia imut. Semoga dia bisa menggantikan Joey di hatiku..Aku yakin ini akan berhasil dan aku akan terus belajar mencintainya,' batinnya dengan tersenyum hangat mengingat ciuman tadi.
___
Setibanya di kamar unit apartemen milik Gea, Alexa segera menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, kemudian menatap langit-langit kamar sambil meraba bibirnya.
"Bibir ini sungguh sudah tidak suci lagi dan yang merenggut kesuciannya adalah dia ... dia yang aku bilang sebagai pangeran saat aku mabuk!!" Alexa tampak sangat kegirangan hingga menutupi wajahnya dengan bantal untuk sejenak kemudian memindahkan bantal itu ke dadanya..
"Tapi ... apa mungkin ini semua akan berlangsung lama, selamanya ... atau malah hanya sementara bahkan sebentar karena kami belum memiliki kejelasan tentang perasaan kami. Tapi aku ... kurasa aku mulai terjebak dalam rasa cinta itu. Dan pasti aku akan tersakiti jika dia tidak bisa mencintai ku," gumam Alexa, bermonolog dengan dirinya sendiri sambil membayangkan awal mula pertemuannya dengan Melvin hingga saat terakhir adalah sebuah ciuman manis.
Drettt drettt ..
Ponselnya berdering. Alexa meraih ponsel itu dari dalam tasnya dan melihat panggilan masuk dari Melvin kemudian segera menjawabnya.
"Halo," sapa Alexa.
"Aku tau, kamu pasti sedang memikirkan aku," ucap Melvin dari telepon.
Seketika Alexa tersenyum malu-malu dan menggigit bibir bagian bawahnya. "Tidak ... aku tidak memikirkan mu," ucapnya bohong.
"Hem ... sekarang keluarlah ke arah balkon."
Alexa segera beranjak dari ranjang kemudian berjalan menuju pintu yang mengarah pada balkon. Setibanya di balkon, dia berjalan menuju ke arah pagar dan menundukkan kepalanya, melihat Melvin yang tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangannya.
"Lain kali aku harap kita akan memiliki waktu lebih lama untuk berduaan," ucap Melvin dari telepon.
Alexa tersenyum menatap Melvin dari atas balkon. Dia tidak tau harus berkata apa selain berkata, "Ya."
"Sekarang tidurlah. Besok kamu harus kerja dan aku akan menemuimu di kantor."
"Okay."
"Semoga mimpi indah."
"Kamu hati-hati di jalan. Jangan terlalu ngebut," seru Alexa masih menatapi Melvin.
"Iya, Sayang," sahut Melvin kemudian melambaikan tangannya sebelum memutuskan sambungan telpon dan kembali ke mobil.
Alexa segera kemabli ke kamar dan langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Dia salah tingkah, berguling ke sana ke mari, memeluk bantal, membayangkan betapa manisnya senyuman Melvin untuknya.
"Astaga ... semalaman aku mimpi apa? Kenapa hari ini terasa sangat lama dengan peristiwa tak terduga dan begitu indah."