Alexa tertunduk lesu menyandarkan kepalanya pada meja di mana terdapat botol-botol kosong dan gelas yang masih terisi minuman. Gea yang baru saja diajak temannya untuk ikut menari saat musik DJ begitu heboh menggema di klub yang ramai itu, tampak terkejut saat mendapati Alexa sudah mabuk berat.
"Alexa!"
Gea menegakkan posisi duduk Alexa. "Sebaiknya kita pulang. Coba tunjukkan alamat apartemen atau kontrakan tempatmu tinggal," serunya.
Alexa malah tersenyum simpul dan kembali menundukkan kepalanya bertumpu pada meja. "Aku tidak ingin pulang. Tukang kontrakan pasti akan memaki dan minta uang sewa," ucapnya agak tidak jelas tapi masih bisa dipahami.
"Yasudah kalau begitu kamu tidur di apartemen ku saja, kebetulan pacarku tidak akan datang malam ini," sahut Gea kemudian memegang lengan kanan Alexa. "Sekarang ayo keluar dari sini."
"Gendong!"
"Hah, jangan gila! Aku tidak kuat menggendong mu, Alexa." Gea bersungut-sungut menatap temannya yang malah menggunakan pundaknya sebagai sandaran. "ya Tuhan. Kenapa dia nekat minum jika mudah mabuk. Seharusnya aku tidak memesankan banyak red wine untuknya."
Dengan susah payah, Gea berjalan sambil memapah Alexa yang lebih pendek darinya. Itu berarti dia harus sedikit menunduk meletakkan lengan kanan temannya itu ke lehernya. Dia juga kerepotan karena harus membawa tas miliknya sendiri dan juga milik temannya itu.
Hingga tiba di depan pintu, Gea tidak sengaja bersenggolan dengan pengunjung klub yang asik menari hingga akhirnya dia terjatuh bersamaan dengan Alexa.
"Aduh ... Sialan!" umpat Gea yang terjatuh menimpa Alexa.
Bukannya emosi karena tertimpa oleh temannya, Alexa malah menyandarkan kepalanya pada lantai dengan matanya yang terpejam. "Apa kita sudah sampai rumah ... Ah apa ini apartemen mu? Tapi kenapa bantalnya keras sekali?"
Gea menepuk paha Alexa. "Heh, kita masih di klub. Cepat bangun karena kita harus segera pergi," serunya nyaris frustasi.
"Aku tidur di sini saja," sahut Alexa dengan mata yang tertutup. Dia benar-benar pusing dan tidak lagi memiliki kesadaran diri di mana dirinya berada, tidak peduli ruangan yang berisik dan berbau alkohol serta rokok di mana-mana, dan tidak peduli terbaring di lantai dengan dress nya yang sedikit tersingkap memperlihatkan bagian pahanya yang mulus.
Gea menatap sekeliling di mana banyak pria sedang asik menari bersama pasangannya, adapula yang meliriknya dengan liar. Dia kembali menatap Alexa yang tidur di lantai. "Alexa, ayo kita pergi dari sini atau kita akan diserang pria berhidung belang itu!"
Alexa membuka mata dan melirik sekeliling. "Oh, kita masih di klub?"
"Iya. Ayo cepat bangun dan kita pulang ke apartemen ku," seru Gea kembali menarik lengan Alexa lagi, mencobanya untuk kembali bangkit.
Dengan langkah sempoyongan, Alexa berjalan kembali dipapah oleh Gea hingga melewati tangga teras menuju halaman yang terdiri dari lima anak tangga. Tiba-tiba saja Alexa terjatuh karena kakinya yang memakai high heels berpijak kurang tepat. Mereka pun kembali terjatuh hingga seorang pria yang akan memasuki klub datang menolong mereka.
"Kenapa dia?" tanya pria itu berjongkok menatap Alexa yang pingsan. Dia adalah Melvin yang kebetulan sering menghabiskan waktu bersama temannya di klub itu.
"Dia mabuk berat," jawab Gea dengan tatapan tidak nyaman. "Bisakah kamu membantu ku untuk mengantar kami pulang ke apartemen?"
"Mengantar kalian?" Melvin mengerutkan keningnya.
"Iya. Aku ingin minta jemput pacarku tapi malam ini dia sudah berjanji akan bermalam dengan istrinya. Jadi, aku tidak bisa meneleponnya untuk minta jemput," jelas Gea.
"Pacarmu punya istri?" Melvin menatap Gea dengan heran.
Seketika Gea menutup mulutnya. 'Astaga aku keceplosan.' batinnya kemudian kembali menatap Alexa yang pingsan. "Jika kamu tidak bisa mengantar kami, It's okay. Tapi tunggu sebentar. Aku akan memanggil taxi dan kamu bantu angkat dia ke taxi itu nanti."
Gea beranjak berdiri dan bergegas menuju pinggir jalan menunggu taxi yang lewat.
Melvin menatap Alexa yang tampak kusut dan belum juga sadar. Dia beralih melirik arlojinya yang menunjukkan waktu pukul 21:20 WIB. "Tidak akan mudah mendapatkan taxi jam segini. Lebih baik aku antar mereka," ucapnya.
Tanpa ragu-ragu, Melvin segera membopong tubuh Alexa yang tampak mungil baginya. Tentu saja, karena tinggi Melvin 183cm dengan badan yang gagah, sedangkan Alexa hanya 160cm dan sangat langsing seperti hanya memiliki berat badan sekitar 47kg.
"Hey, masuklah ke mobilku. Aku akan antar kalian!" seru Melvin sambil berjalan membopong Alexa ala bridal style menuju mobil sport nya yang berwarna hitam.
Gea pun bergegas menghampiri Melvin dan ikut masuk ke dalam mobil. Dia duduk di jok samping kemudi setelah berhasil membantu Melvin merebahkan tubuh Alexa di jok belakang.
"Di mana alamat rumah atau ... apartemen mu?" tanya Melvin tanpa menoleh pada Gea.
"Kawasan Permata hijau," jawab Gea kemudian menoleh menatap Alexa di belakangnya. "Dia tidak biasa minum tapi berlagak minum hingga hampir menghabiskan dua botol. Akhirnya merepotkan."
Melvin hanya diam tidak menanggapi Gea yang berceloteh kesal pada Alexa. Dia fokus mengemudi hingga beberapa menit berlalu.
Drett ... Drettt
Melvin segera menekan tombol earphone yang selalu terhubung pada ponselnya saat berada di mobil. Dia langsung terhubung pada orang yang memanggilnya.
"Hallo," sapa Melvin sambil fokus mengemudi.
"Aku sudah ada di klub tapi kamu malah tidak ada. Sebenarnya kamu di mana?" tanya seseorang dari telpon.
"Aku sedang mengantar seseorang ... Nanti aku akan ke sana lagi," ucap Melvin kemudian menekan tombol earphone dan sambungan telpon itu pun terputus.
"Maaf, karena temanku, kamu jadi kerepotan," ucap Gea dengan tatapan tidak nyaman. Dia melirik Melvin yang tampak begitu dingin dan tak acuh.
"Ini bukan apa-apa. Aku punya saudara perempuan. Jika dia kesulitan, aku merasa tidak tenang. Dan itu yang aku rasakan ketika melihat kalian tadi kesusahan," jelas Melvin tanpa menoleh.
"Oiya. Namaku Gea," ujar Gea sambil mengulurkan tangannya.
"Aku Melvin," sahut Melvin tanpa menyambut tangan Gea.
Gea menghembuskan napas kasar karena kecewa pada keangkuhan Melvin. 'Baik tapi sangat arogan,' batinnya.
Hingga beberapa menit kemudian, akhirnya Melvin mengehentikan mobilnya tepat di halaman utama sebuah gedung pencakar langit yang didominasi dengan warna putih kecoklatan dengan pencahayaan menggunakan lampu berwarna oranye. Dia segera turun dan membuka pintu jok penumpang, kemudian membopong Alexa yang tertidur begitu pulas.
"Apa kamu tidak keberatan jika mengantarnya sampai ke kamar?" tanya Gea.
"Jika aku tidak mau mengantarnya, apa mungkin kamu akan menggendongnya?" Melvin malah balik bertanya.
"Aku akan menyiramnya dengan air supaya dia terbangun. Karena aku tidak akan sanggup menggendongnya," jawab Gea.
Melvin tersenyum tipis melirik Gea yang begitu kesal menatap Alexa. "Kalau begitu aku antar dia sampai ke kamar."
"Ayo ikuti aku," seru Gea kemudian berjalan menuju masuk ke pintu utama apartemen itu. Dia berjalan diikuti oleh Melvin yang membopong Alexa melintasi setia koridor hingga tiba di lift dan segera masuk menekan tombol menuju lantai sembilan.
Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya Melvin tiba di kamar Gea yang terlihat cukup mewah dengan nuansa merah muda. Dia segera merebahkan tubuh Alexa ke atas ranjang berukuran king size yang beralaskan sprei berwarna merah muda dengan motif blossom.
"Hey ... apa aku sedang bermimpi? Kenapa aku bersama seorang pangeran?" Alexa kembali merancu tidak jelas saat matanya terbuka dan melihat Melvin begitu dekat dengannya, di atasnya tampak begitu tampan. Dia mencengkeram tangan Melvin supaya tidak pergi.
"Astaga. Alexa sangat memalukan!" Gea menepuk jidatnya. "Melvin, maafkan dia. Baru kali ini dia mabuk dan ternyata sangat ..."
"Tidak apa-apa ... Aku paham. Sekarang aku harus kembali ke klub," sahut Melvin melepaskan genggaman tangan Alexa.
"Heyy ... My prince .. jangan pergi!" Alexa kembali merancu saat Melvin akan pergi.
Melvin menggeleng dengan tersenyum tipis melirik Alexa yang tampak imut dan aneh saat mabuk. Dia pun kembali teringat sudah ditunggu oleh temannya di klub, hingga memutuskan untuk segera pergi dari apartemen itu.
Gea langsung menyelimuti tubuh Alexa yang perlahan kembali terlelap setelah mengigau bertemu pangeran. 'Tapi pria tadi memang sangat tampan seperti prince. Tapi sikapnya sangat datar. Dia bukan tipeku,' batinnya.