Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

YUWARAJA

🇮🇩bory99
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.3k
Views
Synopsis
Di Dunia yang hanya ada perang dan rasa putus asa ini, mereka yang kuatlah yang dapat bertahan. Negeri yang diselimuti es, Kerajaan hujan, Api, dan yang mengendalikan Angin. Mereka bersaing untuk kemakmurannya masing-masing. langit memerah dan tanah banjir darah, disebabkan oleh perang yang terus berkecamuk. Generasi lama telah mencapai puncaknya dengen deretan prestasi yang membawa luka. Sekarang tirai yang membawa era baru telah dibuka. Zaman akan berubah, yang tua digantikan oleh yang muda, yang lemah menjadi kuat, serigala menjadi singa. Perpindahan kekuasaan menyulut terjadinya tragedi yang lebih besar.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1 : Ratapan

Di Dunia ini, hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah, yaitu dengan Perang. Perang  yang memperebutkan wilayah perbatasan, perang untuk memuaskan rasa lapar akan kekuasaan, perang yang dapat dipicu hanya dengan sebatang ubi jalar yang menjadi rebutan, serta murni akan rasa haus darah musuh bercucuran.

Dia, sudah bosan akan itu semua, akan perasaan gelap diteriknya siang hari, akan perasaan dingin saat menyentuh api. Dia, merasa bersalah akan rekan seperjuangannya yang mati hanya untuk melindungi dirinya yang kecil dan tak berarti.

Seorang lelaki melangkah keluar, ekspersinya begitu suram. Dia mersa malu, sedih, dan marah, terlebih lagi dia merasa begitu putus asa. 

Gemerisik angin, suara mesin berdesing, meninggalkan jejak tubuh di bantalan kursi pesawat. Menginjakkan kaki di Negeri yang mulai teras asing, melangkah mencari semangat akan suatu hal yang terasa begitu jauh. Meskipun dia lahir di Negeri ini, tapi hati dan tubuhnya sudah terbiasa hidup di daerah yang panas itu.

Orang-orang mulai bersorak menyambut kedatangannya, mulai dari anak kecil yang membawa bendera kerajaan dengan ceria, seorang kakek dan nenek menundukkan kepala menangis bahagia serta wanita-wanita muda histeris melamparkan bunga, tapi dia tahu semua itu hanyalah kebohongan. Kebohongan yang terciptan akan desakan Raja dan para mentri-mentrinya. 

Di Kerajaan Nataprawira ini, tidak ada yang namanya kebahagian sejati, semua hal dibalut dengan penuh konspirasi. Tidak, Mungkin lebih tepatnya diseluruh kerajaan yang ada di Dunia ini.

"Pangeran Candra, di mana anakku?" teriak wanita tua dari kerumunan. 

Wanita tua itu sudah menanti-nanti kedatangan anak laki-laki pertamanya yang mengikuti perang dari tiga puluh hari yang lalu. Dia, mendengar desas-desus bahwa puluhan ribu orang sudah menjadi korban yang kebanyakan dari mereka adalah anak muda yang seusia dengan anaknya.

Tentu, sebagai seorang Ibu. Dia tidak ingin anaknya untuk menginjakan kaki di medan perang terkutu itu, tapi apa daya, dia tidak bisa melanggar peraturan yang sudah ditetapkan oleh Kerajaan, peraturan yang mengharuskan anak laki-laki berusia lima belas tahun ke atas untuk mengikuti pendidikan Militer, ketika perang terjadi, mereka harus siap untuk mengorbankan nyawanya demi melindungi Raja dan Kerajaan.

Wanita tua itu selalu percaya anaknya akan kembali dengan selamat, entah apa pun yang terjadi. Setiap kali ada prajurit yang kembali dari medan perang untuk mengobati luka mereka, dia selalu jadi yang pertama kali datang untuk melihat dan berharap bahwa di antara mereka ada anaknya yang selama ini ia tunggu dan akhirnya hari ini, hari yang telah lama ia nanti akhirnya datang. 

Hari di mana Setiap Ibu dapat berjumpa kembali dengan anak mereka. Dia sudah datang ke gerbang Kota dari dua hari yang lalu untuk menyambut Pangeran dan Para Prajurit yang kembali dari medan perang.

Meskipun ini merupakan perintah dari Raja, perintah yang mengharuskan setiap orang datang untuk memberi penghormatan pada mereka yang mengikuti perang kali ini, tapi dia tidak peduli, dia hanya berharap dapat melihat anaknya kembali dengan selamat, berharap kembali mendengar kata "Ibu" keluar dari mulut Putra tercintanya itu. 

Tapi apa yang mengejutkannya ialah, Putra tercintanya tak dapat terlihat di mana pun. Setelah melihat, mencari, dan bertanya ia, tidak dapat menemukan petunjuk akan keberadaan Putranya itu.

Dia mulai meneteskan air mata, badannya terasa begitu lemas, pandangan matanya mulai ditutupi kabut pembawa mimpi buruk. Dia mulai mengingat kembali senyum lembut dan percaya diri anaknya itu, saat ia mengatakan, "Ibu, tenang saja. Aku pasti akan kembali dengan selamat!" 

Dia mengingat kembali sifat anaknya yang selalu optimis akan adanya perdamaian. Anaknya selalu mengatakan, "Setelah kita memenangkan perang kali ini, kedamaian pun akan dapat terwujud."

Tapi kenyataan memang sangat kejam, saat seseorang melihat dan menggenggam mawar di tangan, dia akan dibutakan oleh keindahaan sampai melupakan duri serta kesedihan yang ada di depan. Begitu pula wanita tua ini yang dibutakan oleh harapan dan angan yang menjadikannya sulit menerima kenyataan. 

Meskipun begitu, wanita tua ini masih berharap dapat melihat anaknya, meski hanya tubuh dingin dibalut salju serta dihiasi merahnya darah yang akan ia temui nanti.

Wanita tua itu berjalan menembus keramaian melangkahkan kakinya yang berat dan tak berdaya menghampiri Prajurit yang dekat dengan Pangeran. 

Dia, mencengkeram tangan prajurit itu sekuat tenaga sambil berteriak putus asa, "Di mana anakku? Kembalikan dia, kumohon!"

Prajurit itu merasakan cengkeraman yang cukup kuat untuk dimiliki oleh seorang wanita tua. Prajurit itu kemudian mendorong wanita tua tersebut sampai dia terjatuh tertunduk lemah di tanah. Tak ada seorang pun yang berani membantu atau menyalahkan Prajurit itu, mereka semua tahu, siapa pun yang membantunya akan bernasib sama dan dianggap sebagai tindakan pemberontakan.

Mereka selalu merasa takut dan tertekan oleh Kerajaan, tidak ada penjahat yang lebih kejam selain dari Kerajaan itu sendiri, begitulah buruknya sistem pemerintahan di Kerajaan ini, tapi mereka tahu, tidak ada gunanya pindah ke Kerajaan lain karena semua Kerajaan sama busuknya. 

Keadilan hanya datang kepada mereka yang mampu, kepada mereka yang mempunyai uang serta kekuasaan.

Selama mereka bisa dapat makan dan tinggal bersama keluarganya, mereka sudah merasa cukup. Bagi rakyat jelata seperti mereka, tidak ada kebahagiaan yang jauh lebih besar selain dari dapat berkumpul bersama keluarga dan bisa tersenyum bahagia. 

"Pergilah, cari di Tenda Prajurit!" bentak Prajurit itu.

"Pangeran, di mana anakku" Wanita tua itu kembali bertanya, dengan nada suara seraknya. 

Sang pangeran hanya bisa diam tertunduk merasa putus asa, dia berjalan melewati orang-orang dengan ekspresi rumit di wajahnya.

Pemuda yang terlihat murung sedari tadi ini, merupakan Pangeran sekaligus anak satu-satunya dari Raja, Kerajaan Nataprawira. Dia, bernama Candra Nataprawira. Seorang lelaki berusia dua puluh tahun, mempunyai tubuh kekar dengan tinggi badan 176cm, berambut putih, seputih salju. 

Candra tahu bahwa orang-orang di sini sangat membenci Kerajaan tempat mereka tinggal. Kerajaan busuk penuh dengan Kekejaman, Monopoli Perdagangan, Korupsi, serta tidak adanya Hak Asasi.

Bahkan dengan setatusnya sebagai Pangeran, Candar tidak mendapat kemewahan maupun rasa aman. Candra membenci Kerajaan serta dirinya sendiri melebih siapa pun yang ada di Dunia ini.