Hanya beberapa patah kata. Aku. Mau. Anak. Laki-laki. Lalu sakitnya langsung menusuk tepat ke lulu hati Rein. Ia sangat-sangat terpukul. Redis kalau ngomong memang gak ngotak, Rein yang mau tak mau harus terima lahir batin.
Rein yang harus sakit. Kira-kira, begitulah yang Redis pikirkan.
Tak penting Redis berpikir soal Rein. Rein bukanlah hal yang harus Redis pertimbangkan. Kalau diurutkan, entah Rein masuk nomor berapa. Kemungkinan-kemungkinan yang paling akhir deh.
Tega. Orang itu hanya tahu soal anak dan semua hal yang baginya baik, sedangkan Rein, adalah yang terakhir. Mungkin lebih sangat-sangat jauh. Orang itu memang sesuatu.
Redis… orang itu benar-benar tak punya hati dan perasaan, sudah mati semua hal dalam diri Redis. Rein yang harus tanggung semua hal tersebut. Toh Rein bukan siapa-siapa kok.
Rein salah, tega sekali. Rein hanya tarik napas berat. Hanya itu satu-satunya hal yang bisa ia lakukan. Sebab, Rein terlalu banyak lelah.