"Hiks, aku harus apa?" tanya Rein pada diri sendiri.
Beruntunglah nasibnya sebab masih bisa sampai di rumah kecilnya yang nyaman. Tak ada tempat yang lebih baik dari rumah sendiri.
Apa yang menimpanya adalah hal yang sangat mengejutkan. Sangat tak bisa diterima akal.
Pertama, sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya sudah dirampas. Begitu mudahnya seperti sesuatu yang sama sekali tak berharga. Kedua, bertemu orang gila yang tak berperasaan. Lantas ketiga, harus berakhir lari sprint untuk sampai ke rumah.
Kalau begitu, apa gunanya minta pertolongan!?
Biar dijelaskan adegan yang terjadi pada Rein dan Redis. Saat Redis menyebut Rein wanita murahan, Rein pun spontan langsung menampar wajah tampan pemuda tersebut.
Lalu setelah itu, tentu saja Redis tak terima dan ingin membalas. Alih-alih merealisasikan yang ia mau, ternyata Rein send hoky, lebih tepatnya sungguh beruntung seorang Rein Syakila.
Hoky bercampur 'melarat.'
Begini, sebuah telepon menghentikan niat Redis yang ingin menampar balik Rein.
Kesempatan tersebut tak perempuan itu sia-siakan. Rein tahu cukup banyak mengenai mobil, maka dari itu ia pun langsung menekan tombol kunci mobil kemudian segera berlari keluar.
Semua itu ia lakukan saat Redis sedang lengah.
Itulah cikal bakal perempuan malang tersebut harus berolahraga dengan selangkangan yang bahkan masih terasa sakit.
Benar-benar malang.
"Tidak, aku harus melakukan sesuatu untuk ini. Tapi apa, sekarang sedang masa suburku. Bagaimana kalau aku hamil...? Hua gak mau. Orang yang melahirkanku pasti marah. Mereka kecewa berat."
"Apa..., kalau aku hamil gugurkan...? Aku tidak bisa minta pertanggungjawaban, orang brengsek yang memanfaatkan keadaan itu sudah pergi. Aku juga tidak melihat bagaimana rupanya. Lalu aku harus apa?"
"Hiks, hiks, hiks. Berhenti menangis Rein, lakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah ini."
Rein pun mengigit jarinya. Rasa gugup terus menguasai orang itu.
"Kalau kamu benar-benar tumbuh, tolong tetap bersamaku. 'Kamu' juga jangan nakal sebab aku memutuskan untuk mempertahankanmu. Kita bisa pasti bisa melewati masa-masa sulit ini. Ibu akan menjadi orang baik," pungkas Rein akhirnya.
Perempuan yang punya hati dan polos tersebut mana tega melenyapkan seseorang yang tak bersalah. Terlepas itu cabang bayi.
"Tapi..., bagaimana bisa aku bertahan hidup dengan keadaan hamil tanpa suami? Ah iya, Meri, aku harus menghubunginya."
Meri adalah satu-satunya teman terdekat yang Rein punya. Seorang teman yang bisa mengerti dalam banyak situasi dan keadaan.
"Hiks, harusnya aku mengikuti perkatan Meri. Lihat, aku malah jadi menyesal begini."
Rein pun memutuskan untuk tidur sebab merasa pusing setelah selesai menelepon Meri untuk menemuinya.
Tinggal menunggu malam tiba maka sesi curhat-curhatan pun terjadi.
***
"Apa!!!"
"Tolong jangan keras-keras."
Tanpa sadar Rein pun langsung memukul kuat kepala Meri, sahabatnya. Sontak tindakan tersebut membuat Meri tanpa ekspresi.
Datang ke rumah sahabat bukan untuk kena pukul lho.
"Jadi apa yang harus ku lakukan?"
"Kalau kamu tanya aku, aku pasti bilang cari pelaku orang biadab tersebut. Setiap hotel kan punya kamera CCTV."
"Bukan hotel Mer, tapi kamar khusus perempuan murahan melayani nafsu bejad lelaki hidung belang."
"Oh ya, kamu kan sedang mabuk. Makanya terserah mau berada ditempat manapun. Ya sudah, kalau gitu kita lihat apa yang terjadi setelah ini. Lihat apakah kamu memang hamil atau tidak. Setelah semuanya diketahui baru kita tentukan langkah selanjutnya."
"Mer, kamu mau gak bantu aku kalaupun aku hamil?" lirih Rein pada sahabatnya tersebut.
Detik itu juga keduanya pun langsung berpelukan satu sama lain. Berusaha untuk menenangkan.
"Tentu saja, ini musibah dan aku gak akan ninggalin kamu. Ada banyak orang yang tak mengerti tapi kita sudah seperti saudara."
Seketika itu juga air mata Rein pun mengalir. Mereka saling menguatkan satu sama lain.
Tanpa keduanya tahu, tempat Meri bekerja adalah perusahaan milik Redis, lebih tepatnya Sanjaya Corp.
Lantas bagaimana takdir akan membolak-balikkan kehidupan?
***
Baiklah sekarang mari beralih pada keadaan yang dialami 'orang lain.' Kali ini Redis yang mau tak mau harus pergi rumah sang papa dan mama.
Entah apa yang akan terjadi setelah itu.
Plak!
Jangan bayangkan suara pukulan itu akibat tamparan. Yang terjadi adalah, Redis kena pukul pada bagian kepala dengan menggunakan buku setebal 10 cm.
Bisa bayangkan betapa sakitnya?
"Papa apa-apaan sih, kan aku sudah kirim orang buat pergi kesini. Terus apalagi?"
"Dasar anak kurang ajar. Tadi itu ada keluarga pak Haris Medika. Mereka datang sebab Papa yang mengundang, lalu kamu malah tidak datang!?"
"Pa sudah, jangan pukul Redis lagi."
Sang mama pun menahan pergerakan suami yang ingin memukul kepala berharga Redis lagi.
Aduh tuan Sanjaya, bisa gegar itu kepala anaknya.
"Pa, salah sendiri gak bilang jauh-jauh hari. Terus tadi pas ditelepon juga gak bilang. Bukan salah aku kan. Lagian aku itu orang sibuk, mana bisa punya waktu kosong siang hari."
Anak kurang ajarkah...?
Dengan kedua orangtua kok bicaranya begitu.
"Anak kurang ajar!"
"Pa... sudah."
"Urus anak bujangan tuamu itu," sungut sang ayah akhirnya.
Redis seketika tanpa ekspresi. Hello, kedua orang tuanya memang menyebut ia sebagai bujangan tua sebab belum menikah. Padahal bagi Redis, jika dia mau mencari seorang istri, tinggal satu kali bicara, langsung muncul itu perempuan.
Terlebih Redis punya tampang yang bukan dikatakan standar. Ada banyak yang mengantri, Redis saja yang selalu menolak.
Lagipula usia Redis baru 27 tahun, bukan kepala tiga. Redis langsung berpikir bahwa kedua orangtuanya terlalu berlebihan.
"Redis, bawa calon istrimu besok malam. Jika tidak maka kamu harus terima keputusan menikah dengan Meyra, putri keluarga Medika."
"Gila," kata Redis tanpa sadar.
Naasnya perkataan tersebut masih didengar oleh kedua orangtuanya yang tentu saja langsung menatap tajam.
"Tidak ada alasan lagi, kami sudah muak menyuruhmu menikah. Jadi mulai sekarang kamu harus menentukan pilihan."
"Pa, Ma, aku baru berusia 27 tahun, tolong jangan berlebihan. Kalau aku mau, aku bisa mendapatkan pasangan hidup saat ini juga. Tapi satu hal yang harus kalian tahu, aku tidak percaya cinta dan sesuatu semacam itu."
"Untuk itulah, Meyra akan mengajarimu," kata Mama Redis.
Sementara itu lelaki tersebut sontak langsung mendengus kasar, tepat dihadapan kedua orangtuanya.
"Hentikan semua kegilaan ini. Kalian ingin melihatku bahagia, oke fine. Aku akan membawa calon menantu. Bahkan tidak hanya calon istri tapi calon cucu sekaligus. Akan ku bawakan langsung sepaket!" bentak Redis dalam satu tarikan napas.
Orang tersebut tak bisa menahan diri.
Hal tersebut tentu membuat kedua orangtua tersebut menatap kaget. Satu paket...?
"Dasar anak tidak tahu diuntung. Awas kalau kamu berani berbuat macam-macam."
"Redis, kamu bermain perempuan!?" kata sang mama tak mau kalah.
Seketika itu juga kepala Redis langsung berdenyut nyeri.
Apanya yang sepaket, memangnya barang?
Lagipula, Redis juga tidak tahu apakah seseorang perempuan yang bahkan tidak ia tahu namanya itu hamil atau tidak.
Satu kali berbuat belum tentu jadi, terlebih siklus pun juga sangat mempengaruhi.
Ah iya tingkat kesuburan juga.
Lebih daripada itu, Redis sama sekali tak tahu dimana gadis gila, aneh, polos dan galak itu tinggal. Yang sialnya harus Redis akui kalau rupanya cantik.
Lantas apa yang akan ia lakukan?
Hey, uang dan kekuasaan bisa menembus dan melakukan banyak hal. Lihat.
"Jawab Redis!?"
Satu pukulan pun kembali mendarat mulus pada kepala nan berharga Redis. Satu yang perlu ditekankan, pukulan tersebut jadi lebih kuat.
Apalagi yang akan terjadi setelah itu...?
Silahkan pastikan sendiri.
Kedua orang besar Prasetya mengamuk!
*****