Setelah aku dikirimkan kembali oleh diriku yang kecil, aku terbangun berbaring. Saat mataku melirik kanan kiri, tempat ini terlihat seperti kamar rawat inap namun aku tidak yakin karena penglihatanku masih kabur. Di situ aku melihat sosok seorang perempuan berambut merah kecoklatan.
"Roselia?" tanyaku.
"Huft.. Hey kenapa kau tiba-tiba pingsan? Bukannya aku yang kena pukul?". Ucap Roselia raut mukanya tampak kesal.
"Maaf. Maafkan aku sudah merepotkanmu." Aku pun kemudian melihat-lihat sekeliling untuk sekali lagi dan bertanya pada Roselia "Kita sedang dimana?".
"Sekarang kita berada di klinik desa. Saat kau pingsan tadi, kau berteriak-teriak kemudian banyak warga mengerumuni dan menggotong kau dan aku ke tempat ini". jelas Roselia.
"Teriak-teriak?" tanyaku.
"Benar, kau berteriak-teriak minta tolong dan 'berhenti?'. Entah apa yang kau mimpikan tapi kau seperti kesurupan."ucap Roselia. "Memangnya, kau bermimpi apa?" lanjutnya.
"Tidak tahu." ucapku.
Sebenarnya aku ingat persis apa yang terjadi. Namun, bila aku katakan padanya kemungkinan besar itu akan membahayakan diriku.
"Aku tidak ingat mimpi tentang apa-apa." lanjutnya.
"Hmm Aneh." balas Roselia.
Mataku pun teralihkan pada kepala Roselia.
Loh. Aku tidak melihat adanya bekas darah ataupun luka. Hal ini membuatku sangat bingung dan bertanya "Apa kepalamu baik-baik saja." ucapku sambil menunjuk kepala Roselia.
"Eh? Oh iya sudah baikan kok hehe." Jawab Roselia dengan senyum manisnya.
"Kenapa memangnya Rai apakah mungkin kau khawatir pada diriku?" tanya Roselia.
"Bagaimana mungkin aku tidak khawatir? Aku yang memukulmu bukan?" balas Rai.
"Hee?? Jadi kau ingat apa yang barusan kau lakukan?"
"Aku ingat beberapa hal namun tidak semuanya." balasku.
"Tadi kepala ku memang terluka…." ucap Roselia.
"Se-serius apakah lukamu ?" potongku.
"Katanya hidupku dalam bahaya dan tidak lama lagi…." lanjut Roselia.
Mendengar hal itu aku terdiam.
Aku ingat sensasi saat menghajar preman-preman itu.
Kekuatan mengalir di dalam tubuhku.
Dan saat tanganku mengenai kepalanya. Aku yakin saat itu aku menggunakan energi penuh saat menghantamnya.
"Maaf Roselia. Maafkan aku." ucapku sambil berdiri dengan gesit dari kasur dan sujud hormat kepada Roselia.
"Maafkan aku juga Rai…" balas Roselia. Setelah beberapa menit, aku masih tidak kunjung juga mengangkat kepalaku.
Sampai akhirnya Roselia berkata "Kau khawatir banget ya padaku?." ucap Roselia. "Tenanglah aku setengah bohong kok. Nyawaku tidak dalam bahaya." Lanjutnya.
Aku yang tadi sujud perlahan bangkit. Badan ku sejajarkan dengan tinggi Roselia yang sedang duduk di bangku. Aku menatap tajam mata hijau Roselia dan berkata "Roselia...".
Aku mendekat pada dirinya.
Roselia pun tampak memerah.
"He--Heii.. Kau mau ngapain…?" tanyaku.
Aku mendekati telinganya dan berbisik padanya "Sialan kau…".
"Haah?!" ucapnya kaget.
"Ya, sialan kau Roselia. Aku benar-benar khawatir loh." balasku.
"Dasar! Kau lelaki tidak sopan!"
"Ho?Kau sendiri pun bukan wanita yang sopan!" balasku.
Kami beradu tatap.
Mata Roselia yang hijau itu sangat cantik saat melotot.
"Haduh. Kalian sedang apa sih? Seperti anak kecil saja." ucap suara kakek-kakek.
Jangan-jangan itu?
"Ah ternyata kau Faria!" ucap ku sambil mendekatinya.
"Halo Rai! Apakah kau- ADUH-ADUH!"
"Kenapa kau ga bilang ada preman di desa ini kakek tua? Aku digebuk loh" ucapku sambil menjambak poni belakang Faria.
"Ehehehe maaf kan lah aku.. Aku kan sudah tua !" ucapnya.
Aku melepas genggaman tanganku.
"Baiklah aku maafkan."
"Terlebih dari itu kau lebih bersalah padaku Rai!" ucap Faria.
"Hah? Kenapa begitu?" tanyaku.
"BELANJAANKU KAU GELETAK DI LANTAI RAI!" bentak Faria.
"YA HABISNYA AKU AKAN DIGEBUK ! Masa tetap aku tenteng-tenteng." bela ku.
"YA KALAU GITU TELURNYA KAU PAKE UNTUK APA?" tanya Faria.
"Telur?" ucapku.
Aku sejujurnya tidak mengingat melakukan apa-apa dengan telur.
"Aku ga ingat apa-apa."
"Kau melemparnya bukan? Ke preman itu."
"Hah? Serius?"
"RAIII!!!! TELUR MAHAL DI DAERAH INI!!" bentak Faria.
"HEI JANGAN SALAHKAN AKU! SALAH KAN DIRIMU YANG TIBA-TIBA PIKUN!"
"HEH SOPANKAH KAU BEGITU?"
"HEH SOPANKAH KAU MENAGIH KORBAN RAMPOK?"
Aku beradu tatap dengan Faria.
"Sudah-sudah.. Kok jadi kalian yang bertengkar. Malah kalian lebih terlihat seperti anak kecil." ucap Roselia.
"Hmphh!" ucapku.
"Hmphh!" ucap Faria.
"Huft. Omong-omong, Kakek Faria, Rai kerabat mu?" tanya Roselia.
"Eh? Anu..." Faria melihat padaku seakan meminta jawaban.
Aku menggeleng-gelengkan kepala ke arahnya.
"Iya benar!"
KAKEK BANGKA!
Itu jelas-jelas pertanda tidak.
"Hmm.. Tapi Rai bilang ia kabur dari rumah dan kalian bertemu di hutan mubble?" tanya Roselia.
Faria pun melihat padaku dengan tatapan bingung bercampur dengan kecewa. Aku menafsirkannya seperti seakan dia bilang "Kok kau ceritakan sampai situ padanya dan tidak padaku?".
"Ah benar-benar. Maksudku kami memang bertemu di hutan mubble tapi ia sudah aku anggap sebagai kerabatku."
"Ah baiklah…" balas Roselia.
Meski ia menjawab seperti itu, aku agak ragu pada perasaannya yang sebenarnya. Aku ragu dia benar-benar percaya.
"Memangnya kau mengharapkan apa nona pembohong? Tidak sepertimu Faria adalah kakek yang jujur meski pikun." ucapku.
"Dasar! Kau memang sangat tidak sopan ya! Hmph.." balas Roselia.
Aku kemudian bertanya-tanya. Sebenarnya apakah Faria dan Roselia saling mengenal?
"Kalian saling kenal?" tanyaku.
"Betul ! Faria semacam pengurusku saat aku masih kecil. Ia mengajarkanku cara ber-pedang dan juga Order."
"Oh..HAH!?"
"Eh sebentar mari aku buatkan teh untukmu Rai. Kalau tidak salah ada di sini.." ucap Roselia sambil berjalan ke sana kemari dalam ruangan mencari bahan membuat teh.
Mataku langsung tertuju pada Faria. Kami pun seakan berkomunikasi lewat telepati.
"KAU MENGAJARKAN DIA PEDANG DAN ORDER!? KAU KAN SINGULAR?"
"CERITANYA PANJANG RAI, AKU JELASKAN DI RUMAH NANTI!"
"OKE!!"
TING-TING-TING-TING
Seketika terdengar suara lonceng dibunyikan.
"PENGUNGUMAN PADA WARGA DESA SEKALIAN, Kepada warga desa Ein dimohon untuk tidak panik ! Prajurit kerajaan telah mendeteksi adanya keberadaan singular di desa kami. Mereka akan segera tiba dan menangkap singular yang berada di desa ini ! Harap tetap tenang!" ucap suara seorang laki-laki yang membawakan pengumuman.
"Apa? Singular?" ucap ku.
"Maaf Rai, dan Kakek Faria aku harus segera pergi dari sini." ujarRoselia.
"Pergi? Kau akan pergi kemana?" tanya Rai.
Aku harus menyambut prajurit kerajaan dan bertugas mereka. Itu adalah tugasku." Jawab Roselia.
Apa? Tugasnya? Apa jangan-jangan?
[Order ! Battle Suit!]
Cahaya berkumpul di sekitar Roselia. Cahaya tersebut satu persatu mengelilingi tubuhnya dan dalam sekejap berubah menjadi zirah untuk dirinya yang sudah secara langsung terpasang pada badannya.
Zirah Roselia terlihat seperti zirah tipe ringan di game RPG. Zirah itu menutup tangan dan badannya, berwarna coklat kemerahan dan tepat di bagian dada depan zirah terdapat motif mawar berwarna putih.
"Jadi kau adalah ksatria di desa ini Roselia?" tanyaku.
"Benar. Aku adalah salah satu ksatria pelindung di desa ini. Namaku Roselia penerus keluarga Sequoia." Balas Roselia.
Setelah mengucap itu Roselia pergi meninggalkan kami. Ia keluar lewat jendela dan tampak kembali berlari setelah itu. Aku bisa melihat dirinya pergi ke arah pusat desa.
Merasa Roselia sudah pergi jauh. Aku dan Faria pun saling menatap dan melepaskan nafas kami yang tertahan.
"Hahh…"
"Untung saja ia tidak mengetahui kalau aku Singular.." ucapku. "Bagaimana ya ini?" lanjutku.
"Untuk saat ini sebaiknya kita kembali ke kabin. Aku akan melatih dirimu untuk bisa menggunakan Order." jawab Faria.
"Apakah itu sungguh prioritas kita saat ini?" tanyaku.
"Dengan datangnya prajurit kerajaan, itu merupakan awal dari perburuan dirimu. Kau harus bisa mempertahankan nyawamu sendiri di kala aku tidak bisa membantu."
"Tapi apakah aku harus bertarung dengan mereka? Meski bagaimanapun juga, aku tidak ingin melukai manusia lainnya." ucapku.
"Ini bukan soal melukai manusia Rai. Ini soal bertahan hidup. Kalau kau tidak mau mempertahankan hidupmu dengan bertarung maka kau akan dihabisi tanpa ampun." balas Faria.
Ia kemudian berjalan ke arah pintu kamar itu dan berkata padaku sambil membelakangi. "Jangan buang nyawamu seperti itu."
"Baiklah.. Aku mengerti." balasku.
"Omong-omong kau jadi sering membantah ya? Kau jatuh cinta kah?" tanya Faria.
"HAH? Apa hubungannya pak tua?" bentak ku.
"Katanya kau akan berubah kalau jatuh cinta jadi aku pikir-"
"Sudah-sudah-sudah aku tidak mau dengar nanti ketularan anehnya!" potongku sambil mendahului Faria keluar dar kamar itu.