Ketegangan tidak kunjung menyurut. Bahkan ketika Aurin sudah memerintahkan ketiga orang lain yang tengah sibuk bersitegang di hadapannya untuk tenang dan berhenti menyalahkan satu sama lain.
Bohong kalau Aurin tidak terkejut dengan pengakuan anaknya yang pernah ingin mengakhiri hidupnya, sungguh kalau bisa, Aurin ingin pergi dalam mesin waktu dan mengubah semua perlakuan buruknya, dan tidak menyiakan-nyiakan waktu dan kebersamaan dengan anaknya. Aurin menyesal sampai rasanya dia perlu menangis keras.
"Maafkan Bunda sayang."
Permintaan maafan Aurin membuat Agni dan semua orang menoleh cepat ke arahnya yang tengah memandang Agni dengan mata berkaca. "Bunda…." Agni terkecat, begitupun Axel yang langsung berlari ke arah bundanya untuk memeluk. Setelah melihat sang bunda menangis keras untuk kakaknya, Axel tidak sudah berjanji kalau dia tidak akan membiarkan air mata itu jatuh kembali dari pipi ibunya.