Chereads / Hasrat Terpendam / Chapter 5 - KENYAMANAN HATI

Chapter 5 - KENYAMANAN HATI

Tepat pukul 19.30 WIB dimana Ayah, kakak dan aku sudah berada di meja makan dengan posisi duduk seperti biasanya, sedangkan Ibuku masih sibuk dengan manghidangkan nasi dan beserta lauknya ke piring kami masing-masing.

Hari ini Ibu dan kakak memasak ayam belado masakan kesukaanku dan tumis kangkung sebagai sayurnya, selesai ibuku menghidangkan semua makanannya, kami pun membaca doa sebelum menikmati masakan ibuku.

Masakan ibuku sangat terkenal enaknya di kalangan tetangga dan saudara ku, tidak heran banyak sekali saudara atau tetangga kami meminta tolong kepada ibuku untuk memasak ketika mereka mengadakan pesta atau syukuran, doa makanpun selesai kami panjatkan dan saatnya menikmati hidangan makan malam kami.

"Oh iya yah minggu depan Raditkan ulang tahun yang ke-19, kita buat acara apa ni yah.?" kakakku bertanya kepada ayahku.

Akupun terdiam sejenak dari makanku mendengar pertanyaan Kak Dinda yang tiba-tiba, aku tidak menyadari sebentar lagi usiaku akan bertambah satu tahun lagi, rasanya baru kemaren aku merayakan ulang tahunku yang ke-18, seminggu lagi udah ngerayain ulang tahunku yang ke-19 aja, tidak terasa rasanya waktu ini sangat cepat berlalu.

"Hahah..padahal aku lupa loh kak sama ulang tahunku sendiri,makasih udh ngingatin,,iya yah kita buat acara apa ni di ulangtahunku,?" ujarku ke ayah sambil sedikit merengek kepadanya.

"Ayah mah terserah aja, yang ulang tahun kan kamu bukan ayah, hahahha, jadi terserah kamu mau buat acara apa,ayah mah gaskaann aja," ujar ayah dengan nada yang bercanda.

"Apa ya bingung juga, menurut kakak apa ni, kan ini berkat kakak yang udah ngingatin ulang tahunku tadi," ujarku sambil menanyakan pendapat.

"Iya terserah kamu sih, kamu maunya apa di tahun ini, kalau dari kakak sih mending kita jalan-jalan sekeluarga kemana gitu, kan udah lama jugakan gak jalan-jalan," ujar kak Dinda menjawab pertanyaan ku.

"Iya juga sih tapi kemana ya enak nya.?" ujarku yang masih bingung mau jalan-jalan kemana.

"Udah pikirin aja dulu, lagiankan masih ada waktu seminggu lagikan, jadi masih ada waktu buat berpikir Raditnya mau apa," ujar Ibuku memberi solusi.

"Okdeh buk aku pikir-pikir dulu nanti," ujarku kepada ibu yang sudah memberi aku sebuah solusi.

"Ya udah cepat habisin makanannya, gak baik lagi makan ngobrol kan, ntar nasinnya nangis loh di diamin aja gk di makan-makan," ujar Ibuku dengan sedikit melontarkan sedikit candaan.

"Hahaha .ok siap bu," aku dan kakak serentak menjawab.

Makan malampun selesai, ayahku beranjak dari kursinya dan mengambil sebungkus rokok dan korek api nya di atas meja TV, untuk di bawaknya kedepan rumah, sedangkan ibu dan kakak membersihkan meja makan dan mengangkut piring-piring kotor bekas makan kami untuk di cuci, aku masih terduduk diam di kursi makan sambil memikirkan kemana kami akan pergi sewaktu ulang tahunku tiba.

"Din buatin ayah kopi ya," ayah berteriak kecil dari teras rumah.

"Iya yah bentar," Kak Dinda menjawab.

Seperti biasanya ayahku sangat suka meminum kopi sehabis makan sambil merokok, ayah bisa menghabiskan empat sampai lima kopi dalam satu harinya dan sebungkus atau dua bungkus rokok surya.

Sebenarnya itu tidak baik buat kesehatan ayah tapi mau gimana lagi sangat sulit untuk menghilangkan kebiasaan ayah meminum kopi dan merokok, sering kali kami menegur ayah untuk mengurangin kebiasaan buruknya.

Karena kami khawatir dengan kesehatan ayah apa lagi umur ayah sudah berkepala empat sangat di khawatir kan kalau dia masih saja kecanduan dengan kopi dan rokoknya yang terbilang sangat banyak.

Tapi ayah selalu menjawab "iya ayah usahain kurangin" tapi aku rasa sama saja, porsi yang ayah minum kopi dan merokok tidak berkurang juga sedikitpun dan tidak ada perubahan sama sekali menurut ku.

"Malam om ada Raditnya dirumah," aku mendengar seseorang yang lagi bertanya kepada ayahku di luar.

"Iya ada tunggu bentar ya, Dittttt ni ada teman nyariin," ayahku memanggil dari luar.

Aku bergegas keluar untuk melihat siapa yang memanggilku, karena biasanya kalau Ari,Memet dan Iwan memanggil ku, aku sudah hafal suara mereka dan aku yakin mereka akan langsung masuk ke dalam rumahku tanpa harus menungguku di depan rumah.

Aku kaget ketika aku melihat siapa yang mencariku di depan rumah sambil mengobrol dengan ayahku, tidak lain tidak bukan itu adalah Bima, senang rasanya dia datang kerumahku walaupun aku tidak tau apa maksud dari kedatangannya, apa lagi baru saja aku berfantasi liar tentangnya beberapa saat yang lalu.

"Oh kamu Bim ada yang bisa di bantu," aku bertanya kepadanya dengan hati yang senang.

"Ini ibuku tadi meminta tolong di belikan bakso sekitaran sini, tapi karena aku baru tinggal daerah sini, makanya minta temenin samamu Dit, mana tau kamu tau dimana ada yang jual bakso yang enak di daerah sini," Bima menjawab pernyataanku sekaligus meminta tolong kepadaku.

Entah mimpi apa aku tadi malam tapi rasanya aku senang Bima meminta tolong kepadaku untuk nemenin dia membeli bakso untuk ibunya, setidaknya aku ada waktu berdua bersamanya lagi seperti tadi.

"Gih temenin Bima,Dit...beli tempat Pak Kardi aja kan baksonya enak tu disana," ujar ayahku memotong pembicaraan seakan mengizinkan aku pergi menemanin Bima untuk keluar membeli bakso, senang rasanya ayah memberiku jalan untuk berduaan dengan Bima.

"Iya yah, tapi kalau pulang agak lama gapapa ya yah, soalnya kan agak jauh tu kesana jalan, apa lagi disana selalu ramekan pembelinya," ujarku terhadap ayahku.

"Aku bawak motor kok Dit, jadi jangan khawatir pulang telat," Ujar Bima memotong pembicaraanku dengan ayah, sambil menunjuk motor Mio merah yang di parkirkan di sebelah pojok kanan rumahku.

"Oh bawak motor, okdeh kirain kita jalan kaki,hahahah," ujarku sambil ketawa kecil, Ini emang benar-benar terasa mimpi aku tidak pernah terpikirkan akan di gonceng naik motor berduaan bersama Bima.

"Om saya bwak Raditnya sebentar ya om," ujar Bima meminta izin kepada ayahku.

Sungguh sopannya dia menjemput ku dan sekaligus meminta izin untuk membawaku keluar, aku merasa seperti seseorang yang di jemput oleh pacarnya untuk jalan-jalan keluar, hatiku semakin luluh melihat kewibawaanya yang terlihat sangat dewasa bagiku.

"Iya gpp hati-hati di jalan ya, jangan ngebut-ngebut di jalan," ujar ayahku memperbolehkan aku ikut bersama Bima.

"Iya om pasti, ayok Dit," ujar Bima sambil menuju ke arah motornya.

Akupun dengan cepat memasang sendalku dan menuju ke arah motor Bima, dan akupun duduk di belakang Bima dengan hati yang bahagia, Bimapun menghidupkan motornya setelah aku sudah duduk di belakangnya dan siap untuk nenjalankannya.

"Pergi dulu ya om, assalamualaikum," ujar Bima dan aku serentak mengucapkan salam.

"Walaikumsallam," ayah menjawab.