Aifa mengabaikan makanannya yang sudah terhidang di meja makan. Ia juga mengabaikan rasa perut yang tadinya lapar. Bagi Aifa, melihat Rex saat ini sudah membuatnya kenyang karena rindu yang membuncah.
"Rex!"
Pria itu menoleh ke sumber suara. Kedua matanya terbelalak tak menyangka. Rex terkejut bahkan syok di balik kaca mata hitamnya. Sudah 4 tahun berlalu. Tanpa kabar, tanpa komunikasi, tanpa sapa dan kini Aifa kembali hadir begitu saja. Didepan matanya.
"Rex!" Aifa mengatur napasnya. Lalu tersenyum dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca penuh haru kerinduan
"Rex.. kamu.. Alhamdullilah akhirnya kita ketemu lagi. Kamu kemana selama ini? Kenapa tidak ada kabar? Kenapa tidak menghubungiku lagi? Kenapa tidak lihat semua snapgramku? Kenapa tidak memfollow semua akun sosmedku? Lalu kenapa kamu tidak menglike semua status-statusku di sosial media?"
Aifa terus bertanya dengan segala rentetan yang selama ini bergerumul sesak di hati dan pikirannya. Rex menurunkan kaca matanya. Ia menatap Aifa. Raut wajahnya masih datar tanpa ekspresi tapi tidak dengan benaknya yang menganggap bahwa Aifa tidak berubah sejak dulu.
Cantik. Imut. Manja.
Tiga kata itu yang terlintas di pikiran Rex. Rex memundurkan langkahnya. Aifa merasa cemas. Aifa memajukan langkahnya. Ia mengabaikan Franklin yang sudah memegang pergelangan tangannya.
"Kak. Ayo kita pulang."
"Aifa tidak mau." Aifa melepaskan cekalan tangan Franklin. "Aifa ingin bertemu Rex. Aifa sudah lama gak ketemu sama Rex."
Rex mengabaikan Aifa dengan perasaan tidak menentu. Ia masih syok sehingga dengan mudahnya ia meninggalkan restoran tersebut.
"Rex!"
"Calon masa depan!"
"Calon suami!"
"Mr. Davidson!"
"Calon mantu Daddy!"
"Rex mau kemana? Jangan pergi! Bagaimana dengan hati Aifa?"
"Aifa sudah setia sama Rex selama 4 tahun."
"Rex! Jangan pergi!"
Rex segera mempercepat langkahnya. Itu lebih baik baginya. Rex berusaha mengabaikan panggilan-panggilan Aifa. Ia memasuki mobilnya dan mengemudikannya dengan cepat.
Rex memegang kemudi stirnya dengan kuat. Buku-buku jarinya bahkan memerah. Raut wajah Rex mengeras karena berusaha menahan amarah.
"Sial!"
🦋🦋🦋🦋
Aifa merenung. Ia terlihat mondar-mandir tidak jelas. Saat ini ia sudah kembali ke apartemennya. Waktu sudah menunjukan waktu larut malam.
Aifa gelisah karena ia belum bertemu Franklin sejak pria itu meninggalkan dirinya sepulang dari restoran karena mendadak mengurus pekerjaannya di sebuah perusahaan terbaru milik Fandi dan sahabatnya yang bernama Om Farhan.
Pintu terbuka. Aifa menoleh lalu menghela napas dengan segala kekecewaannya yang menganggap bahwa itu adalah Franklin dan ternyata adalah Laurent.
"Kak Laurent."
"Ya Nona muda? Apakah anda baik-baik saja? Butuh sesuatu?"
Aifa mengangguk. Wajahnya terlihat tidak tenang. Menyadari hal itu Laurent ikut khawatir.
"Anda sedang tidak baik-baik saja nona muda. Apakah ada yang sakit?"
"Hatiku Kak Laurent.. Hatiku yang sakit."
"Mari saya antar sekarang kerumah sakit."
"Aifa tidak butuh rumah sakit. Aifa butuh obat. Dan obatnya adalah Rex."
Pintu terbuka lagi. Aifa dan Laurent menoleh ke ambang pintu begitu sosok Franklin baru saja tiba dari semua urusan pekerjaan nya. Aifa segera mendekatinya dengan tatapannya yang sendu.
"Frank.."
"Kakak. Ada apa?"
"Apakah Daddy sudah tahu?"
Franklin menghela napas. Menyadari situasi Laurent memilih pergi dari sana. Franklin tetap diam. Tapi ia sadar bahwa kakaknya yang manja itu sedang gelisah.
"Belum."
"Aifa bisa minta tolong sama Franklin?"
"Apa?"
"Jangan beri tahu hal apapun kejadian hari ini. Jangan beritahu pada Daddy kalau di negara ini ada Rex. Aifa.. Aifa cinta sama Rex. Aifa tidak ingin kehilangan dia lagi. Aifa sudah sedih selama 4 tahun ini tanpa adanya sosok Rex. Ini situasi yang bagus. Pak Fay memutasi Aifa disini. Lalu Aifa kembali bertemu dengan Rex. Apakah Franklin mau berjanji sama Aifa agar tidak mengatakan hal apapun sama Daddy?"
Ntah hal apa lagi yang harus Franklin ucapkan saat ini juga. Ia teringat bagaimana daddynya menyuruhnya untuk untuk segera memberi tahu bila Aifa ada bertemu dengan siapapun terutama dengan Rex. Tapi disisilain.. apakah ia sendiri sanggup melihat Aifa terus bersedih selama 4 tahun ini?
"Franklin kok diam? Franklin mau laporkan hal ini sama Daddy? Franklin gak mau menolong Aifa? Franklin gak kasihan sama Aifa?"
Franklin menatap kedua mata Aifa yang saat ini berkaca-kaca. Franklin sendiri bingung harus berbuat apa. Kedilemaan membuatnya tak berkutik.
Aifa memundurkan langkahnya. Ia pun menundukan wajahnya. Air mata menetes di pipinya. Aifa memaksakan senyumnya.
"Yaudah kalau Franklin tidak mau bantu tidak apa-apa kok." Aifa menghapus air mata di pipinya. "Aifa ngerti. Mungkin Daddy sudah memberi pesan sama Franklin untuk segera memberi tahu tentang Aifa jika Aifa ada bertemu dengan siapapun disini termasuk Rex. Maafin Aifa. Aifa tidak akan memaksa Franklin lagi."
"Aifa mau ke kamar dulu. Aifa mau tidur supaya di bawah mata Aifa tidak menjadi mata panda. Biar bagaimanapun Aifa harus tetap cantik dengan wajah fresh sehingga Rex tidak akan berpaling dengan wanita lain."
Aifa berkata lirih lagi. "Selamat malam Frank."
Aifa berbalik dan gesture tubuhnya yang lesu. Aifa sudah memegang kenop pintu kamarnya ketika sebuah cekalan dari lengannya membuat Aifa menoleh.
"Aku tidak akan bilang hal apapun sama Daddy."
Aifa mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Ekspresinya berubah ceria secara perlahan.
"Benarkah?"
"Iya."
"Janji?"
"Iya."
"Huaaaaa Franklin... Terima kasihhh."
Aifa pun akhirnya memeluk Franklin dengan erat. Franklin hanya menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman meskipun nyaris tidak terlihat lebar.
🦋🦋🦋🦋
"Ini lokasi alamat Tuan Rex Davidson nona Aifa."
Aifa mengentikan aktivitas olahraganya di treadmill. Lalu mendekati Laurent yang kini menyerahkan sebuah tab kearahnya.
Sebuah lokasi tempat menginap Rex Davidson disebuah Vila yang ada di negara Berlin.
"Apakah ini jauh?"
"Membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit dari sini."
"Kalau gitu kita kesana hari ini. Tapi Aifa olahraga dulu. Berat Badan Aifa naik 1 kg Kak Laurent." Aifa memasang raut wajah sedih. "Kalau Aifa berlebihan berat badan Aifa tidak akan cantik. Aifa takut Rex berpaling."
Laurent tersenyum tipis. "Jodoh tidak akan kemana Nona Aifa. Anda sangat cantik meskipun tanpa olahraga."
"Benarkah?" Aifa berbinar. "Kalau gitu Aifa hentikan saja olahraganya saat ini. Ayo kita ke Villa Rex! Tapi Aifa ganti baju dulu." Laurent hanya mengangguk lalu menatap kepergian Aifa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama ketika Aifa sudah siap dan berpenampilan rapi hari ini.
Sebelum pergi, Aifa mendatangi Franklin yang kini sudah rapi tanpa pakaian formal. Aifa mengerutkan dahinya.
"Franklin tidak bekerja?"
Franklin menoleh kearah Aifa. "Untuk hari ini tidak."
"Franklin mau kemana?"
"Bertemu dengan seseorang."
"Siapa?"
"Wanita."
Aifa memasang raut wajah cengir. "Oh ya? Cieeee. Siapa? Calon istri? Calon menantu buat Daddy dan mommy? Atau.."
Franklin mengerutkan dahinya. Ia memilih mengecek ponselnya sejenak dan mengabaikan Aifa.
"Atau dokter Ava?"
Franklin menghentikan jari-jarinya yang berniat untuk melakukan panggilan dengan ponselnya. Tapi tidak dengan raut wajahnya yang terlihat salah tingkah dan berdeham.
"Bukan."
"Jadi siapa? Franklin masih ingat Dokter Ava kan? Ituloh Dokter yang dulunya teman kuliah Angel di London. Aduh salah. Maksud Aifa Aulia. Aifa sering lupa kalau Angel sudah mengganti nama menjadi Aulia semenjak mualaf. Ava itu cantik. Manis. Dulu mau di jodohkan sama Pak Fay. Tapi gak jadi karena Pak Fay memilih Aulia. Jangan-jangan Dokter Ava jodohnya Franklin?"
"Kakak mau kemana?" tanya Franklin berusaha mengalihkan tingkat kepoan kakaknya.
"Mau ketemu Rex."
"Oke."
"Aku berangkat dulu ya Franklin! Doakan aja supaya Rex segera menjadi kakak ipar mu."
"Aamiin."
Dengan percaya diri Aifa mengulurkan punggung tangannya. Franklin hanya menurut lalu mencium punggung tangan Aifa.
"Aifa doakan semoga Franklin cepat dapat jodoh. Secantik dan sebaik Aifa. Iya kan Frank?"
Franklin hanya menghedikan bahu tidak perduli. Franklin menatap kepergian Aifa dengan raut wajahnya yang ceria. Franklin menghela napas dan sejak dulu ia tidak akan berniat untuk menikah sebelum kakaknya yang manja itu bertemu dengan calon pendamping hidup dan benar-benar bahagia.
Franklin memang dingin, cuek, tidak pernah memikirkan soal cinta apalagi wanita. Tapi ia tidak bisa berdiam diri begitu ada orang lain yang menyakiti Aifa.
Aifa itu kekanakan dan Franklin akan selalu setia menolong sang kakak yang mudah menangis dan galau itu selagi menunggu sang calon imam belum nampak didepan mata Aifa.
🦋🦋🦋🦋
Cuma mau bilang Franklin itu adek kesayangan Aifa loh. Lah iya.. karena Daddy dan mommy Aifa sudah sibuk sama urusan masing-masing. Apalagi si Frankie yang sudah menikah 😆
Makasih sudah baca. Semoga kalian terhibur. Sehat selalu buat kalian.. Samarinda lagi musim hujan. Banjir 3 hari belum surut. Moga2 di kota kalian baik-baik aja ya cuacanya. Aamiin.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii