Jasmine terlihat mengangguk kepalanya atas responnya pada Ryshaka yang kala itu mengucapkan sesuatu dengan mimik wajah yang teramat serius. Mereka seperti terlibat dalam pembicaraan yang begitu krusial yang tak dapat Aletha pahami masalah apa yang tengah keduanya perbincangkan.
Aletha segera membuang pandangannya ketika manik matanya bersibobrok pada sosok lelaki yang suka mengacaukan kinerja otaknya dengan berpura-pura sibuk pada proposal yang tersaji di hadapannya.
Saat sudah yakin bahwa manik mata tajam Ryshaka tak lagi tertuju padanya, baru Aletha dengan ekor matanya mengintai pergerakan dari keduanya kembali.
Namun nyatanya ia salah besar.
Tak ada lagi sosok wanita cantik berambut ikal disana, yang ada hanyalah lelaki jangkung dengan netra tajam yang tak putus menatap dirinya.
"Aletha!" Ucap Ryshaka dengan suara baritonnya yang terdengar dalam di pendengaran Aletha.
Karena terlalu terkejut akan panggilannya yang tiba-tiba, sontak saja Aletha langsung berdiri tegap hingga menyebabkan tempat duduk yang ia singgahi terpelanting cukup jauh dan meninggalkan bunyi yang cukup mengganggu pendengaran. Selalu saja Aletha bertindak dengan ceroboh.
"Siap pak!" Ucap Aletha dengan suara yang cukup lantang. Beberapa saat kemudian baru Aletha menyadari bahwa reaksinya membuat dirinya nampak konyol. Aletha lantasĀ menepuk pelan dahinya atas reaksi spontan yang ia tunjukkan.
"Kenapa kau tidak ada sopan santunnya saat berhadapan dengan atasanmu sendiri?" Tanya Ryshaka. Lelaki itu mulai menunjukkan sikapnya yang menyebalkan pada Aletha. Tak ada angin, tak ada hujan langsung saja menceramahi wanita itu.
"Maksudnya?" Tanya Aletha seraya mengerutkan alisnya bingung. Dari sorot matanya jelas terlihat bahwa rangkaian kata-kata Ryshaka tak tersampaikan dengan baik untuk kapasitas otak Aletha yang tak bisa dikatakan jenius.
"Jangan pernah mencuri dengar pembicaraan orang lain, Aletha. Saya risih dengan itu!" Ucap Ryshaka dengan suara yang menukik tajam di akhir kalimatnya.
"Lalu anda ingin saya bereaksi yang seperti apa? Indera pendengaran saya bekerja secara otomatis untuk menangkap suara sekecil apapun!" Balas Aletha tanpa rasa takut. Karena ia merasa lama-lama perilaku atasannya terasa makin menyebalkan saja baginya.
" Kamu benar." Ucap Ryshaka membenarkan perkataan yang keluar dari bibir Aletha.
"Tentu saja!" Timpal Aletha singkat.
"Lalu bagaimana dengan manik matamu? Bukankah kamu bisa memalingkan netramu ke arah lain? Alih-alih melihat pemandangan yang terpampang di depanmu dengan tatapan penuh penilaian?!" Ucap Ryshaka tak mau kalah dengan argumentasi yang Aletha lontarkan.
Aletha mengatupkan bibirnya rapat-rapat atas perkataan yang Ryshaka ucapkan.
Ia memilih mengalah saja dari pada urusannya semakin panjang.
"Maafkan atas perilaku tak sopan saya, Pak!" Ucap Aletha seraya menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Bagus. Jangan pernah kamu mengulangi sikap tak terpuji seperti itu!" Ucap Ryshaka.
"Baik, Pak!" Ucap Aletha masih dalam posisi yang sama, yaitu menundukkan wajahnya.
Aletha baru mengangkat kepalanya kala mendengar suara langkah kaki Ryshaka menjauh dan perlahan menghilang untuk kembali ke singgahsana kebesarannya.
"Atasan laknat!" Maki Aletha dengan suara menggeram yang tertahan. Karena meski ia sedang emosi, ia masih punya akal sehat.
Bagaimana kalau lelaki itu mendengar kalimat makiannya dan langsung membuat surat pemecatan untuknya?
Ia belum siap kalau harus hidup di pelataran toko dan menahan lapar karena tak ada lagi pemasukan untuk menunjang hidupnya di kota besar ini.
"Sabar saja Aletha." Ucap Dashi berusaha untuk meredam emosi Aletha yang nampak begitu berapi-api.
"Tapi aku merasa tak membuat kesalahan sebesar itu hingga ia menyudutkan diriku sedemikian rupa!" Ucap Aletha tampak amat kesal.
"Dia adalah atasan kita. Wajar saja jika ia bersikap seperti itu pada bawahan seperti kita." Ucap Dashi.
" Lalu, maukah kamu menjelaskan padaku mengapa ia berperilaku menjengkelkan seperti itu hanya pada diriku saja?!" Tanya Aletha dengan nada suara yang menuntut.
Dashi mengatupkan bibirnya karena tak punya dalih yang tepat atas pertanyaan menuntut Aletha.
"Aku mau ke kamar mandi dulu!" Ucap Aletha dengan suara ketus.
"Darling, yang bertingkah tak menyenangkan adalah Pak Ryshaka. Mengapa aku juga terkena imbas dari perdebatan kalian berdua?" Tanya Dashi tak terima.
Aletha menghela napasnya lelah. Ia tahu tak seharusnya ia bersikap buruk seperti itu pada Dashi.
"Maafkan aku, Dashi." Ucap Aletha lemah.
"Tak masalah Aletha. Maaf juga kalau ucapanku membuat dirimu semakin bertambah geram ." Ucap Dashi pada Aletha seraya menyunggingkan senyum tipisnya.
"Itu kesalahanku. Aku ke kamar mandi dulu untuk menyegarkan otakku yang kini tengah berasap. Rasanya panas sekali." Pamit Aletha pada Dashi.
Dashi menganggukkan kepalanya singkat sebagai jawaban.
Aletha melangkahkan kakinya ke arah toilet dengan lunglai.
Hari masih menunjukkan pukul 10 pagi dan rasanya masih terlalu awal jika ia harus bersitegang dengan Ryshaka.
"Dasar lelaki jahat!" Rutuk Aletha, sebelah tangannya membuat gesture dengan mengacungkan jari telunjuknya pada sebuah cermin yang kini telah memantulkan sesosok wanita yang amarahnya sudah tersulut.
"Kamu baru mau bersikap manis padaku disaat ada maunya saja ya?! Hem!". Maki Aletha kembali dengan ekspresi wajah berangnya.
"Jawab!" Rutuk Aletha kian bertambah.
Ia tahu bahwa diam-diam merutuki seseorang yang nan jauh disana seperti ini, tak akan serta-merta membuat lelaki itu tersadar bahwa ada seorang wanita yang hatinya tergores oleh serentetan kalimat tak manusiawinya. Namun ia sedikit lega setelah melakukannya.
"Hal apa yang bisa kulakukan untuk membalasnya kembali?" Tanya Aletha retoris pada dirinya sendiri.
"Buatlah ia terpuruk!" Sahut suara seseorang yang tak tahu dari mana asalnya. Kepala Aletha menoleh kesana-kemari guna mencari sosok tersebut.
Aletha mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Keningnya berkerut samar ketika mendapati sesosok wanita asing yang sebelumnya telah menimpali pertanyaan retoris dirinya.
"Siapa kamu?" Tanya Aletha tak dapat menahan rasa penasaran di hatinya.
"Pertanyaan yang sangat mendasar." Jawab wanita itu seraya tersenyum lebar dan membuat kening Aletha kian berkerut. Karena kalau boleh jujur, ia tak menyukai respon yang wanita itu berikan padanya, semacam senyum lebar yang seolah tengah meremehkan dirinya.
"Aku sama seperti dirimu." Jawab wanita tersebut.
"Sama-sama korban dari kelakuan tak mengenakkan Ryshaka? Atau wanitanya yang lain?" Sebuah suara menyeruak dalam benak seorang Aletha.
"Sesama pekerja di tempat ini maksudnya. Tak mungkin orang asing dapat menyelinap ke dalam sini, 'kan?" Ucap wanita itu kembali.
"Benar juga. Lalu apa maksud dari perkataanmu yang sebelumnya?" Tanya Aletha.
"Aku telah mencuri dengar dari serentetan makian yang telah kau lontarkan. Nampaknya kamu sedang kesal dengan perilaku seseorang ya?" Tanya wanita tersebut.
"Ya." Jawab Aletha singkat.
"Mengapa kamu tidak membalas saja kelakuan amoralnya? daripada kamu hanya memendam semua keluh kesah di dalam dada dan tak berani untuk meluapkannya!" Saran wanita asing tersebut dan langsung pergi dari toilet tanpa menunggu jawaban yang keluar dari bibir Aletha.
"Kelakuan dirinya juga sama buruknya! Ia pergi begitu saja setelah melontarkan petuahnya padaku." Ucap Aletha tak habis pikir pada sesosok wanita yang sebelumnya telah bercakap-cakap dengannya.
"Tapi saran darinya sangat patut untuk dicoba. Jadi aku harus membuat Ryshaka terpuruk ya?!" Ucap Aletha seraya tersenyum tipis.