Dashi mendongakkan kepalanya disaat Aletha telah kembali ke tempat duduknya semula.
"Kamu menghabiskan waktu yang lumayan lama di toilet, Aletha. Everything all right?" Tanya Dashi pada Aletha.
Aletha hanya menimpali pertanyaan Dashi dengan senyum lebarnya. Manik matanya memancarkan binar kebahagiaan yang tak dapat ia tutupi.
"Ada apa dengan raut wajahmu Aletha? Beberapa saat lalu suasana hatimu begitu buruk hingga terlihat sangat siap untuk mencabik-cabik tubuh seseorang dan kini kau kembali dengan wajah yang sangat berbinar?" Tanya Dashi, ia merasa penasaran dengan mood swing Aletha.
"Maaf sudah membuat dirimu cemas. Aku tadi berpikir untuk saran yang telah kamu ucapkan padaku." Jawab Aletha.
"Untuk membalas perilaku tak mengenakkan Ryshaka?" Tanya Dashi memastikan.
"Benar. Sekaligus aku ingin membuat satu pembuktian bahwa ia salah kalau mau bermain-main dengan seorang Aletha!" Ucap Aletha disertai senyum lebarnya, manik matanya menatap nyalang seolah benaknya telah menyusun suatu strategi besar untuk memporak-porandakan hidup Ryshaka.
Dashi meringis ngeri melihat sorot manik mata Aletha yang sarat akan dendam membara.
"Apapun yang akan kau lakukan nantinya, kau sudah tahu konsekuensinya kan?" Tanya Dashi sekedar untuk mengingat pada Aletha supaya dia tak akan menyesal pada apapun yang akan ia lakukan nantinya.
"Seorang Aletha pantang untuk menarik kembali ucapannya dan ia tak akan pernah menyesali perbuatannya, apalagi untuk suatu hal yang jelas akan ada dampak untuk kedepannya." Jawab Aletha seraya mematri pandangannya pada Dashi, kilau netranya menampilkan kesungguhan akan ucapan yang ia lontarkan.
Tatapan keduanya masih tetap fokus pada layar komputernya masing-masing dan hanya sesekali memalingkan wajahnya untuk menimpali percakapan.
"Aku begitu penasaran. Atas dasar apa kamu menaruh dendam yang mendalam pada General Manager kita?" Tanya Dashi penasaran.
"Sebenarnya aku sama sekali tak menaruh dendam padanya, hanya saja sikap tak konsistennya sangat mengusik diriku. Bisa dibilang aku sedikit sentimen dengannya. Itu saja!" Jawab Aletha seraya mengedikan bahunya.
"Benarkah?" Tanya Dashi tak percaya akan ucapan Aletha.
"Yap!" Timpal Aletha.
"Maksudku seorang lelaki sekelas Ryshaka juga bisa tak konsisten dengan perilakunya?" Tanya Dashi semakin penasaran.
"Kau pasti tak kan percaya, jika aku berkata bahwa salah satu sikap yang paling sukar untuk diterjemahkan adalah lelaki itu, ia bagaikan sebuah dispenser berjalan yang bisa panas dan dingin dalam waktu yang bersamaan. Rasanya aku sangat ingin untuk mematikan tombol powernya supaya ia tak bertindak seenaknya hatinya." Ucap Aletha dengan nada jengkelnya.
Dashi seketika menghentikan gerak jari di keyboard komputernya kala mendengar satu ucapan Aletha yang membuat benak seorang Dashi berpikir. Tatapan wanita itu ia arahkan penuh pada Aletha yang masih fokus pada layar di hadapannya.
"Ada satu konotasi dari ucapanmu yang membuatku bertanya-tanya. Apa artinya panas, Aletha?" Tanya Dashi seraya mengerutkan kedua alisnya.
"Panas itu artinya meledak-ledak, Dashi. Tahu sendiri kan, jika Ryshaka seringkali beradu argumentasi yang tak penting denganku?" Terang Aletha pada Dashi.
Saat pandangan Dashi tak lagi terarah padanya, baru Aletha menepuk pelan bibirnya.
Bagaimana bisa ia kelepasan bicara pada Dashi, meski dekat ia punya batasan tentang apa yang bisa dibagi dengan orang lain atau disimpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Jangan sampai Dashi tahu bahwa dirinya dan Ryshaka pernah bergulat dengan begitu panasnya, karena yang Dashi tahu ialah Aletha menaruh rasa pada Ryshaka. Hanya sebatas itu.
"Kukira yang kau maksud dengan panas ialah pesonanya yang begitu menguar itu. Sejengkel-jengkelnya kau pada Ryshaka, kau pasti tak dapat menampik pesona feromone berjalan itu, 'kan?" Tanya Dashi seraya menaikkan kedua alisnya naik turun untuk menggoda Aletha.
"Benar sekali, mengapa pula hati ini bisa jatuh ke pria dengan tabiat seburuk itu." Keluh Aletha pada Dashi
"Terkadang lelaki dengan penampilan fisik di atas rata-rata memang mempunyai perilaku yang buruk, karena mereka merasa tak perlu menjadi perilaku untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apalagi soal wanita, pasti banyak dari mereka dengan sukarela melemparkan dirinya ke ranjang hangat Ryshaka." Ucap Dashi panjang lebar.
"Mengapa pembahasan kita jadi 18+ begini Dashi?" Ucap Aletha tak habis pikir dengan serentetan kalimat yang Dashi lontarkan.
"Kita berdua sama-sama dewasa, jangan bertindak seolah-olah kau adalah gadis kecil yang masih polos!" Ucap Dashi seraya memutar bola matanya.
"Kalau ku dengar dari ucapanmu, kau berusaha untuk memaklumi perilaku amoralnya." Ucap Aletha tak setuju pada argumentasi yang diucapkan oleh Dashi.
Dashi menghirup napasnya dalam-dalam, berargumentasi dengan Aletha tak akan ada habisnya.
"Lebih baik kita sudahi saja pembahasan kita mengenai Ryshaka dan juga feromonenya yang memabukkan itu!" Ucap Dashi
"Karena kamu setuju untuk pergi menghadiri pesta denganku, selepas kita kerja aku akan membuat appointment khusus dengan salon langganan yang biasa kupakai jasanya untuk merias penampilan kita berdua." Ucap Dashi seraya mengambil handphone untuk membooking tempatnya.
"Memangnya bisa? Bukankah kita tidak bisa sembarang membuat appointment, apalagi dengan waktu yang sedemikian dekat ?" Tanya Aletha pada Dashi yang kini sedang sibuk dengan gawai di genggamannya.
"Tak akan ada masalah jika tempat yang kau tuju adalah milik sahabatmu sendiri." Ucap Dashi sembari memberikan senyum jumawa pada Aletha.
"Pintar sekali kawanku satu ini!" Seru Aletha, ia merasa senang dengan gerak cepat yang Dashi lakukan disaat-saat genting seperti ini.
Setelah tak ada lagi pembahasan yang ingin mereka berdua perbincangkan, fokus mereka kini tertuju pada pekerjaannya masing-masing.
Namun nampaknya mulut Aletha akan terasa gatal jika sebentar saja ia menutup bibirnya.
"Dashi!" Panggil Aletha pada wanita di sampingnya.
"Tadi saat aku berada di toilet aku bertemu dengan orang asing yang sosoknya sungguh tidak familiar bagiku." Ucap Aletha memulai percakapan.
" Tidak akan terasa aneh jika kau tak mengenal salah satu pekerja di tempat ini. Jumlahnya saja mencapai ratusan Aletha, aku sendiri pun tak tahu dengan pasti berapa jumlahnya." Timpal Dashi dengan pertanyaan yang timbul dalam benak Aletha.
"Tapi yang satu ini sungguh sangat asing, Dashi. Jika karyawan lain, meskipun hanya sepintas lewat, aku pasti tahu eksistensinya di Perusahaan ini!" Ucap Aletha masih tetap kekeuh dengan pendapatnya.
"Memangnya apa yang wanita itu lakukan atau ucapkan padamu?" Tanya Dashi.
"Dia berkata padaku agar membalas perlakuan lelaki yang sedang membuatku gusar dan ia harus terpuruk." Ucap Aletha pada Dashi.
Dashi tak langsung menimpali perkataan yang keluar dari bibir Aletha. Keningnya berkerut samar karena kerasnya ia berpikir.
"Apakah wanita itu tahu siapa sosok yang mengusik dirimu?" Tanya Dashi dengan mimik wajah serius pada Aletha.
"Tidak!" Jawab Aletha tanpa pikir panjang.
"Kau yakin?" Tanya Dashi berusaha memastikan.
"Aku ingat dengan benar bahwa aku telah merutuki lelaki itu tanpa sedikitpun mengucapkan namanya," Jawab Aletha.
"Memangnya kenapa? Kau terlihat begitu serius Dashi." Sambung Alettha kemudian.
"Aku takut jika posisinya di perusahaan ini termasuk dalam jejeran eksekutif yang memang sengaja untuk mencari para tikus yang suka menggosipkan atasannya sendiri." Ucap Dashi panjang lebar.
"Dan itu tak akan pernah terjadi. Memangnya waktu mereka selonggar apa hingga melakukan sesuatu tak berfaedah seperti itu!" Tolak Aletha mentah-mentah pada pernyataan absurd Dashi.
"Aku hanya takut jika hal itu terjadi Aletha. Tidak ada yang tak mungkin!" Ucap Dashi.
"Aye aye Kapten! Aku akan menjaga mulutku ini dengan benar agar tak sembarangan lagi untuk merutuk." Ucap Aletha seraya membuat gesture mengunci bibir.