Setelah makan malam yang fantastis dari Rendang Padang dan sate ayam, kami kembali ke apartemen untuk mendapatkan kue cake yang diberikan pemilik, Tia untuk menyambutku di lingkungan tersebut. Setelah hanya satu kali makan, aku sudah tahu bahwa aku harus membatasi asupan perutku, atau aku akan menjadi bangkrut dan menjadi gemuk.
Aku menyeduh kopi saat Rey mengeluarkan piring, dan kami mengenang saat-saat sewaktu SMA.
"Jadi Lesut, saat ini dirimu tidak memiliki pacar?"
Aku langsung mendesah. "Tidak. Aku bertemu seseorang di rumah selama beberapa minggu, tetapi saku tidak merasakannya. Kemudian, karena tahu aku akan pindah, aku langsung memutuskan. Itu tidak akan sebanding dengan usahanya."
"Yah, mereka semua tidak mungkin seperti Steve bukan?"
Steve adalah pacar pertamaku di SMA. Dia sensitif, manis dan suka bercanda dengan Jackson dan Rey.
"Ugh… apa kamu harus membesar-besarkannya? Steve yang malang. Tapi dia sangat luar biasa."
Rey mencibir mengejekku. "Dia adalah seorang pria aneh. Steve dan burung kertasnya! Apa yang biasa dia lakukan?"
Aku terkikik mengingat kenangan itu. "Ah Steve adalah kenangan termanis. Dia tahu kombinasi dari lokerku, dan dia akan membuat burung origami berornamen kecil dari kertas gmbar. Kemudian aku langsung membukanya, dan ada puisi-puisi kecil yang berima di dalamnya. Itu sangatlah romantis."
Saat itu, langkah kaki merayap di belakang kami, dan suara serak yang dalam menembusku lalu berkata." Itu adalah... hal paling bodoh yang pernah aku dengar."
Ketika aku berbalik, reaksi langsung yang tidak diinginkan langsung kurasakan di dalam diriku saat melihatnya memberi tahuku bahwa aku dalam masalah.
Seperti adegan yang ada di film-film korea, dia masuk ke sebelah kiri perlahan berjalan dengan gayanya penuh mempesona, dan dia adalah teman sekamar wanita cantic dan seksi.
Kemudian, muncullah tiga kata yang akan mengubah hidupku. Hai, aku Rain.
Rain menjulurkan lengannya yang bertato dan mendorongku untuk memegang tangannya dan menunjukkan senyuman yang hanya bisa digambarkan sebagai setan. "Kamu pasti Lonee." Katanya.
Aku langsung terbatuk dan merasa gugup. Suara aneh keluar dari mulutku yang tidak bisa aku kenali. Mungkin tubuhku berkata, Yah lihat ini, dia belum mati dari pinggang ke bawah.
Dia sangat Tampan.
"Sebenarnya Leony." Kataku sambil menjabat tangannya yang kapalan, memperhatikan cincin di jempol yang bewarna perak. Kehangatan kulitnya dalam kontak singkat tidak luput dari diriku, tapi faktanya tidak bahwa tanganku bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Mungkin aku juga merasa sedikit gemetar.
"Aku tahu namamu. Aku akan bercinta denganmu." Dia menyeringai jahat dan mengedipkan mata. Reaksi tubuhku terhadap hal itu membuat aku mempertanyakan kewarasan diriku sendiri.
Dia berbau seperti campuran rokok dan cologne, yang anehnya lagi itu seperti membangkitkan gairahku. Dia memiliki anting alis dan anting di bibir bawah, dan gigi seriny yang sangat lancip dan tajam. Matanya hijau dengan bintik-bintik emas, diperlihatkan lebih jauh oleh rambut hitam pendeknya yang kontras.
Kalau dipikir-pikir, Rain seperti kucing hitam yang tampan, tapi sangat mungkin menjadi sial jika dia melintasi jalanmu.
"Senang bertemu denganmu, Rain."
Dia bersandar di meja dapur, lalu menyilangkan lengannya dan memberiku kedipan sekali lagi yang membuatku merinding. "Jadi, siapa Steve, kenapa dia membuatkanmu puisi burung origami, dan siapa yang memotong bolanya?"
Aku seketika tertawa. "Steve adalah pacar ku di tahun pertama sekolah menengah. Rey memutuskan untuk membesar-besarkannya sekarang tanpa alasan yang jelas."
"Apa yang membawamu ke Jakarta?"
"Aku mulai sekolah perawat pada hari Senin nanti. Di Universitas Indonesia."
Rain menggaruk dagunya dengan sinis dan termenung. "Bukankah itu kampus yang cukup terkenal?"
"Ya, kampus terbaik. Dan itu sebenarnya tidak jauh dari apartemen ini."
Rey langsung menyela. "Dengan ketakutanmu pada kereta, itu hal yang bagus."
Aku melotot kepada Rey dengan tatapan tajam. Bagus, Dia akan mempermalukanku di depan Rain.
"Sekarang ada apa ini?" Rain bertanya sambil mengangkat alisnya.
"Terima kasih banyak Rey." Kataku sangat kesal.
Dia menatapku dengan wajah menyesal. "Maaf. Itu tidak sengaja keluar dari mulutku."
"Ehm… bukan apa-apa." Kataku sambil menatap Rain sambil melambaikan tanganku, berharap dia mengalihkan topik pembicaraan.
Rain terus menatapku dengan wajah bingung. "Apakah kamu benar-benar takut dengan kereta atau semacamnya?"
"Dia takut pada segalanya, pesawat, elevator, ketinggian…" Rey mendesah frustasi.
Aku membelalakkan mataku padanya lagi, lalu menatap Rain dan mengangkat bahu mencoba membantah. "A.. aku hanya sedikit gugup di tempat-tempat yang padat dan ramai. Itu saja."
Rain perlahan mengangguk tanda mengerti. Ini seperti fobia. Jadi, tempat-tempat yang membuatmu merasa terjebak?"
"Ya, pada dasarnya demikian." Kataku.
Rain menyipitkan mata ke arahku dan sepertinya memeriksa wajahku untuk mencari kebenaran. Ekspresinya menjadi gelap seolah dia entah bagaimana melihat melalui upayaku untuk mengalihkan fobiaku sebagai masalah kecil. Mata kami terkunci, dan aku merasakan hubungan yang tidak dapat dijelaskan dengannya pada saat itu yang melampaui ketertarikan fisik.
Dia menggaruk dagunya. "Hmn."
Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman dan segera mengubah topik pembicaraan. "Jadi dimana kamu bekerja?"
"Aku seorang insinyur listrik untuk sebuah perusahaan di kota. Kami mendesain pencahayaan stadion. Dan di malam hari, aku menari di klub, tari pria tanpa pakaian."
"Aku tidak tahu, tapi aku cukup yakin warnanya pasti sudah luntur dari wajahku."
"Serius?"
"Ya."
"Wow." Kataku.
Dia menatap Rey. "Kamu tidak memberitahunya bahwa dia tinggal dengan Perempuan penyihir?"
Rey hanya tertawa dan mengukur reaksiku.
Rain tampak geli dan menggigit bibir bawahnya, giginya menempel di anting bibirnya. Kemudian, dia tertawa serak. "Aku hanya akan bercinta denganmu lagi."
"Kamu adalah penari tanpa pakaian?"
Dia tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Aku suka melihatmu. Kamu adalah sasaran empuk. Akan menyenangkan jika berada di sekitarmu. Ngomong-ngomong, aku benar-benar seorang insinyur. Teman sekamarku Risky menjadi sangat kesal ketika aku mencoba melepas pakaianku dan memberinya sedikit dance, jadi aku sudah lama berhenti tanpa pakian di depan orang." Candanya.
"Sangat disayang sekali."
"Astaga, darimana pikiran itu datang?"
Aku tidak percaya betapa aku terkadang bisa ditipu, tapi sekali lagi, kenapa aku tidak percaya padanya? Dengan perawakannya secara keseluruhan dan cara hoodie hitam memeluk dadanya yang terlihat jelas tubuhnya pasti bisa dianggap sebagai penari telanjang. Lagipula, aku tidak mengenalnya sejak dulu. Apa yang aku tahu bahwa Rain adalah seorang pemecah bola dan tampaknya bukan tipe pria yang membuatku tertarik. Atau setidaknya, itulah kesan pertamaku tentang dia.
Aku melihat ke bawah lagi pada berbagai warna tato di lengan kanannya. Di sebelah kirinya, hanya ada satu naga. Aku bertanya-tanya apa lagi yang ada di balik pakaiannya.
Dia berjalan ke sisi lain dapur, mengambil pisang dari tumpukan sekitar dua puluh, mengupasnya dan memakan seluruh bagian pertama dalam satu gigitan sambil melihat ke arahku dan menyengir.
Rey seketika tertawa. Aku lupa menyebutkan, itu sekumpulan pisang Rain di sana. Kami pikir dia sebagian dari manusia dan sebagian lagi monyet."
Aku melihat ke arah Rain. "Kamu suka pisang, ya?"
Rain masih mengunyah lalu berkata. "Benar sekali. Aku sangat mencintai mereka. Mmm." Dia mengambil separuh pisang lainnya dan memasukkan semuanya ke dalam mulutnya dan memberi isyarat kepadaku dengan kulitnya hingga mulutnya penuh. "Atu-atu?"
"Hah?"
"Ingin satu?" Katanya lebih jelas.
Aku mengulurkan tangan. "Tidak, terima kasih. Aku tidak mau."
Rain masih mengunyah, dia terus menatapku dan hatiku jadi berdebar-debar.
Rey memecah keheningan yang tidak nyaman. "Sudah kubilang Rain sangat menarik."
Aku melihat saat Rain perlahan menjilat bibir setelah menghabiskan pisangnya. "Dia menarik."
Pintu depan kemudian terbuka, dan masuklah seorang gadis cantik dengan rambut hitam pendek dengan potongan pixie.
Adega film korea kembali terjadi, dia masuk ke sisi kanan dan terlihat seperti sahabat instan.
Dia mengenakan gaun shift biru yang menggemaskan dan segera menjatuhkan tasnya yang praktis lebih besar darinya berjalan ke arah Rey, lalu mencium bibirnya.
"Hei Sayang." Kata Rey lalu menoleh padaku. "Ini Leony. Leony bertemu Tania."
Dia mengejutkanku ketika dia segera menarikku ke dalam pelukannya. "Aku sudah mendengar banyak tentangmu, Leony. Aku telah menunggumu! Aku kalah jumlah di sini. Kamu tidak memberitahuku betapa cantiknya dia Rey."
"Ah, terima kasih… juga." Kataku. "Senang sekali mengetahui bahwa aku tidak akan menjadi satu-satunya wanita di rumah ini."