Gue harus mengurus keluarga besar dulu. Kalian tahu lah seperti apa mereka semuanya, dari sikap dan tingkah lakunya.
"Bagaimana pak Sunarto ?" tanya gue kepada manajer hotel.
"Semua baik-baik saja tuan, cuman ... mereka ingin melihat Hotel The Luna !" jawabnya, gue terdiam.
"Oke, terima kasih pak! biar masalah ini saya yang urus !" kata gue.
"Baik tuan muda !" dia membungkuk hormat.
"Oh iya suruh bilang ke anak-anak suruh siap pergi, termasuk yang baru! pak Sunarto yang antar mereka ke sana ya! bilang perintah saya, mereka juga sudah tahu kok !" ujar gue. Dia mengangguk.
Gue pun menuju restoran hotel yang berada di area belakang dan juga di pinggir pantai yang berada di atas bukit, ada tangga khusus untuk ke pantai. Restoran ini terletak di sebelah kolam renang dan juga bar, tempannya nyaman dan santai apalagi bila sore menjelang. Disanalah mereka berkumpul bersantai, hampir semua yang dilakukan gratis tanpa membayar, sehingga mereka mau apapun akan dilaksanakan.
"Hallo semua, bagaimana ?" sapa gue dengan ramah, mereka hanya melihat sekilas saja.
"Not bad !" ucap seseorang laki-laki, pelayan pun datang menyediakan minuman pesanan.
"Oh iya, katanya ada hotel lain ya ?" tanya seseorang dan itu istri paman Ridwan. Semua melirik kepadanya.
"Bukannya yang ini ?" tanya yang lain.
"Bukanlah, ini kan Luna yang itu The Luna !" jawab tante Marsella.
"Mau kesana ?" tanya gue.
"Bukannya di tutup dan belum jadi ?" tanya yang lain.
"Sudah jadi kok !" jawab gue.
"Ya udah lihat yuk, sebelum jalan-jalan ke kota !" ujar seseorang dan semua pun seruju. Gue meminta mereka menunggu sebentar untuk menyiapkan mobil. Sementara tante Marsella tersenyum penuh kemenangan, mungkin dikiranya gue nanti akan dapat cemoohan. Gue menelpon dan semua sudah siap.
Kini semua sudah masuk ke mini bus, gue masuk sebagai pengantar sekaligus pemandu perjalanan menuju Hotel The Luna, sejauh ini gue tidak merasakan hawa keberadaan paman Ridwan.
"Selamat siang, sebelum kita ke sana! saya akan menjelaskan dahulu, sejarah Hotel The Luna agar kalian tahu dan mengerti !" kata gue ketika bis mulai berjalan.
"Kok pake di jelaskan segala sih ?" ujar Tante Farida.
"Tentu saja, apa kalian ada yang tahu Hotel The Luna itu apa ?, dan kenapa dibangun kemudian di tutup lagi! bahkan bangunannya sampai rusak dan terbengkalai ?" tanya gue sambil menatap satu persatu wajah mereka.
"Mungkin, Tante Marsella bisa menjelaskan ?" ujar gue sambil melirik kearahnya dia terkejut.
"Kok saya sih, situ yang harusnya jelasin !" baliknya dengan ketus.
"Ya palingan tante udah tahu 8erita, dulu paman Ridwan sama papa saya pernah menjadi pimpinan di Hotel The Luna, sebelum akhirnya kakek memberikan kepada saya ! seperti yang sudah kalian tahu semua !" jawab gue tersenyum
"Dan inilah Hotel The Luna !" gue menunjuk sebuah bangunan, karena sudah sampai, semua menatap tak berkedip termasuk tante Marsella, yang gue yakin ini baru pertama kalinya kemari, karena di larang oleh paman Ridwan entah apa sebabnya.
-----------------
Semua kagum dan tak percaya kemudian turun, termasuk tante Marsella dengan mulutnya ternganga lebar tak menduga atau tak percaya.
"Silahkan masuk, kalian beruntung karena menjadi pengunjung pertama ! dan ini adalah pembukaan kembali Hotel The Luna yang baru, setelah sekian lama di tutup !" ujar gue.
Mereka pun masuk, seluruh karyawan hotel sudah menunggu. Mereka sudah tahu akan ada tamu yang akan berkunjung. Mba Tessa datang dengan para pelayan membawa welcome drink, untuk para tamu. Semua hampir tak berkata sepatah pun. Ada beberapa yang memfotonya ketika akan dilarang gue memberi tanda biarkan saja.Tour hotel pun dimulai, gue sambil menjekaskan semuanya.
"Dimana gudamg hartanya ?" tanya seseorang, gue sudah menduganya.
"Tentu saja, itu rahasia !" jawab gue dengan senyum misterius.
"Emang sebanyak apa sih gudang harta lo ?" tanya yang lain.
"Sama lah, seperti kalian punya sekarang! bahkan mungkin lebih kalian daripada saya !" jawab gue.
"Bohong, suami aku saja tidak pernah melihat gudang harta itu selama kerja di sini !" ujar tante Marsella akhirnya keceplosan berbicara, semua menatapnya.
"Tentu saja, karena paman dan papa hanya sebatas manajer hotel bukan pemiliknya dan itu masih di pegang oleh kakek !" jelas gue.sambil tersenyum.
"Oke, kapan pembukaan hotel ini ?" tanya yang lain.
"Sudah di buka kok! tidak ada acara khusus, siapa pun boleh datang menginap !" kataku.
"Aneh sekali !" ujar yang lain.
"Sudah kubilang tadi, Hotel The Luna berbeda dengan Hotel Luna !" jawab gue.
Akhirnya semua puas dan akan datang lagi nanti, kali ini akan menginap. Gue tak bisa mengantar mereka jalan-jalan. Mereka pun pergi, gue lega sekarang.
"Kalian hebat, oke terima kasih untuk semua! selamat bekerja !" gue memberi tanda ke mba Tessa dia mengerti, sebuah mobil Mercy sudah menunggu gue umtuk pergi.
--------------------------
Mba Amelia sudah menunggu, di bandara karena kami akan ke Jogyakarta tepatnya ke pantai Parang Tritis yang terkenal sebagai objek wisata pantai yang terkenal dan mitosnya sebagai tempat gerbang menuju Kerajaan Pantai Selatan. Singkat cerita kami tiba di pantai Parang Tritis. Awalnya orang-orang melihat kami yang agak heran karena memakai pakaian resmi dan formal padahal ini tempat wisata harusnya santai.
Tak lama mereka kini tidak bisa melihat kami, karena sudah tiba dititik dimana gerbang astral itu terdapat. Amelia pun sudah berwujud kembali ke aslinya dan gue terkejut karena sama. Amelia berubah menjadi Dewi Anjani sedang gue seperti seorang pangeran.
"Tuan muda kan cucunya Kerajaan jin Saranjana wajar seperti seorang pangeran !" katanya seperti tahu akan keterkejutan gue.
"Sudah datang !" dia menunjuk sebuah kereta kencana yang di tarik beberapa ekor kuda tiba-tiba muncul entah dari mana datangnya, tapi derap langkah kudanya terdengar tadi sekilas. Seorang perempuan tak kalah cantiknya turun dari kereta kencana.
"Nyi mas Anjani dan Pangeran Aryo Permana, silahkan semua sudah menunggu !" ucapnya lembut dan merdu tapi yang membuat gue tertegun, tunggu gue bukan Aryo tapi Andrian.
"Terima kasih Nyai Mas Gandasari !" balasnya tak kalah lembut sambil menunduk dan melirik ke arah gue, kemudian mengikutinya menuju kereta yang ada sedikit di laut sedang kami di pinggir pantai, pasti pakaian dan kaki menjadi basah.
Tapi yang mengejutkan ketika kami melangkah ke air laut seperti berjalan di jalan kaca karena tak terlihat tapi tidak basah, air pun ada di bawahnya. Pintu kereta kencana di buka oleh seorang lelaki yang bertubuh tegap, kami masuk dan duduk. Kereta kencana ini cukup besar, seperti kereta kerajaan di dominasi merah dan hijau, ketika masuk bau melati menyeruak. Pemuda gagah itu menutup pintu kereta. Tak lama Kereta kencana pun berjalan seperti dijalanan karena rodanya terdengar seperti itu ketika bersentuhan dengan air laut.
Tak lama kereta seperti melayang dan kemudian masuk ke dalam laut, awalnya gelap lama-lama mulai terang benderang, terlihat ikan-ikan berseliweran di jendela kereta, kemudian masuk jauh ke dalam lautan, sampai kereta masuk ke dalam sebuah gua yang gelap dan panjang, walau begitu gue masih bisa melihat kedua perempuan cantik itu duduk .
Tak lama kami pun tiba di ujung gua dan mata gue tak berkedip melihat seperti sebuah kota, lengkap dengan istana sangat besar di tengahnya yang terbuat dari emas, intan permata memyilaukan mata gue.
"Selamat datang di Kerajaan Pantai Laut Selatan !" perempuan itu berucap, sementara Amelia atau Nyai Anjani tersenyum saja, gue mengangguk. Kereta pun turun makin ke bawah dan kini terlihat pintu gerbang yang sangat besat dan indah. Dijaga oleh dua orang raksasa besar dan tinggi serta bertaring. Kereta berhenti dan Pintu Gerbang berat dan terbuat dari emas beserta ukirannyan pun di buka, setelah itu kereta berjalan di jalanan kembali dan memasuki kota kerajaan Ratu Pantai Selatan ...
Bersambung ...