Hari demi hari berlalu. Sejak kembali bersahabat dengan Raymond, Chika tampak begitu bahagia. Tak jarang mereka menghabiskan waktu berdua sambil belajar bersama untuk menyambut Ujian Negara sebagai syarat untuk lulus. Sejak saat itu rupanya diam-diam Raymond mulai mencintai Chika. Namun, karena minder dia tak pernah mengungkapkannya.
Ujian itu pun akhirnya selesai, dan sekolah libur panjang. Chika tampak sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke bangku kuliah. Dia sudah mendaftar di jalur SBMPTN di sekolahnya. Siang itu, dia begitu sibuk belajar. Namun, di tengah kesibukannya dia kembali teringat akan Raymond. Pikirannya begitu kacau.
"Ray, gimana kabar lo? Sudah seminggu kita gak kontak," katanya dalam hati.
Dia langsung menutup bukunya, dan mengambil smartphonenya. Sejenak, dia pandangi foto Raymond.
Dalam hati dia berkata, "Ray, mungkinkah ini waktunya gue untuk menyatakan cinta gue sekali lagi? Jujur, gue ingin kita jadian. Moga kali ini lo siap terima cinta gue."
Di waktu yang sama, Raymond dan teman-temannya tengah berkumpul di sebuah taman bersama teman-temannya. Mereka tampak bersenda gurau sambil makan-makan untuk merayakan kelulusannya. Seragam mereka penuh corat-coret cat
"Romi, lo setelah lulus nanti kuliah di mana?" tanya Victor.
Romi sejenak tersenyum memandangi Rinda, lalu menjawab, "Vic, gue akan nikah sama Rinda setelah ini. Dan, gue belum tahu nanti kuliah di mana."
"Yee, udah gak tahan ya?" celoteh Shelly sambil tertawa lebar.
Rinda tertawa renyah sambil merangkul Romi. Dia lalu bertanya pada Shelly, "Kalau lo sendiri bagaimana, Shell?"
Shelly sejenak terdiam. Wajahnya tampak begitu sedih. Dia menghela nafasnya dalam-dalam.
"Rin, gue kayaknya gak bakalan kuliah. Sejak babe tiada, gue hanya hidup dengan nyokap. Mungkin, gue akan tetap jadi model saja buat bantu usaha nyokap," katanya dengan wajah sedih.
Victor menyemangatinya. "Bagus itu, Shell. Dari hasil lo jadi model, lo nanti bisa nabung dikit-dikit untuk kuliah."
Rinda tersenyum. "Iya, Shell. Mumpung ada kesempatan, lo bisa dalami kemampuan lo.
Shelly berfikir sejenak. Raymond langsung menimpali, "Shell, kayaknya lo mending coba deh dunia akting. Gue lihat lo pernah ikut teater kan?"
Mendengar perkataan Raymond, Rinda akhirnya teringat akan seorang temannya yang kini menjadi artis.
"Eh, bener tuh. Lo cantik, dan kayaknya lo cocok masuk dunia akting. Teman gue ada juga lho yang jadi artis," kata Rinda.
Dia langsung menunjukkan sebuah foto di smartphonenya, "Nih dia teman gue. Kita sampai sekarang masih akrab kok. Kalau lo minat, nanti gue hubungi dia deh."
Mendengar tawaran itu, Shelly kembali berfikir keras. Agak lama dia memikirkannya.
"Rin, kayaknya tawaran itu belum bisa gue jawab sekarang. Gue musti minta restu dari nyokap dulu," katanya kemudian.
Rinda mengangguk, "Oke. Gue ngerti. Saran gue, coba Lo pikir matang-matang."
Shelly mengangguk. Mereka kembali bercanda dengan riang di tempat itu. Tanpa terasa, waktu terus merayap. Sore telah tiba.
"Eh, kita pulang yuk. Ntar malam kita ada jadwal ngeband nih," ajak Yusta.
Romi terkejut. Dia rupanya baru ingat ada jadwal ngeband di sebuah café.
"Ah iya. Gue lupa. Oke, yuk kita pulang," katanya menimpali.
Mereka langsung mengemasi barang-barangnya, dan tak lupa membuang sampah di tempat sampah yang terdapat di taman itu sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Setibanya di rumah, Raymond yang baru saja tiba tengah berbaring sejenak. Tiba-tiba dia mendengar suara di handphonenya. Dia segera mengambilnya, dan melihat notifikasi di hpnya.
"Chika? ada apa ya?" tanyanya sambil membuka pesan itu.
Dia baca pesan dari Chika. "Hah? Dia mau ketemu? Waduh, ini gue mau ngeband. Uhm …."
Raymond langsung mengetik pesan balasan untuk Chika, dan mengirimkannya. Tak lama kemudian, pesan itu berbalas. Sambil membaca pesan itu, Raymond berkata dalam hati sambil tersenyum, "Okey, Chika. Gue akan tunggu lo."
Setelah membalas pesan itu, dia langsung menaruh hp itu di meja dan mengambil gitar akustiknya. Sambil berbaring, Raymond mempersiapkan diri untuk perform nanti malam. Sementara itu, Chika tampak tersenyum bahagia. Dengan sejuta harapan, dia pandangi wajahnya di cermin.
"Chika, lo musti tampil cantik malam ini. Dan, bye-bye mode cupu," katanya dalam hati sambil menata rambutnya dan mencoba berbagai pakaian yang akan dia pakai.
Tampak Chika berulang kali mencoba kaos dan celana yang akan dia gunakan. Tak lupa, dia merubah model rambut dan model kacamatanya di depan cermin.
Setelah beberapa kali dia mencoba kaos dan celana, serta merubah model rambutnya, dia pandangi dirinya di depan cermin. Tampak senyum kepuasannya.
"Uhm, oke. Gue akan buat Lo tertarik, Ray," katanya dalam hati.
Malam pun tiba. Dengan menggunakan jasa taxi online, Chika langsung pergi ke sebuah café yang di maksud Raymond. Sesampainya di sana, tiba-tiba ada yang memegangi pundaknya dari belakang.
"Chika?" kata gadis di belakangnya.
Chika langsung menoleh ke belakang. Dan alangkah terkejutnya dia melihat Mayang datang ke café itu bersama Ferry, kakak kelasnya.
"Mayang, Kak Ferry?" katanya dengan wajah keheranan.
Ferry tersenyum, "Gue jadi pangling ngeliat lo, Chik. Tadinya gue kira siapa, dan ternyata lo."
"Iya, Chik. gue kira siapa," kata Mayang menimpali.
Chika hanya tersenyum simpul, lalu mengajak Mayang dan Ferry bergabung. Mereka langsung duduk di satu meja. Mereka langsung memesan hidangan di café itu. Sambil menunggu hidangan tiba, Mayang kembali membuka percakapan.
"Chika, malam ini gue lihat Lo bener-bener modis. Lo kelihatan cantik banget," katanya memuji kecantikan Chika.
Chika hanya tersipu malu. "Ah, Lo ini bisa aja, May."
Ferry mencoba menebak. Dengan nada bercanda, dia berceloteh, "Apa Lo lagi nungguin sang pangeran? Bukannya Lo kembali dekat sama ... uhm ...."
Dengan senyum menahan malu, Chika langsung memangkas ucapan Ferry. "Iiih, Kak Ferry. Gak lah … Kita kan sepakat temenan."
"Temenan? Teman tapi mesra ya?" balas Mayang menggoda Chika.
Ferry tertawa renyah melihat Chika yang tersipu malu. Percakapan mereka terputus ketika pelayan mengantarkan pesanan mereka. Setelah pesanan di hidangkan, pelayan itu langsung pergi, dan Mayang kembali membuka percakapan.
"Chika, lo nanti mau ambil fakultas apa?" tanyanya berbasa-basi.
Chika menjawabnya, "Gue ambil fakultas kedokteran, May. Kalau lo sendiri?"
Sejenak, Ferry dan Mayang saling berpandangan. Mereka saling senyum.
"Chika, gue akan ambil jurusan tehnik, supaya bisa terus sama babang Ferry yang cakep," kata Mayang sambil menatap mesra Ferry.
Giliran Chika tertawa renyah. "Eleh-eleh, Lo sama Kak Ferry kok kayak amplop ama perangko aja.
"Sebenarnya sih Chik, dia takut gue lari ke lain hati," balas Ferry sambil tertawa renyah.
Mayang mencubit lengan Ferry dengan wajah manyun, "Say, udah deh. Jangan mulai."
Melihat wajah manyun kekasihnya, Ferry kembali tersenyum menghiburnya. "Iya, Say. Maaf. udah deh, jangan manyun biar cantiknya gak di bawa kabur."
Chika tersenyum melihat kelucuan Mayang dan Ferry.
Tak lama kemudian, mereka di kejutkan dengan sebuah suara dari panggung. Pandangan mereka tertuju ke depan. Chika begitu terpesona ketika melihat perform Raymond malam itu. Matanya tak berkedip ketika memandang Raymond.
Mayang dan Ferry yang melihat Chika hanya tersenyum simpul.
"Say, lo lihat deh Chika. ngelihat rRaymond kayak lihat singkong aja," bisik Mayang pada Ferry.
Ferry tersenyum dan mengangguk. "Iya, Say. Lagian, mainnya dia bagus."
Dia lalu memandangi Mayang. Dengan senyum manis, dia bangkit dari duduknya, dan menggandeng Mayang. "Kita ngedance yuk."
Mayang sejenak memandangi Ferry. Dia tersenyum simpul dan akhirnya bangkit dari duduknya. Mereka berjalan ke depan panggung dan berdansa. Seluruh pengunjung café memberi tepuk tangan yang meriah.
Chika hanya tersenyum memandangi mereka dari bangku pengunjung. Setelah beberapa lagu di mainkan, Chika langsung menemui Raymond yang tengah berkumpul bersama teman bandnya.
"Ray, ada yang mau gue omongin," katanya tiba-tiba.
Semua teman bandnya menatap Chika. Raymond terkejut melihat penampilan Chika malam itu. Dia menatap seolah tak percaya melihat penampilan Chika malam itu.
"Chika?" katanya menatap Chika dengan wajah keheranan.
Rinda dan Romi saling pandang. Mereka tersenyum simpul.
"Ya elah, Ray. Kok malah bengong? Udah tuh, temuin dia," kata Romi memecah lamunan Raymond.
Raymond langsung berkedip. Dia langsung tersadar. "I—Iya, bentar. Nih gue lagi ingat-ingat lagu nanti."
Yusta tertawa lepas. "Ya elah, Ray. Lo ini ngeles aja. Udah, temuin dia sebelum waktu perform lagi."
"Iya, Ray. Masak lo tega biarin dia merana?" kata Rinda sambil tertawa renyah.
"Iya! Bentar," balas raymond langsung bangkit dari duduknya.
Dia mengikuti berjalan mengikuti Chika. Di sana, ada Ferry dan Mayang. Mereka duduk di satu meja. Lalu, Chika akhirnya mulai berbicara.
"Ray, mungkin ini pengalaman teraneh gue. Jujur, sejak awal mengenal Lo, sebenarnya gue dan dia sedang bertaruh. Siapa yang bisa buat lo ge-er, dia yang menang," kata Chika sambil memandangi Mayang.
Raymond terkejut. Mayang tersenyum memandangi Raymond, "Bener, Ray. Awalnya, gue dan Chika memang bertaruh."
Dengan perasaan heran, Raymond berkata, "Jadi, lo berdua taruhan buat gue ge-er?"
"Benar, Ray. Awalnya begitu. Tapi, setelah sekian lama, gue bener-bener sayang sama lo. Dan, apakah gue ada kesempatan untuk jadian sama lo?" kata Chika sambil menunduk malu.
"Ray, gue juga minta maaf karena selama ini kita taruhan," kata Mayang.
Raymond hanya diam. Sejenak, dia ingin marah, namun setelah kedekatannya kembali dengan Chika, perasaan cintanya muncul.
"Ya elah. Ternyata ...." katanya dalam hati sambil memandangi Chika dan Mayang. "Tapi, gue juga suka dengan Chika." lanjutnya dalam hati.
Setelah tenang, Raymond berkata, "Chika, lo gak sepenuhnya kalah bertaruh. Sebenarnya, gue pernah ngerasa kehilangan sosok cewek yang mengetuk hati gue. Dan, itu adalah lo, Chika."
Chika dan Mayang saling pandang. Raymond melanjutkan perkataannya.
"Jujur, gue sempat minder. Lo cantik, popular di sekolah dan lo juga smart. Sedangkan gue?'
Raymond kembali terdiam sambil menggelengkan kepalanya. Dia tak berkata-kata lagi.
Dengan lembut, Chika memegangi tangan Raymond. "Ray, buat gue lo tetap beda. Dan, perasaan gue masih sama. Gue sangat mencintai lo, dan itu tulus dari hati terdalam gue."
Raymond memandangi Chika seolah tak percaya. Dengan nada mesra, Chika kembali meyakinkannya. "Raymond, gue mencintai lo apa adanya. Apapun kekurangan dan kelebihan lo, gue terima."
Mendengar perkataan Chika, Raymond akhirnya menjadi luluh. "Baiklah, Chik. Jujur, sebenarnya gue juga suka sama lo. Dan, kali ini gue terima cinta lo."
Chika tersenyum mendengar perkataan Raymond. "Malam ini kita jadian?"
Raymond hanya tersenyum dan mengangguk. Chika begitu bahagia malam itu. Dia terus memegang lembut tangan Raymond sambil tersenyum bahagia,
"Terima kasih, Ray. Malam ini, gue bahagia banget."
Raymond tersenyum. Dia langsung merangkul dan membelai lembut kepala Chika yang bersandar di bahunya. Ferry dan Mayang saling pandang dengan senyum mesra melihat kebahagiaan sahabatnya.
TAMAT