Andika membawa Ve pulang ke rumah panti. Saat turun dari mobil, Ve kesulitan berdiri. Kakinya membentur lantai cukup keras hingga lututnya memar.
"Biar aku gendong ke dalam," kata Andika. Ia membungkuk dan bersiap menggendong Ve.
"Tidak perlu. Papah saja. Anak-anak pasti sudah pulang sekolah, aku malu," ucap Ve.
"Tapi, kamu yakin bisa jalan?" Andika bertanya untuk memastikan.
"Bisa, tapi pelan-pelan," jawab Ve.
Andika menarik tangan Ve dan melingkarkan di lehernya, lalu ia memeluk pinggang Ve. Mereka berjalan perlahan-lahan. Nurlena yang sedang menyapu halaman pun berlari dengan panik.
"Kenapa dengan Ve, Dika? Jatuh?" Nurlena melihat lutut gadis itu membiru. "Ya ampun, sampai memar begitu. Cepat duduk di sini," perintah Nurlena.
Andika mendudukkan Ve di kursi teras. Tidak lama, Nurlena datang membawa kantong plastik berisi es batu. Ia mengompres lutut Ve dengan menggunakan es itu.