Muza duduk terdiam di Sofa kamar tamu. Seberkas cahaya senyuman Kaia mengusiknya. Aroma kopi berubah menjadi aroma cinta yang membuatnya candu. "Kau memang sederhana, bahkan aku tercandu akan akan dirimu," gumamnya dalam sebuah keheningan malam. Dia mulai menghela napas perlahan-lahan lalu dia menatap salah satu sudut ruangan.
Uhuk...Uhuk... Uhuk...Nisa menatap kakaknya yang sedang dalam sebuah lamunan. "Astaga! Aku dikacangin!" Sindirnya.
"Nisa! Kamu dipanggil papamu!" Celetuk Sera, ibunya.
"Iya, Ma. Nisa bakalan segera ke sana," balas Nisa. Padahal dia ingin tahu tentang apa yang dipikirkan oleh kakaknya. "Apa ada hubungannya dengan pegawai kafe papa?" pikirnya menerka-nerka. Lalu dia pergi memenuhi panggilan dari ayahnya. Dia mulai berjalan menuju teras belakang rumah. Di sana sudah ada ayahnya yang sedang menyeduh secangkir kopi hangat.
Nisa sudah berada di hadapan ayahnya.
"Duduklah!" Perintah Fabian, ayahnya.